Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sumbar Berpotensi Jadi Daerah Deindustrialisasi, Ini Saran Pengamat

Sektor industri pengolahan perlu menjadi perhatian serius Provinsi Sumatra Barat seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi di daerah itu pada triwulan III-2023.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, PADANG - Bank Indonesia menilai sektor industri pengolahan perlu menjadi perhatian serius Provinsi Sumatra Barat seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi di daerah itu pada triwulan III-2023.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatra Barat Endang Kurnia Saputra mengatakan melihat lapangan usaha (LU) industri pengolahan, pada triwulan III-2023 meningkat sebesar 3,21% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,98% (yoy) antara lain didorong oleh industri olahan semen sejalan dengan meningkatnya aktivitas konstruksi.

"Secara qtq pertumbuhannya sangat kecil yakni hanya 0,23%. Jadi untuk industri pengolahan juga perlu jadi perhatian. Padahal di daerah lain industri pengolahan tumbuh," katanya, Rabu (8/11/2023).

Adang menyampaikan apabila kondisi industri pengolahan tersebut tidak segera dicarikan solusinya, dan jika 10 tahun Sumbar mengalami penurunan industri, maka Sumbar akan mengalami deindustrialisasi.

"Deindustrialisasi itu maksudnya kondisi dimana industri tidak dapat lagi berperan sebagai basis pendorong utama perekonomian. Nah Sumbar perlu mewaspadai ini," tegasnya.

Terkait kondisi ini, Pakar Ekonomi dari Universitas Andalas Firwan Tan melihat ada yang perlu diubah cara pemerintah daerah untuk melakukan pengembangan ekonomi rakyat.

Menurutnya selama ini banyak program dari pemerintah hanya menyasar satu sisi saja. Misalnya hanya memberikan pelatihan kepada pelaku UMKM, sementara ketika pelaku UMKM itu sudah terlatih, mereka mulai dihadapkan dengan persoalan pembiayaan untuk memulai usaha, dan hingga soal pemasaran.

"Pemda ini wewenangnya hingga ke desa-desa. Bicara ekonomi rakyat, maka harus dimulai dari desa. Di desa itu memiliki potensi yang besar untuk digali dan dikelola. Tapi ada kendala yang sebenarnya perlu diperlu entaskan," jelasnya.

Dia menyebutkan kendala yang dihadapi di pedesaan itu soal jenjang pendidikan, dimana hampir separuh dari penduduk di desa di Sumbar itu jenjang pendidikannya sampai di tingkat sekolah dasar (SD).

Artinya sumber daya manusia (SDM) yang menjadi tantangan untuk melakukan pengembangan ekonomi rakyat di pedesaan itu. Bicara SDM ini, juga tidak sepenuhnya jadi tanggung jawab pemda, tapi perlu kolaborasi untuk menanganinya.

"Selama ini yang saya lihat, pemda jalan sendiri, nanti ada pihak lain yang sebenarnya tujuan dan maksudnya sama tapi juga jalan sendiri. Padahal jika hal itu dikolaborasikan, akan menjadi sebuah solusi yang baik untuk pengembangan ekonomi rakyat itu," ujar Firwan.

Dia mencontohkan soal program unggulan Pemerintah Provinsi Sumbar yakni soal entrepreneur. Melihat dari konsep dari progul itu pada intinya bagus, hanya saja implementasi di lapangan tak seindah konsep awal dari progul tersebut.

Firwan menegaskan kalau bicara entrepreneur tidak cukup hanya mendorong para anak muda untuk bergerak menjadi pengusaha, dan tidak cukup berkoar-koar soal peluang bisnis yang begitu menjanjikan di era digitalisasi.

"Kalau progul nya soal entrepreneur, harusnya dipersiapkan mulai dari pelatihannya, memberikan akses ke perbankan/lembaga pembiayaannya lainnya, membantu promosi dan pemasarannya, serta hasilnya. Tapi yang saya lihat selama ini, tidak lengkap seperti itu," sebut dia.

Dikatakannya kondisi yang terjadi saat ini, bila pemda sudah kasih akses soal pembiayaan, sedangkan yang lainnya itu dilepas begitu saja. "Hal itu saya tegaskan, pemda tidak serius menjalani progul nya," sebut dia.

Firwan menyatakan bicara ekonomi rakyat itu tidak bisa di satu jalur saja, ada skema yang perlu dilakukan, sehingga target yang ingin dicapai itu bisa maksimal, sehingga hasilnya pun akan baik.

"Selama ini yang terlihat ada yang jalan sendiri-sendiri saja. Hasilnya ya tidak ada," ucap dia.

Begitupun soal kolaborasi, pemda tidak harus berkolaborasi antar OPD mulai dari OPD di provinsi hingga ke kabupaten dan kota. Tapi bisa berkolaborasi dengan BUMN, pihak swasta, dan termasuk itu kepada perguruan tinggi.

"Buku yang saya tuliskan pada peluncuran hari ini itu, telah saya tuliskan soal aksi, teori, fakta, dan aplikasinya. Jadi silakan dipelajari, karena dari buku itu ada banyak hal yang bisa jadi pedoman bagi pemda untuk melakukan pengembangan ekonomi rakyat," jelasnya.

Menurutnya akan sangat disayangkan apabila pemda mengabaikan soal kolaborasi dalam membangun ekonomi rakyat itu. Karena masyarakat Sumbar telah memiliki modal yakni jiwa berdagang.

Berbeda dengan provinsi atau di negara lain, tidak banyak masyarakatnya yang memiliki jiwa pedagang. Sehingga akan sulit melakukan pengembangan ekonomi rakyat.

"Kalau sudah begitu kondisinya, akan sulit bicara menjadi negara berkembang," tuturnya.

Firwan memaparkan menjadi negara yang berkembang itu salah satunya menjadi memiliki industri, dan industri itu tidak harus industri skala besar.

Mungkin bisa mulai dari industri rendang, dimana produknya bisa dijual ke berbagai daerah dan bahkan ekspor. Selain itu bisa menjadi industri kerajinan, sehingga hasil kerajinan di dalam negeri ini, menjadi acuan bagi pelanggan, baik yang pelanggan di dalam negeri maupun di luar negeri.

"Omong kosong namanya jika ingin menjadi daerah yang berkembangan, tapi tidak milirik ekonomi industri itu," tegasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper