Bisnis.com, MEDAN - Yono Haryono, Analis Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia mengungkapkan sampai saat ini pesantren masih mengalami hambatan dalam mengembangkan ekonominya.
Hambatan itu antara lain keterbatasan akses pasar untuk menjual hasil produksi, keterbatasan jaringan baik dari sisi suplai maupun permintaan, keterbatasan kapabilitas untuk meningkatkan kapasitas ekonomi.
"Dan terakhir, keterbatasan permodalan sendiri serta akses ke lembaga keuangan," ujarnya saat menjadi salah satu pembicara Seminar Model Pemberdayaan Pesantren di Festival Ekonomi Syariah (FESyar) di Medan, Jumat (6/10/2017).
Berbagai hambatan tersebut, lanjutnya, membuat kemandirian ekonomi pesantren secara umum masih terbatas, baik dari aspek governance, begitu juga kapabilitas pengembangan ekonomi.
Berbagai potensi pasar pesantren pun belum dioptimalkan (hanya sebagai obyek) dan beragam kelebihannya juga belum didokumentasikan (tidak ada transfer knowledge antar pesantren).
"Pesantren belum berjamaah secara ekonomi," katanya.
Karena itu, paparnya, diperlukan adanya pemberdayaan ekonomi (unit usaha) pesantren sebagai sumber pembiayaan operasional pesantren. Begitu juga sinergitas program pemerintah atau swasta yang mendorong pengembangan ekonomi pesantren.
Yang mana program-program dari pemerintah atau swasta itu juga harus diintegrasikan untuk menghindari overlap.
Untuk merealisasikan hal tersebut, Bank Indonesia sendiri menilai ada enam strategi utama yang bisa dilakukan. Yakni menyusun roadmap pengembangan kemandirian ekonomi pesantren dan menyusun standarisasi laporan keuangan pesantren.
Kemudian menciptakan pilot project pengembangan usaha, penyusunan virtual market serta penyusunan repository knowledge.
"Selanjutnya, strategi utama yang keenam adalah pembentukan holding pesantren."
Setelah di tingkat mikro, pada tahap berikutnya, kata dia, holding pesantren dapat dibentuk sebagai perusahaan skala nasional dengan berbagai model bisnis atau unit usaha yang dapat dilakukan.
Seperti pertanian berkesinambungan, pengolahan sampah, pengolahan air minum, biogas serta jasa dan ekonomi kreatif.
Berdasarkan data dari Kementerian Agama, pada 2016 ada sebanyak 28.961 pesantren yang berdiri di Tanah Air di mana 3.200 atau 11% di antaranya berada di kawasan Sumatra.
Jumlah itu menjadikan Sumatra sebagai kawasan dengan penyebaran pesantren kedua terbanyak di Indonesia, setelah Jawa yang memiliki 23.702 pesantren.
Sedangkan dari survei Bank Indonesia pada 2017, sejauh ini pertanian, perkebunan dan peternakan menjadi sektor usaha yang paling banyak digarap pondok pesantren.
Diikuti secara berurutan sektor perdagangan, makanan dan minuman, percetakan dan manufaktur, telekomunikasi, jasa keuangan, jasa pendidikan, jasa kesehatan, konstruksi dan transportasi serta travel dan akomodasi.
Data statistik itu membuat Bank Indonesia meyakini bahwa pondok pesantren merupakan lembaga sosial yang memiliki keunggulan dan kemandirian dalam bidang ekonomi kewirausahaan.