Bisnis.com, MANDAILING NATAL- Jajaran Dinas Kehutanan Pemprov Sumatra Utara tuntas menelusuri penyebab banjir dahsyat yang melanda sejumlah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara, beberapa waktu lalu.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Pemprov Sumatra Utara Herianto, banjir itu tidak disebabkan oleh praktik deforestasi maupun illegal logging.
Melainkan murni akibat intensitas curah hujan yang tinggi. Kondisi itu menyebabkan sejumlah aliran sungai meluap hingga akhirnya menyebabkan banjir di daerah hilir, khususnya di kawasan Pantai Barat.
"Hasil peninjauan kami, banjir itu tidak disebabkan oleh illegal logging," kata Herianto kepada Bisnis, Kamis (30/12/2021).
Herianto mengatakan, curah hujan dengan intensitas tinggi melanda sejumlah titik di Kabupaten Mandailing Natal selama tiga hari berturut. Tepatnya sejak Jumat (17/12/2021) hingga Minggu (19/12/2021).
Pada puncaknya, curah hujan menyebabkan air ketinggian air meningkat hingga 274 milimeter. Intensitas hujan selama tiga hari berturut dinilai jauh di atas normal.
Pada saat bersamaan, kata Herianto, terjadi pasang air laut sehingga menyebabkan arus sungai di muara tertahan. Menurutnya, inilah yang membuat genangan air sungai tidak terkendali.
"Secara umum, penyebab banjir adalah tingginya intensitas curah hujan dari tanggal 17 Desember 2021 sampai dengan 18 Desember 2021," kata Herianto.
Terpisah, warga Desa Pasar III Natal, Kecamatan Natal, Ikhwan AB, mengungkap bahwa sudah banyak kawasan yang dulunya hutan kini beralih menjadi perkebunan. Khususnya di kawasan Pantai Barat.
Menurutnya, alih fungsi lahan merupakan faktor yang memperparah bencana alam.
"Tidak ada lagi hutan di daerah Pantai Barat ini. Rata-rata sudah beralih fungsi jadi perkebunan. Bahkan kalau dilihat di kawasan pesisir, semua sudah jadi perkebunan sawit," kata Ikhwan kepada Bisnis.
Di sisi lain, masyarakat awam tidak mengetahui secara persis batas kawasan hutan lindung dengan Area Penggunaan Lain (APL). Sehingga sulit bagi mereka untuk mengawasi praktik illegal logging maupun deforestasi.
"Karena biasanya mereka berlindung di status-status lahan itu. Mana saja yang lahan APL, hutan produksi dan hutan lindung, banyak masyarakat yang tidak paham. Tapi kalau memang benar-benar mau dikaji, pasti terlihat di mana saja titik-titik deforestasi," kata Ikhwan.
Sebelumnya, bencana alam banjir dan longsor melanda 16 kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara. Setidaknya 16.446 jiwa sempat mengungsi. Banjir terparah melanda Kecamatan Natal dan Kecamatan Muara Batang Gadis.
Saat bencana terjadi, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi meninjau lokasi via udara. Saat itu, Edy mengaku melihat sejumlah potongan kayu yang hanyut.
"Di Mandailing Natal itu banjir lima tahunan. Memang ada kegiatan ilegal, baik itu tambang ilegal, tambang galian C yang juga ilegal dan juga ditemukan potongan-potongan kayu. Itu yang sedang kami pelajari," kata Edy di rumah dinasnya, Senin (20/12/2021).
Untuk mengetahui sumber kayu-kayu itu, Edy mengutus jajaran di dinas kehutanan ke lokasi. Edy pun kembali berjanji akan menindak oknum yang selama ini melakukan tindakan-tindakan ilegal sehingga memperparah bencana alam.
"Saya belum bisa memastikan, nanti akan kita lihat. Nanti kita sampaikan pada masyarakat dan kita tindak orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan ilegal," kata dia.