Bisnis.com, PADANG - Dulunya, di Nagari Balah Hilia, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat, merupakan tempat berlangsungnya aktivitas tambang galian C.
Kegiatan tambang galian C itu diketahui sudah berlangsung sejak tahun 2014. Pemandangan bongkahan tanah yang berkerikil masih terlihat di kawasan tersebut.
Beberapa tahun terakhir ini, kegiatan tambang galian C pun terhenti, setelah berapa kali dari tim terpadu melakukan razia kepada aktivitas galian C tersebut, karena dinilai telah merusak lingkungan.
Kini bekas kawasan tambang galian C itu, disulap jadi kawasan yang indah dan dipersiapkan jadi Lahan Akses Terbuka atau Taman Ekowisata Berbasis Air.
Bertepatan pada kegiatan Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2021, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Gubernur Sumbar Mahyeldi serta selaku tuan rumah Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, telah meresmikan Taman Ekowisata Berbasis Air tersebut.
Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur mengatakan lahan akses terbuka taman wisata yang diresmikan itu dulunya merupakan lokasi pertambangan galian C yang telah mulai beroperasi sejak tahun 2014.
Dengan adanya taman ekowisata ini, dapat dilakukan upaya pemulihan lahan, sehingga kedepannya bisa menjadi lahan yang produktif.
"Kehadiran taman ekowisata akan sangat membantu untuk perkembangan khususnya di bidang ekonomi di daerah” ujar Suhatri, Kamis (17/6/2021).
Dia menjelaskan ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata berbasis lingkungan dengan mengedepankan aspek konservasi alam, memberi manfaat secara ekonomi, dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat lokal.
Di kesempatan yang sama, Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan salah satu permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi bagi pemerintah adalah penambangan tanpa izin (ilegal) yang sebagian besar dilakukan oleh masyarakat.
Pada satu sisi, aktivitas tambang ini dapat menunjang kebutuhan ekonomi untuk kehidupan dan penghidupan masyarakat. Namun pada sisi lain, malah berdampak buruk terhadap kondisi lingkungan.
"Kita juga melihat bahwa peristiwa penambangan tanpa izin ini, pada akhirnya justru menyebabkan tidak hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah ekonomi masyarakat," ucapnya.
Mahyeldi melihat masalah lingkungan yang timbul akibat aktivitas penambangan ilegal adalah berupa kerusakan lahan. Dimana lahan yang pada awalnya merupakan lahan produktif, seperti ladang, kebun dan sawah.
Namun setelah aktivitas penambangan berakhir, lahan-lahan tersebut menjadi tidak produktif lagi, tidak bisa digarap dan diolah yang pada akhirnya membuat masyarakat tidak lagi bisa mengandalkannya sebagai sumber ekonomi untuk kehidupan dan penghidupannya.
"Kerusakan lahan akibat aktivitas penambangan, juga dapat mengakibatkan tanah longsor seperti yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Solok Selatan, bahkan dalam beberapa kejadian yang diikuti dengan korban jiwa," sebut Mahyeldi.
Salah satu lahan bekas aktivitas penambangan adalah yang berada di Kecamatan Lubuk Alung. Hamparan kerusakan lahan bekas penambangan tanpa izin seperti yang ada di kawasan taman ekowisata yang diperkirakan luas lahan 16 hektar.
Sebahagian berada di Nagari Balah Hilia, sementara sebahagian lagi berada di Nagari Lubuk Alung. Sebelum adanya aktivitas penambangan, lahan ini terlebih dahulu merupakan kebun-kebun dan kolam-kolam ikan budidaya masyarakat yang merupakan tonggak penopang ekonomi.
"Kita patut bersyukur, hari ini kita bisa melihat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka (PKLAT) telah melakukan pemulihan kerusakan lahan tambang seluas 3,2 hektar di Nagari Balah Hilia ini," ujarnya.
Saat ini masyarakat bisa menikmati hasil dari upaya pemulihan tersebut. Pada tahun anggaran 2021, upaya pemulihan ini rencananya akan dilanjutkan untuk lahan kurang lebih dari 2,9 hektar yang lokasinya terletak di Nagari Lubuk Alung, yang juga merupakan satu kesatuan kesatuan dengan lokasi yang terletak di Nagari Balah Hilia.
"Besar harapan saya, sinergi kita bersama dapat memberikan dukungan bagi pengembangan dan kemajuan masyarakat Lubuk Alung secara umum dan bagi Taman Ekowisata Nagari Balah Hilia secara khusus. Ke depannya, objek ekowisata bisa menggerakan kawasan ini dengan berbagai even wisata dan olahraga," tegas gubernur.
Sementara itu, Plt Dirjen PPKL KLHK Sigit Reliantoro menjelaskan kegiatan pemulihan lahan bekas tambang rakyat ini, bermula lihat permukaan lahan yang tidak beraturan dan meninggalkan lubang-lubang bekas tambang.
Apabila dilihat dari kondisi lahan yang ditumbuhi rumput dan belukar, dengan lubang berair yang ditumbuhi eceng gondok, mengindikasikan lahan ini tidak produktif.
Padahal sebelum tahun 2005, lahan ini berupa hamparan sawah yang sangat subur dengan saluran air yang tertata. Setelah tahun 2014, tinggal lubang-lubang yang berisi air berwarna coklat, tanah suburnya hilang dan tinggal berpasir.
"Akibat adanya aktivitas tambang galian C, pada akhirnya merusak sempadan sungai dan menurunkan kualitas air sungai," ungkapnya.
Dari kondisi kerusakan lahan yang demikian tersebut, pada tahun 2018 bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung menyusun Studi Kelayakan (FS) dan Rancangan Teknik Terinci (DED) melalui proses membangun komunikasi dengan Nagari dan masyarakat.
Hasil perancangan tersebut mengarah pemulihan lahan dengan konsep ekowisata. Selanjutnya pada tahun 2020, dilaksanakan pemulihan lahan dan menjadi Taman.
"Untuk itulah kami hadir untuk pemulihan lahan ini dilaksanakan dengan tujuan memperbaiki kualitas lingkungan hidup agar fungsinya dalam mendukung tata air menjadi lebih baik," ujarnya.
Menurut Sigit, Secara ekonomi memberikan alternatif penghasilan bagi masyarakat dan secara sosial budaya menjadi sarana untuk berbagai kegiatan kenagarian dan masyarakat.
Dimana untuk konsep Ekowisata Berbasis Air tersebut diterapkan dengan menata lubang tambang agar berfungsi sebagai sarana meningkatkan kualitas air sebelum masuk ke sungai.
Selain sebagai wahana bermain, Sumatera Barat yang dikenal dengan berbagai lubuk larangan, "maka salah satu lubang dapat ditebar ikan dan dijadikan sebagai lubuk larangan atau atraksi bermain dengan ikan yang berwarna-warni," sarannya.
Selain itu, Sigit juga menjelaskan, bahwa tempat wisata ini juga sebagai tempat edukasi, wisata ini juga didukung dengan sarana listrik tenaga surya. Dengan sarana listrik ini, kegiatan penyiraman dan kebutuhan akan air dapat terpenuhi, sehingga tempat ini nantinya bisa hijau dan mendukung upaya peningkatan kualitas tutupan lahan yang menjadi target Gubernur maupun Bupati sebagaimana dimuat dalam RPJMD.
Lebih lanjut disampaikan oleh Sigit bahwa kedepannya objek ekowisata ini ditargetkan tidak hanya sekedar mendatangkan pengunjung penikmat wisata, namun juga bisa memancing beragam satwa yang berguna bagi keseimbangan dan restorasi lingkungan.
Hal ini dikarenakan, dengan adanya kondisi lingkungan yang masih rimbun itu, akan menjadi kawasan ekowisata itu mendatangkan pengunjung. Namun juga akan mendatangkan satwa-satwa yang melahirkan habitat baru yang lebih baik.
"Dengan begitu maka restorasi lingkungan kita akan tetap terjaga," tegas Sigit. (k56)