Bisnis.com, PALEMBANG — Pemerintah daerah di Sumatra Selatan diminta untuk menerapkan strategi jangka pendek dalam meredam inflasi di daerah itu yang sudah melaju tinggi.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya (Unsri) Soekanto Sairuki mengatakan kucuran APBD untuk perlindungan sosial merupakan langkah yang cukup efektif dalam waktu yang tersisa untuk dua bulan ke depan.
“Bantuan sosial itu bisa efektif untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga-harga. Kalau daya beli ini turun efeknya akan lebih panjang karena berujung pada tingkat kemiskinan,” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (11/10/2022).
Dia mengatakan penanganan jangka pendek perlu diperkuat lantaran pada akhir tahun terdapat momen-momen yang biasa memicu kenaikan harga, yakni Natal dan Tahun Baru.
“Terpenting untuk jangka pendek dulu, kalau tidak diredam bisa babak belur kita,” katanya.
Soekanto menerangkan bahwa pengendalian inflasi yang disebabkan kelompok harga yang diatur pemerintah (administered price), seperti harga bahan bakar minyak (BBM) memang lebih pelik ketimbang harga volatile foods.
“Pasalnya efek domino dari BBM itu kan banyak, mulai dari sektor transportasi hingga ke listrik,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa kebijakan penaikan harga BBM itu sudah memberikan dampak terhadap dua pihak, yaitu pengusaha maupun konsumen. Sehingga memang diperlukan upaya ekstra untuk mengatasi rentetan imbas dari kenaikan harga itu.
Soekanto menambahkan, pemerintah pun perlu mewaspadai potensi inflasi dari volatile food pada akhir tahun ini.
Dia melanjutkan pemerintah bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) perlu menjaga pasokan saat adanya potensi peningkatan (demand).
“Distribusi barang yang lancar juga bisa menjaga stabilitas harga di pasar,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya mengatakan pihaknya memastikan penanganan inflasi bersifat segera dan tepat sasaran.
"Sebab, inflasi ini sangat berdampak pada masyarakat. Angka kemiskinan tentu akan meningkat akibat inflasi ini. Langkah yang harus dilakukan tentunya harus tepat sasaran," tegasnya.
Menurutnya, pemerintah pusat sendiri telah mengeluarkan instruksi pengendalian inflasi dapat dilakukan melalui penyerapan 2 persen Dana Transfer Umum (DTU) dan penyerapan Belanja Tak Terduga (BTT).
DTU dan BTT tersebut dapat dikucurkan untuk bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak inflasi akibat penyesuaian harga BBM dan lainnya.
"Pemerintah pusat telah memberikan kita senjata untuk mengendalikan laju inflasi tersebut melalui DTU dan BTT. Jika dilakukan tepat sasaran, maka akan cukup efektif dalam menekan laju inflasi tersebut. Upaya ini harus dilakukan diberbagai sektor," paparnya.
Dia menyebut, upaya pengendalian laju inflasi juga harus dilakukan untuk sektor pangan. Sebab pangan sendiri merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi inflasi.
"Bupati dan walikota harus turun menggelar operasi pasar. Harga pangan ini tidak boleh naik terlampau tinggi, khususnya beras. Apalagi Sumsel ini merupakan daerah swasembada beras," terangnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Sumsel SA Supriono menyebut inflasi yang saat ini terjadi dipengaruhi oleh penyesuaian harga BBM yang menyebabkan meningkatnya tarif angkutan roda dua daring dan tarif angkutan umum dalam kota.
Tidak hanya itu, inflasi juga disumbang oleh naiknya harga pangan seperti beras.
"Kami terus lakukan upaya pengendalian inflasi, seperti bazar beras murah, pendampingan penyuluh pertanian dan peternakan, pendampingan kelautan, dan pendampingan peningkatan ekonomi," katanya.
Bahkan, Pemprov Sumsel akan melakukan pengembangan kerjasama antar daerah baik dalam provinsi maupun luar provinsi.
"Operasi pasar sedang dilakukan di 30 pasar di Palembang. Kami juga berikan bantuan 5 Kg beras untuk masyarakat miskin ekstrim," tuturnya.