Bisnis.com, PALEMBANG - Direktorat Jenderal Pembendaharaan Provinsi Sumatera Selatan mengumpulkan puluhan suplayer barang dan jasa pemerintah dan perwakilan BUMN untuk memberikan edukasi terkait sistem pembayaran kontrak kerja penggunaan dana APBN.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumatra Selatan, Taukhid, mengatakan pihaknya tak hanya mengedukasi kontraktor tetapi juga menyerap aspirasi, saran dan keluhan para kontraktor terkait proses pencairan dana setelah proyek dinyatakan selesai.
“Pembayaran dinilai lambat sampai ada perbankan yang bersedia menalangi. Saya katakan jangan, karena negara sudah ada mekanismenya dan satu hari pun bisa. Artinya memang ada kesalahanpahaman di sini, dan adanya disinformasi,” katanya, Kamis (3/10/2019).
Taukhid mengatakan negara sudah membuat suatu sistem pembayaran kontrak dengan masa maksimal 17 hari yakni mulai dari penagihan suplayer ke Kuasa Penggunaan Anggaran (satuan kerja) yang diberikan batas waktu maksimal lima hari.
Kemudian, proses dilanjutkan di Satuan Kerja yakni dimulai dari Pejabat Pembuat Komitmen mengeluarkan surat permintaan pembayaran (SPP), untuk kemudian Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar meminta Kantor Pelayanan Pembendarahaan Negara yang menjadi kuasa negara untuk mengeluarkan Surat Perintah Membayar dalam waktu lima hari.
“Nanti KPPN akan membayarkan sejumlah anggaran yang tersedia di rekening Kuasa Pengguna Anggaran, dengan cara menandatangan SPM untuk dikeluarkan SP2D atau Surat Perintah Pencairan Dana. Lalu, akan dibuatkan surat elektronik ke bank operasional, sehingga dana bisa kliring di rekening suplayer, ini total 17 hari standarnya,” kata dia.
Jika ditelisik dari alur proses ini maka sejatinya tidak ada lagi keterlambatan, namun faktanya keterlambatan pembayaran masih dikeluhkan para suplayer pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Menurut Taukhid persoalan umumnya terjadi di tingkat suplayer dan Satuan Kerja, karena kedua belah pihak kurang pro aktif.
“Suplayer terkadang yang lambat menagih tapi dibiarkan saja Satker, atau sebaliknya dari Satker yang ada kesalahan seperti salah verifikasi, salah akun, dan pejabat berwenang yang tidak ada di tempat,” kata dia.
Salah satu keterlambatan pembayaran yakni adanya retur lantaran terjadi kesalahan pemindahan indentitas penerima dari suplayer atau dari satuan kerja. Bahkan ada satu kasus sudah satu tahun belum dibayarkan.
Dia mengatakan, DJPb terpaksa melakukan retur mengingat, memegang prinsip 3T dalam pencairan dana yakni tepat orang, tepat jumlah dan tepat waktu sehingga jika terjadi kesalahan data maka berkasnya akan dikembalikan.
Untuk mengatasi hal tersebut, Tauhkhid menilai upaya pemerintah daerah Sumsel yang membuat sejumlah aplikasi dapat mempercepat proses pembayaran kontrak beban APBN tersebut.
Sejauh ini, DJPb sendiri telah memiliki dua aplikasi yakni Sistem Pembendarahaan Anggaran Negara (SPAN) dan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) yang sudah digunakan di tingkat pemerintahan.
“Ya, bisa dikatakan saat ini dapat menekan keterlambatan pembayaran,” kata dia.