Bisnis.com, MEDAN - Mandailing Natal merupakan daerah pertama yang memekarkan diri dari Kabupaten Tapanuli Selatan pada 1998. Kabupaten seluas 6.620,70 km² ini dikenal menyimpan kekayaan sumber daya alam yang melimpah.
Selain emas dan berbagai hasil tambang, terdapat harta karun lain yang juga sedang dieksploitasi. Di Kabupaten Mandailing Natal, terdapat gunung vulkan aktif yang menyimpan sumber panas bumi berlimpah.
Potensi di atas kemudian sampai ke telinga kalangan tertentu hingga akhirnya berdiri proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi yang mulai beroperasi pada 2016. Sesuai namanya, PLTP berlokasi di kaki gunung Sorik Marapi. Pembangkit listrik ini masuk dalam daftar proyek strategis nasional.
Pengembang proyek PLTP Sorik Marapi adalah PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), perusahaan yang 95 persen sahamnya dikantongi oleh KS Orka Renewables Pte. Ltd, yakni pengembang dan operator panas bumi berbasis di Singapura.
Kini, PLTP Sorik Marapi sudah menghasilkan kapasitas listrik 90 MW dari total target sebesar 240 MW. Proyek ini juga bagian dari program nasional listrik 35.000 MW.
Namun di balik semangat eksploitasi itu, mencuat cerita lainnya. Ternyata, keberadaan PLTP tersebut tak bermanfaat bagi sebagian penduduk Kabupaten Mandailing Natal.
Ironi. Hingga saat ini, terdapat setidaknya 10 desa di daerah itu yang belum menikmati penerangan layaknya hidup di zaman modern.
Padahal, di tempat mereka berdiri pembangkit listrik yang belakangan lebih banyak diperbincangkan karena tragedi keracunan massal ketimbang kontribusinya.
Bupati Mandailing Natal Jafar Sukhairi Nasution sempat lupa jumlah desa di daerahnya yang hingga kini tak dialiri listrik. Tapi setelah menerawang ulang, Jafar akhirnya ingat bahwa ada sekitar 10 desa lagi yang belum. Beberapa desa di antara berada di Kecamatan Muara Batang Gadis.
"Kurang lebih 10 desa belum," kata Jafar kepada Bisnis, Rabu (27/4/2022).
Jafar mengatakan, persoalan yang dialami 10 desa sudah pernah disampaikannya ke pihak PT SMGP dan PLN setempat. Namun hasilnya nihil.
"Kami sudah sampaikan, pernah beberapa kali. Tapi mereka itu gawean PLN, katanya. Begitu saja. Tahu lah seperti lempar bola," ujar Jafar.
Jafar tak menampik bahwa keberadaan proyek PLTP Sorik Marapi turut memberi manfaat kepada daerah. Seperti menyerap tenaga kerja lokal. Selain itu, Pemkab Mandailing Natal juga memeroleh 0,5 persen bonus produksi PLTP Sorik Marapi. Nilainya Rp1,9 miliar per tahun. Namun menurut Jafar, angka itu tak seberapa.
"Angka yang cukup memprihatinkan. Sedikit sekali," kata dia.
Sebelumnya, Jafar pasang badan untuk warga sekitar proyek PLTP Sorik Marapi yang menjadi korban keracunan massal. Dia meminta pemerintah pusat untuk melakukan kajian ulang terhadap proyek tersebut karena mengancam keselamatan warganya.
"Kalau itu terulang terus, artinya perlu bagi pemerintah pusat untuk melakukan kajian ulang. Kalau ini dianggap mencederai masyarakat saya, maka harus kita suarakan ke pemerintah pusat agar dikaji ulang," kata Jafar.
Humas PLN Unit Induk Wilayah Sumatera Utara Yasmir Lukman awalnya mengklaim bahwa seluruh desa di Kabupaten Mandailing Natal kini sudah dialiri listrik.
"Tidak ada, semua desa sudah berlistrik, kecuali dusun atau desa baru yang belum diinfokan ke PLN," kata Yasmir kepada Bisnis.
Yasmir kembali meyakinkan bahwa di Kabupaten Mandailing Natal sudah tidak ada lagi desa yang tidak berlistrik. Kalaupun ada, kata dia, seharusnya pemerintah daerah setempat menyampaikan ke PLN.
Namun beberapa saat kemudian, Yasmir meralat pernyataannya. Menurut Yasmir, ternyata memang terdapat beberapa desa lagi di Kabupaten Mandailing Natal yang kini masih gelap.
"Ralat info dari UP2K untuk Mandailing Natal sepertinya ada yang belum berlistrik," kata Yasmir.
Berdasar data PLN, di antara desa yang belum dialiri listrik tersebut adalah Desa Rantau Panjang, Desa Lubuk Kapundung 1 dan Desa Lubuk Kapundung 2. Desa-desa ini belum menikmati listrik dari PLN karena persoalan akses. Meski demikian, desa tersebut tetap mendapat penerangan mesti bukan dari listrik PLN.
"Belum berlistrik PLN, akses hanya melalui sungai sepanjang 35 kilometer," kata Yasmir.
Belakangan ini, nama PT SMGP melalui proyek PLTP Sorik Marapi kembali hilir-mudik di beranda pemberitaan. Penyebabnya tak lain akibat keracunan massal yang dialami warga desa sekitar proyek. Tak tanggung-tanggung, tragedi serupa terjadi tiga kali kurun setahun.
Lima dari 49 warga Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, yang jadi korban keracunan meregang nyawa pada peristiwa pertama awal 2021 silam. Sebagian dari mereka adalah anak-anak. Korban diduga menghirup gas Hidrogen sulfida (H2S). Kasus ini berujung perdamaian antara korban dan PT SMGP.
Tak berhenti di situ, kejadian serupa terulang pada awal Maret 2022. Terdapat 58 warga yang dilarikan ke rumah sakit dengan gejala sama, yakni mual dan pusing. Saat ini, kasus masih ditangani Polda Sumatra Utara.
Peristiwa keracunan massal teranyar dialami oleh 21 warga pada Minggu (24/4/2022) pagi. Sebagian dari korban merupakan anak-anak di bawah umur, termasuk bayi.
Kali ini, tragedi keracunan diiringi dengan peristiwa semburan lumpur yang diduga bercampur gas beracun. Kebocoran terjadi akibat well kick dari salah satu area pengeboran sumur panas bumi. Video amatir semburan lumpur setinggi 30 meter itu kemudian beredar di media sosial dan menjadi sorotan.
Desa Sibanggor Julu diketahui berada tak lebih dari 400 meter dari lokasi proyek PLPT Sorik Marapi. Desa ini berada tepat di kaki gunung vulkanik dan dihuni 460 kepala keluarga dari ribuan jiwa. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani.
Bentuk permukiman Desa Sibanggor Julu dikenal dengan keunikannya. Kesan tradisional dan khas terpancar jelas dari rumah-rumah mereka. Di sini, warga memanfaatkan ijuk sebagai atap.
Konon, Desa Sibanggor Julu merupakan desa kuno yang sudah ada sejak ratusan tahun silam. Terletak di kaki gunung membuat udaranya terasa begitu sejuk dan asri. Miris, di tengah segala karunia inilah tragedi keracunan massal justru melanda.
Satu di antara keluarga korban, Muklis Nasution, menceritakan saat-saat mencekam saat gas beracun diduga menyebar di antara nafas warga.
Pagi itu, Muklis masih berada di rumahnya. Sedangkan istri, Anny Tanjung, tengah pergi ke sawah.
Tiba-tiba, situasi mulai menegangkan tatkala sejumlah warga mengalami pusing dan diboyong ke rumah sakit. Satu di antaranya merupakan bayi berusia enam bulan.
Saat kepanikan mulai merebak, Muklis melihat istrinya berjalan sempoyongan kembali ke rumah. Anny ternyata juga mengalami mual dan pusing. Wanita berusia 42 tahun itu bahkan nyaris pingsan.
Sesaat sebelumnya, warga sempat mendengar suara gemuruh. Suara itu belakangan diketahui bersumber dari kebocoran sumur yang menyebabkan semburan lumpur setinggi sekitar 30 meter di lokasi PLTP.
"Istri saya mendengar seperti ledakan saat masih di sawah. Kemudian dia pulang ke rumah sudah merasa mual dan pusing, bahkan sempat mau pingsan," kata Mukhlis.
Sadar terjadi sesuatu pada istrinya, Mukhlis langsung memboyong Anny ke rumah sakit.
"Saya langsung, 'Ah, sudah kena gas H2S lah ini'. Makanya langsung saya bawa ke rumah sakit, karena juga banyak warga lain duluan kena," kata Mukhlis.
Emosi Mukhlis sempat memuncak. Namun puasa mengingatkannya untuk meredam amarah. Kekesalan Muklis bukan tanpa alasan. Kekhawatirannya selama ini benar-benar terjadi. Bencana itu menimpa sang istri tercinta.
"Saya sendiri sebenarnya sudah geram juga. Ternyata kena istri saya. Tetapi masih bisa ditahan lantaran Bulan Puasa," kata Mukhlis saat menemani istrinya terkapar lemas di kasur rumah sakit.
Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris mengatakan, pihaknya telah menerbitkan surat instruksi penghentian sementara kegiatan pengeboran dan uji alir sumur kepada SMGP.
Pertimbangannya tak lain adalah aspek keselamatan dan perlindungan lingkungan.
"Upaya penanganan semburan liar yang dilakukan SMGP berjalan efektif dan semburan secara bertahap mereda hingga pada pukul 16.40 WIB (kemarin) sumur telah dapat dikendalikan sepenuhnya," kata Harris melalui siaran pers dikutip Selasa (26/4/2022).
Sementara itu, melalui format tertulis, pihak PT SMGP menyampaikan pernyataan resminya mengenai tragedi keracunan massal yang terjadi pada Minggu (24/4/2022) lalu.
PT SMGP berjanji berkomitmen untuk memberikan bantuan kesehatan bagi masyarakat setempat. Perusahaan juga mengaku akan terus melakukan penanganan dan pengamanan sumur T-12 untuk menghilangkan potensi well kick.
Manajemen PT SMGP memohon diberi waktu untuk melakukan penanganan lanjutan.
"Untuk sementara, SMGP menghentikan kegiatan pengeboran dan uji alir sumur," petikan isi siaran pers mereka.
Saat ini, tim Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM juga tengah melakukan investigasi untuk mencari penyebab utama dari well kick. Investigasi dilakukan bersama tim PT SMGP dan Polda Sumatra Utara.
"Terkait dampak langsung akibat dari semburan lumpur, SMGP bertanggung jawab dan terus melakukan langkah-langkah penanggulangan dengan bekerja sama dengan masyarakat," isi pernyataan resmi PT SMGP.
Kepala Bidang Humas Polda Sumatra Utara Kombes Hadi Wahyudi mengatakan, Polda Sumatra Utara akan memanggil para pihak terkait mengenai dugaan kebocoran gas beracun.
"Kalau pendalaman dengan memanggil pihak terkait, itu selanjutnya. Langkah awal adalah mengevakuasi warga yang terdampak," kata Hadi.
Hadi mengatakan, petugas akan melakukan pendalaman. Termasuk terhadap perkara keracunan massal yang terjadi pada Maret 2022 lalu.
"Masih berproses," kata Hadi.
PT SMGP adalah pemegang sah hak mengelola dan mengembangkan sumber daya panas bumi di Wilayah Kerja Panas Bumi Sorik Marapi - Roburan - Sampuraga di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara.
PT SMGP memperoleh Izin Usaha Panas Bumi (IUP) pada 2010 dan Izin Panas Bumi (IPB) sejak 2015. Wilayahnya tercakup seluas 62,900 hektare dan potensi sumber daya panas bumi mencapai 240 MW.
Pada tahun 2016, KS Orka Renewables Pte. Ltd mengambil alih 95 persen saham PT SMGP dari sponsor terdahulunya. Hingga saat ini, PT SMGP telah mencapai Commercial Operating Date (COD) untuk Unit I sebesar 45 MW tahun 2019 dan Unit II sebesar 45 MW tahun 2021.
Sejak proyek mulai dilaksanakan beberapa tahun lalu, nyaris seluruh warga desa di sekitar lokasi konsesi panas bumi menolak. Mereka sempat menunjukkan perlawanan dengan memblokir Jalan Lintas Sumatra. Peristiwa kelam itu bahkan menelan korban jiwa meninggal dunia.
Namun seiring waktu, sebagian warga yang dulunya menolak mulai beralih karena berbagai alasan, seperti dipekerjakan dalam proyek atau alasan tertentu. Kini, tak sedikit dari mereka yang juga rela menjual tanahnya.