Bisnis.com, MEDAN – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kantor wilayah (Kanwil) I mengumumkan bahwa indeks persaingan usaha di Sumatra Utara (Sumut) pada 2023 meningkat dibanding 2022.
Kepala KPPU Kanwil I Ridho Pamungkas mengatakan hasil survei dan analisis tahunan yang dikembangkan KPPU dan diukur oleh Universitas Padjadjaran mengungkap indeks persaingan usaha di Sumut pada tahun 2023 berada di level 5,42 (skala 7) atau naik sekitar 0,24 poin dari nilai tahun sebelumnya.
”Meningkat dibandingkan tahun 2022 dengan nilai 5,18 dari skala 7. Peningkatan yang signifikan terjadi pada dimensi struktur dan permintaan,” kata Ridho, Rabu (3/1/2024).
Dikatakan Ridho, hasil ini menandakan bahwa secara umum, tingkat kemudahan pelaku usaha untuk memasuki pasar di Sumut terbilang tinggi. Hal ini didasarkan pada persepsi yang disampaikan para responden dalam survei.
Sementara dari sisi perilaku, sebagian besar responden menyatakan tidak terdapat perilaku persaingan usaha yang tidak sehat di Sumut.
Ridho menjelaskan, pengukuran indeks persaingan usaha merupakan perangkat yang dikembangkan KPPU, bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran, untuk mengukur dan menggambarkan persaingan usaha di setiap sektor ekonomi di tiap provinsi.
Baca Juga
Pengukuran tersebut, lanjutnya, dapat memberi indikasi apakah daya saing dan produktivitas serta efisiensi sektor ekonomi di Indonesia semakin baik atau sebaliknya.
”Kami mensurvei persepsi terhadap pelaku usaha, pengambil kebijakan dan akademisi dengan menggunakan dimensi dan indikator dalam persaingan usaha, seperti dimensi struktur, perilaku dan kinerja industri, serta faktor lingkungan bisnis seperti peraturan, kelembagaan, faktor permintaan dan penawaran,” jelas Ridho.
Ridho merinci hasil pengukuran terhadap indeks persaingan usaha di Sumut, di mana dari sisi kinerja pasar diketahui bahwa sebagian responden menyatakan harga barang dan jasa di Sumut relatif lebih mahal ketimbang daerah sekitar.
Responden juga menyatakan, sektor (1) jasa keuangan dan asuransi, (2) pertanian, kehutanan, dan perikanan, (3) penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta (4) sektor industri pengolahan menjadi sektor yang memiliki keuntungan terbesar.
Sedangkan tiga sektor yang dinilai oleh para responden memiliki konsentrasi yang rendah, lanjut Ridho, antara lain sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor transportasi dan pergudangan.
”Dari dimensi regulasi, Sumatra Utara memiliki rata-rata skor tertinggi sebesar 6,48. Sedangkan dimensi struktur memiliki rata-rata skor yang tinggi juga, sebesar 5,53,” ungkap Ridho.
Hal tersebut, terang Ridho, mengindikasikan bahwa aspek regulasi pada daerah yang ada di Sumut telah mendorong terciptanya persaingan usaha yang tinggi. Begitu pun dengan struktur pasar yang ada di Sumut.
Kendati, hasil survei pada dimensi perilaku menunjukkan skor terendah, yakni sebesar 4,03.
”Dengan dimensi perilaku yang rendah dapat diartikan bahwa meski memiliki regulasi dan struktur pasar yang baik, namun perilaku industri belum mampu mendorong persaingan usaha yang tinggi,” pungkasnya.
Adapun stakeholder yang menjadi responden survei antara lain kepala Dinas Perindustrian/ Perdagangan Provinsi atau yang mewakili, ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi atau yang mewakili, Kantor Perwakilan Bank Indonesia, dan akademisi lokal. (K68)