Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Tommy Winata Resmi Garap Mega Proyek Rp381 Triliun di Pulau Rempang Batam

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan persoalan terkait pengembangan Rempang ini sudah berjalan 18 tahun sejak 2004.
Waduk Sei Rempang di Pulau Rempang/BP Batam
Waduk Sei Rempang di Pulau Rempang/BP Batam

Bisnis.com, BATAM - Setelah tertunda selama 18 tahun, Pulau Rempang di Batam akhirnya bisa digarap oleh PT Mega Elok Graha (MEG), anak perusahaan milik pengusaha Tomy Winata, Artha Graha. 

Kepastian tersebut menyusul acara peluncuran Program Pengembangan Pulau Rempang di Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (12/4/2023).

Nilai investasi untuk mega proyek pengembangan pulau yang berlokasi di selatan Batam tersebut sebesar Rp381 triliun, dan akan dilakukan secara bertahap hingga 2080. Prediksi jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 306.000 orang.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan persoalan terkait pengembangan Rempang ini sudah berjalan 18 tahun sejak 2004, saat itu persoalan pembebasan lahan menjadi kendala.

Namun saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan SK terkait perubahan kawasan hutan sekitar 7.560 hektare. Kementerian ATR juga telah menetapkan SK Hak Pengelolaan Lahan (HPL) secara bertahap.

Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan masa perjanjian BP Batam dengan PT MEG berlangsung selama 80 tahun.

Untuk tahap I hingga 2040, target investasi sebesar Rp29 triliun.

"BP Batam sudah menyiapkan development plan sebagai pemanfaatan kawasan. Terima kasih kepada Pak Menko Perekonomian yang telah mendukung pertumbuhan investasi di Kota Batam," ujar Rudi dalam keterangan resminya, Rabu malam (13/4/2023).

Selain itu, ia juga memaparkan bahwa Pulau Rempang bakal menjadi kawasan industri sekaligus pariwisata yang memiliki "Green Zone".

Nantinya, kawasan itu juga memberikan kemudahan koneksi antar pulau sekitar serta menyajikan zona pariwisata yang mengedepankan konservasi alam.

Ada pula taman burung serta zona sejarah dan kawasan agrowisata terpadu yang memanfaatkan keunggulan alam di pulau tersebut.

Ia juga telah menjalankan program inisiasi BP Batam dengan swasta untuk tanah seluas 22.000 Ha di wilayah Barat dan 21.000 Ha di wilayah Timur. 

Untuk pengembangan Rempang, BP Batam juga telah mengajukan proposal permohonan hak pengelolaan pada kawasan area penggunaan lain (APL) sebanyak 15 permohonan, dengan total luas 563,2 Ha kepada Menteri ATR/BPN, serta mengajukan permohonan penurunan status hutan yang merupakan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 7.572 Ha kepada Menteri LHK, dan telah mendapatkan persetujuan.

"Saya berharap, akselerasi pengembangan wilayah Rempang nantinya bisa ikut memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah," paparnya.

Terpisah, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad juga menyambut positif investasi tersebut. Pengembangan kawasan Rempang akan menciptakan iklim investasi yang kondusif di Kepri. 

"Pengembangan Kawasan Rempang juga diharapkan menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan pendekatan menjembatani masa lalu, masa kini, dan masa depan," harapnya.

Provinsi Kepri adalah Provinsi Kepulauan yang posisinya sangat strategis, yakni berada di salah satu dari 4 choke point perdagangan dunia, dan merupakan salah satu dari 4 jalur penting perhubungan Indonesia. 

"Pemerintah Pusat telah melahirkan berbagai kebijakan khusus di Provinsi Kepri dan kami tentunya perlu memberikan apresiasi yang tinggi khususnya kepada Menko Perekonomian Bapak Airlangga Hartanto," ujarnya.

Sejatinya, kerja sama antara Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan Otorita Batam (OB) dengan PT MEG mulai terjadi pada tahun 2004. Saat itu sudah ada nota kesepahaman mengenai rencana pembangunan kota wisata di Rempang dan Galang.

PT MEG, anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tommy Winata mendapatkan konsesi kerja sama selama 80 tahun.

Untuk memudahkan prosesnya, maka Perda Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE) Nomor 17/2021 pun diterbitkan, yang kemudian diubah dengan Perda Nomor 3/2023.

Namun pada tahun 2007, rencana investasi tersebut mengalami kendala, karena adanya aduan dari masyarakat yang mengaku telah merugikan negara Rp3,6 triliun dalam kerja sama tersebut. Tommy Winata pun sempat diperiksa di Mabes Polri terkait hal tersebut. Proyek tersebut juga tak terwujud karena adanya masalah pembebasan lahan. (K65)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper