Bisnis.com, MEDAN - Harga produk tepung terigu dalam negeri terdampak kenaikan harga gandum. Kondisi ini rentan dimanfaatkan para spekulan demi meraup keuntungan yang berlebihan.
Untuk itu, Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah I Medan Ridho Pamungkas mewanti-wanti para pelaku usaha. Menurutnya, ada berbagai celah yang bisa dimanfaatkan para pelaku usaha untuk berlaku curang di tengah lonjakan harga tepung terigu.
"Contohnya dengan menahan harga tetap tinggi meskipun nantinya harga gandum dunia sudah turun," ujar Ridho, Minggu (31/7/2022).
Kecurangan lain yang bisa dilakukan para pedagang nakal adalah dengan menerapkan praktik tying and bundling.
Tying sendiri adalah akal-akalan pedagang memberi syarat khusus kepada konsumen yang membeli tepung terigu darinya. Misalnya dengan mewajibkan konsumen turut membeli produk tepung terigu kelas dua saat membeli produk kelas satu atau dengan melarang konsumen membeli produk kelas dua dari pedagang lainnya.
Tak jauh berbeda dengan tying, bundling juga cara berdagang yang melanggar aturan yakni dengan mewajibkan konsumen untuk membeli beragam produk dalam satu paket secara bersamaan.
Baca Juga
Selama ini, kata Ridho, terdapat tiga kelas produk tepung terigu yaitu tepung terigu kelas satu atau produk dengan kandungan protein tinggi, kemudian tepung terigu kelas dua dengan kandungan protein sedang dan kelas tiga atau protein rendah.
Seiring kondisi yang terjadi, terdapat potensi perubahan perilaku konsumen dari yang awalnya mengonsumsi tepung terigu kelas satu menjadi tepung terigu kelas dua atau bahkan kelas tiga.
Sejauh ini, KPPU belum menemukan pelaku usaha yang melakukan dua cara curang tersebut di Kota Medan.
"Agar tepung dengan protein tinggi tetap laku, misalnya, distributor memberi syarat grosir agar tetap membeli tepung terigu protein tinggi jika mau membeli tepung yang protein rendah," kata Ridho.
Adapun, berdasarkan penelusuran KPPU di sejumlah pasar Kota Medan, diketahui bahwa harga tepung terigu rata-rata mengalami peningkatan 11-15 persen sejak Idulfitri 1443 Hijriah. Kenaikannya terjadi secara bertahap sebanyak sekitar 10 kali, mulai dari Rp4.000-Rp6.000 per zak.
Tepung terigu merek Segitiga Biru kemasan 25 kilogram misalnya. Pada April 2022 lalu, harganya masih Rp224.000 per zak. Namun kini sudah menjadi Rp256.800 atau naik 14,64 persen.
Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan baku produksi berbagai jenis makanan. Seperti roti dan mi. Di Indonesia, penggunaan tepung terigu didominasi oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan persentase 70 persen.
Soal kenaikan harga roti dan mi akibat lonjakan harga gandum dunia sebelumnya juga telah diingatkan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri acara di Lapangan Merdeka Kota Medan pada Kamis (7/7/2022).
"Hati-hati yang namanya komoditas pangan dunia, ini naik semuanya. Utamanya gandum. Kita juga impor gandum besar sekali, 11 juta ton impor gandum kita," kata Jokowi saat menghadiri acara Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional Ke-29.
Ridho pun mengamini bahwa penyebab kenaikan harga tepung terigu tak lepas dari dampak situasi geopolitik dunia.
Selama ini, Rusia dan Ukraina menjadi negara produsen gandum terbesar dunia yang merupakan bahan baku pembuatan tepung terigu.
Di sisi lain, kebijakan global pada masa pandemi juga menyebabkan banyak negara melakukan pembatasan ekspor. Dua faktor inilah yang diduga menjadi penyebab utama kebiakan harga produk tepung terigu dalam negeri
"Sementara sebagian besar kebutuhan terigu nasional masih bergantung pada impor," ujar Ridho.