Bisnis.com, MEDAN - Hingga pertengahan tahun 2021, Dinas Perkebunan (Disbun) Sumut mencatat dana peremajaan sawit rakyat (PSR) Sumatra Utara belum disalurkan.
Saat ini proses verifikasi luas lahan petani sawit yang diajukan untuk program PSR masih berlangsung di tingkat kota/kabupaten.
Wakil Ketua Tim PSR Disbun Sumut Banua Pane mengatakan, keterlambatan ini terjadi karena sebagian kebun sawit milik kelompok tani (poktan) bermasalah legalitas lahannya.
"Karena kalau dari Dinas Kehutanan dinyatakan tidak jelas legalitasnya, kami tidak bisa proses. Rata-rata hal itu yang terjadi di Sumut," kata Banua Pane di Kantor Disbun Sumut, Senin (21/6/2022).
Banua menjelaskan, verifikasi berkas untuk program PSR ini dilakukan bertahap, mulai dari verifikasi di tingkat kabupaten, ke tingkat provinsi, lalu disampaikan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kata Banua, sepanjang berkas mengenai legalitas lahan sawit petani ini tidak bermasalah, verifikasi dapat terus berlanjut.
Selama ini, banyak lahan sawit yang diklaim petani miliknya, namun berada di kawasan hutan. Masalah lain yang terjadi adalah lahan sawit yang belum jelas izin Hak Guna Usaha (HGU)-nya.
Kendala ketiga adalah terbatasnya dana kelompok tani untuk mengajukan berkas permohonan HGU kepada Badan Pertanahan Negara (BPN).
"Waktu mau ngecek lahan, kan ada biaya. Sementara tidak ditanggung dari dana PSR. Petani pun tidak punya uang," imbuh Banua.
Adapun, tahun ini Tim PSR Disbun Sumut ditargetkan meremajakan 25.500 hektare sawit rakyat. Bila masalah legalitas lahan belum dituntaskan, Tim PSR ragu target PSR dapat tercapai.
Karena itu, Tim PSR meminta pemerintah pusat untuk ikut membantu menyelesaikan masalah legalitas tanah tersebut, sehingga target realisasi PSR dapat tercapai tahun ini.
Diketahui, alokasi dana program PSR ini sebesar Rp30 juta per hektare untuk tahun ini. Alokasi dana tersebut sama dengan alokasi dana di tahun 2020.