Bisnis.com, PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat mengalokasikan replanting kelapa sawit di tahun 2022 ini seluas 8.000 hektare. Target ini masih sama dengan target pada tahun 2021 kemarin.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar Syafrizal mengatakan kembalinya Sumbar mendapat alokasi replanting atau peremajaan kelapa sawit itu, sebagai bentuk upaya meningkatkan produktivitas.
"Kita melihat cukup luas perkebunan kelapa sawit di Sumbar untuk direplanting. 8.000 hektare yang dialokasikan itu belum semuanya tercover oleh kita. Tapi melihat tahun 2021, realisasi sangat rendah," katanya kepada Bisnis di Padang, Rabu (2/2/2022).
Dia menjelaskan melihat pada kondisi realisasi replanting Sumbar pada tahun 2021 itu, hanya 30 persen atau 2.400 hektare, dari alokasi 8.000 hektare.
Penyebab rendahnya realisasi itu, karena masih enggannya petani untuk melakukan replanting, mengingat tengah bagus harga kelapa sawit yang terjadi sejak pertengahan tahun 2021 lalu.
"Mereka enggan replanting, harga lagi bagus. Kami pun memahami itu, dan tidak bisa memaksa petani untuk replanting, agar kuota 8.000 hektar itu termanfaatkan dengan maksimal," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Jejeng itu menyatakan kendati di tahun 2021 realisasi replanting kelapa sawit di Sumbar tidak tercapai. Tahun 2022 ini Sumbar masih dipercaya untuk menargetkan replanting dengan kuota yang sama.
Namun Jejeng mengakui kondisi yang terjadi pada tahun 2021 itu, akan kembali terjadi di tahun 2022 ini. Artinya replanting kelapa sawit di Sumbar di tahun 2022, belum bisa dijamin akan berjalan 100 persen.
"Saya melihat realisasi replanting kelapa sawit di tahun 2022 ini, mungkin tidak jauh berbeda dengan tahun 2021 itu," sebutnya.
Kendati telah melihat tersendatnya realisasi replanting kelapa sawit pada tahun 2021 itu, Jejeng pun menyatakan belum memiliki ide baru, agar replanting berjalan optimal di tahun ini.
Hal ini dikarenakan harga sawit masih tinggi. Di Sumbar pada awal Februari 2022 ini, harga tandan buah segar (TBS) sawit di angka Rp3.500 per kilogram.
"Kini harga sawit terbilang masih bagus. Artinya petani bakalan belum mau untuk melakukan direplanting. Masih sama dengan kondisi tahun 2021," ungkapnnya.
Jejeng melihat enggannya petani untuk melakukan replanting itu, merupakan hal yang wajar. Karena setelah sekian lama berkebun sawit, tapi harga nya jauh dari kata layak.
Terutama untuk perkebunan rakyat, harga kelapa sawit yang mereka nikmati selalu berada di bawah Rp1.000 per kilogram. Sementara kini, perkebunan rakyat bisa menikmati harga TBS sawit terendah Rp2.000 per kilogram.
"Kita tentu menyambut baik dengan kondisi harga sawit ini, karena turut mengangkat perekonomian petani. Di satu sisi, tentu kita berharap, jangan menunda untuk direplanting," harapnya.
Jejeng mengatakan replanting kelapa sawit itu bukan bertujuan untuk mengurangi produktivitas, melainkan untuk meningkatkan produktivitas.
Sebab bila usia tanaman kelapa sawit sudah di mencapai 25 tahun, secara kuantitas dan kualitas akan berkurang. Selain itu petani akan mengalami kendala saat memanennya, karena tanaman mulai menjulang tinggi.
"Cuma yang itu, jika replanting, butuh 5 tahun untuk menunggu bisa dipanen lagi. Tapi ini bukan berarti petani bakal diam dan tanpa ada penghasilan," sebutnya.
Jejeng menyampaikan Pemprov Sumbar punya program bagi petani sawit yang melakukan replanting kelapa sawit itu, yakni menyediakan bibit jagung.
Menurutnya dalam masa replanting, petani bisa menanam jagung di kawasan perkebunan sawit itu. Tanaman jagung itu dipastikan tidak mengganggu proses replanting.
"Bisa tanam jagung. Artinya tidak bakalan mengganggu ekonomi petani. Jagung itu bisa dipanen sekitar 4 bulan sekali," ucapnya.
Untuk itu, Jejeng menghimbau kepada petani sawit, agar tidak perlu ragu untuk melakukan replanting. Namun bila pertimbangan soal harga lagi bagus, sah-sah jika masih ingin terus bertahan dengan kondisi sawit yang demikian. (k56).