Bisnis.com, PADANG - Harga gambar di Provinsi Sumatra Barat berada dikondisi terburuk dan menyebab ekonomi petani gambir tidak stabil. Sepanjang tahun ini harga gambir masih berada di bawah Rp20.000 per kilogram.
"Terakhir ini harga gambir hanya Rp13.000 per kilogramnya. Kalau bicara harga yang cukup menguntungkan petani harga gambir itu minimal di angka Rp28.000 per kilogramnya," kata Henki petani gambir di Kabupaten Pesisir Selatan kepada Bisnis, Selasa (8/9/2020).
Dia menyebutkan harga Rp13.000 itu dapat dikatakan jauh dari untung. Sebab proses untuk membuat gambir itu benar-benar tidak lah mudah dan membutuhkan waktu yang panjang bahkan hingga 15 hari.
"Kami masyarakat petani gambir mengistilahkan jika bertani gambir itu hanya satu yang tidak berkeringat di tubuh ini yaitu gigi dan selebihnya bercucur keringat," ujar dia.
Hal tersebut bentuk gambaran bahwa proses yang dilalalui untuk bertani gambir itu tidaklah mudah. Untuk itu ketika adanya kondisi harga yang sangat buruk membuat petani banyak yang mundur.
Hengki menjelaskan kondisi yang demikian telah dilalui sepanjang tahun 2020 ini. Bila melihat pada tahun 2019 lalu, harga gambir bisa di atas Rp25.000 per kilogram nya. Tidak tahu penyebabnya sejak memasuki tahun 2020 harganya benar-benar anjlok.
Kendati dinilai berada disituasi yang sangat buruk, Hengki secara pribadi merasa tidak pernah mundur untuk terus memproduksi gambir dari perkebunannya yang luas mencapai 3 hektare itu.
Meskipun itu bila dihitung biaya panen hingga mencetak gambir dan menjemurnya hingga kering tidak sebanding dengan harga saat ini, petani gambir tetap konsisten untuk pergi ke kebun memanen daun gambir nya.
Harga Rp13.000 per kilogramnya itu dinilai sebuah harga yang membuat petani sangat rugi. Karena bila dihitung biaya untuk memproduksi gambir itu cukup besar, seperti kayu api, upah buruh, biaya kebutuhan hidup di kebun dan lainnya, membutuhkan dana sedikitnya Rp500.000.
"Jadi bila gambir yang dijual itu total beratnya hanya 50 kilogram saja, maka penghasilan kami hanya Rp650.000 dengan hitungan setiap 15 hari lamanya dan ini pun bila cuaca bagus karena perlu mendapatkan kondisi gambir yang sudah kering dijemur," jelasnya.
Dengan upah yang demikian jika dihitung dari modal untuk memulai memanen gambir itu, tidak ada kata untung di sana. Tapi hal tersebut tidak menjadi pemikiran yang terlalu serius oleh sebagian petani, karena yang terpenting saat ini supaya keluarganya bisa tetap makan dari waktu ke waktu.
Berbicara masa jayanya, dulu sewaktu masa kepimpinan Susilo Bambang Yudhoyono jadi Presiden Indonesia, harga gambir berada di angka Rp100.000 per kilogramnya. Bahkan harga terendahnya itu hanya Rp75.000 per kilogramnya.
Disaat masa-masa itu, Hengki mengaku perekonomian petani gambir di Pesisir Selatan maupun di daerah lainnya di Sumbar benar-benar merasa sangat bagus. Bahkan kendaraan roda empat dengan berbagai merek keluar masuk kampung.
"Itu tandanya harga gambir lagu bagus. Karena petani bisa beli mobil baru. Nah sementara kini, sepeda motor saja sulit dibeli dan dapat memenuhi makan dari hari ke hari saja sudah syukur," sebut dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar Syafrizal mengatakan di daerahnya itu luas lahan perkebunan gambir 31.791 hektar dengan produksi 17.057 ton dan luas lahan itu ada sebanyak 32.135 keluarga yang menggantungkan hidup ke perkebunan gambir.
Dia menjelaskan Sumbar adalah penyedia gambir 2/3 di Indonesia dan ekspor ke India sebesar l.000 ton/bulan nya. Gambir adalah suatu komoditas yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri.
Seperti, Farmasi, Kosmetik, Batik/Tekstil, Cat, Penyamak Kulit, Biopestisida
Hormon Tumbuh, Pigmen, Minuman, dan Campuran Bahan Pelengkap Makanan.
"Persoalan harga itu sekarang ini memang lagi turun dan hal ini jelas terdampak akibat Covid-19 sehingga membuat permintaan ekspor pun jadi turun," tutur pria yang akrab sapa Jejeng ini.
Bahkan tidak dapat dipungkuri ada juga petani yang malah tidak merawat perkebunan gambir nya lagi, karena merasa hanya membuat lelah badan saja, sementara hasilnya tidak sebanding dari usaha yang dilakukan.
"Untuk mendapatkan getah gambir itu tidak gambang dan saya tahu betul. Mulai dari memasak hingga mencetaknya. Bahkan telapak tangan dari petani gambir itu terlihat pecah-pecah, nah sekarang harganya sangat buruk," ungkap Jejeng.
Sejauh ini dari Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan berharap agar petani gambir di Sumbar tetap produktif meski harga lagi anjlok. Meskipun di satu sisi tidak mendapatkan keuntung yang lebih, tapi dari sisi lainnya hasil panen dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.