Bisnis.com, PEKANBARU - Lembaga Adat Melayu Riau meminta kepada PT Pertamina (Persero) dan operator Blok Rokan mulai 9 Agustus 2021 yaitu PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), untuk mengelola salah satu blok migas terbesar di Indonesia itu dengan sifat inklusif-partisipatif.
“Kami melihat tanda-tanda ke arah pengelolaan yang inklusif-partisipatif itu, sampai sekarang belum ditunjukkan oleh Pertamina. Masih ada sedikit waktu bagi BUMN itu untuk menyampaikan komitmen-komitmennya kepada masyarakat adat,” ujar Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau Datuk Seri H. Al Azhar, Rabu (28/7/2021).
Dia menjelaskan komitmen tersebut sangat penting dijalankan, karena tanpa kejelasan komitmen, sifat eksploitatif seperti dipraktikkan PT CPI selama ini akan kembali terjadi, dan cepat atau lambat akan menimbulkan gejolak perlawanan yang akan merugikan Pertamina sendiri. Pihaknya meminta Pertamina untuk berubah sikap terhadap masyarakat adat dalam pengelolaan Blok Rokan.
Selanjutnya, bentuk pengelolaan yang inklusif-partisipatif itu meliputi berbagai aspek. Pertama, rekrutmen tenaga kerja tempatan, baik sebagai karyawan Pertamina sendiri, maupun pekerja di mitra-mitra (kontraktor) mereka.
“Harus ada kebijakan dan praktik afirmatif yang mengikat, bahwa tenaga kerja lokal diutamakan dengan kuota minimal 70 persen, seperti yang diputuskan Kongres Rakyat Riau II tahun 2000 lalu,” ujarnya.
Kedua, akses yang nyata pada peluang bisnis bagi perusahaan tempatan, baik di sektor servis, pemeliharaan, maupun operasi. Di samping memperluas lapangan kerja bagi masyarakat adat dan warga Riau lainnya, pengutamaan perusahaan lokal akan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Riau.
Ketiga, investasi Bisnis to Bisnis sebanyak 39 persen harus diprioritaskan ke badan usaha milik masyarakat adat. Hal itu selaras dengan amanat Presiden RI, Joko Widodo, sewaktu penabalan gelar adat Datuk Seri Setia Amanah Negara oleh Lembaga Adat Melayu Riau pada 15 Desember 2018 yang lalu. Waktu itu Jokowi menyampaikan kepada Pertamina, agar "Blok Rokan jangan dikelola sendiri; libatkan yang namanya daerah sebesar-besarnya. Kalau daerah mampu memegang lebih besar, kenapa tidak?"
Keempat, kewajiban mengalokasikan pancung alas bagi masyarakat adat pemilik wilayah operasi, yang diatur dalam persentase yang disepakati bersama.
Datuk Seri H. Al azhar mengatakan selama 97 tahun Blok Rokan beroperasi, berbagai entitas perusahaan dan yang terakhir PT CPI, hak-hak masyarakat adat di wilayah kerja Blok Rokan tidak diperhatikan, baik dalam bentuk kebijakan maupun praktiknya. Kenyataan-kenyataan adanya masyarakat adat dan wilayahnya di sekitar operasi dan konsesi diabaikan.
“Masyarakat adat hanya menjadi penonton di pentas pengisapan milyaran barel minyak yang ditakdirkan Allah Ta'ala berada di perut bumi wilayah mereka. Kesejahteraan mereka memprihatinkan, dan mereka hidup dalam apa yang disebut resource curse, kutukan sumber daya alam yang kaya. Kita tak mau keadaan terhina itu terus berlanjut," ujarnya.
Untuk itu LAMR sudah dua kali mengundang Dirut PT PHR untuk mempresentasikan komitmen-komitmennya. Tetapi dengan alasan pandemi Covid-19, kedua undangan tersebut belum dipenuhinya. "Bagi LAMR, itu menjadi tanda Pertamina cenderung hanya akan menjadi CPI baru."
Padahal aspirasi-aspirasi sudah disampaikan ke Kementerian ESDM, tak lama sesudah pemerintah memutuskan alih-kelola Blok Rokan dari CPI ke Pertamina.
Dengan Komisi VII DPR RI sudah ada dengar pendapat, diikuti kunjungan pimpinan dan anggota komisi tersebut ke Riau. Secara khusus, Komisi VII menegaskan ke Pertamina untuk tidak menjadikan masyarakat Riau sebagai penonton.