Bisnis.com, PALEMBANG – Satuan Tugas Pangan Kepolisian Negara Republik Indonesia menjamin kepastian berusaha bagi pelaku usaha perdagangan beras asalkan tidak menyimpang dari regulasi perlindungan konsumen.
Sampai saat ini, Satuan Tugas Pangan (Satgas Pangan) telah mencuatkan dua kasus dugaan tindak pidana perlindungan konsumen beras yang dilakukan oleh oknum PT Indo Beras Unggul di Bekasi dan Perum Bulog Subdivisi Regional Lahat, Sumatra Selatan.
Komandan Satgas Pangan Irjen Pol. Setyo Wasisto menegaskan kepolisian tidak mencari-cari kesalahan dalam dua kasus tersebut. Namun, dia menangkap kesan ada upaya menggiring pengungkapan tindak pidana ini ke ranah lain sehingga menimbulkan keresahan.
“Kepala seluruh pemangku kepentingan beras, tenang. Tidak usah gaduh. Silahkan berusaha seperti biasa” katanya dalam konferensi pers di Palembang, Jumat (28/7/2017).
Setyo memastikan Satgas Pangan tidak tebang pilih. Penyelidikan di Lahat, misalnya, tetap berlanjut meskipun dilakukan oknum pegawai perusahaan milik negara. “Tidak ada pilih kasih. Kalau kesalahan ditemukan ya ditindak,” ujar Kepala Divisi Humas Polri ini.
Di sisi lain, Setyo berpendapat tata niaga beras nasional perlu dibenahi agar lebih berkeadilan. Di satu sisi ketika pedagang mendapatkan margin tinggi dari berjualan beras, tetapi di sisi lain petani tidak mendapatkan harga pembelian gabah yang layak.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengharapkan kasus Bekasi dan Lahat menjadi yang terakhir di Indonesia. Sejak lama, KPPU menemukan indikasi tata niaga beras nasional yang bermasalah.
Rantai distribusi dari petani hingga konsumen melibatkan perantara seperti tengkulak, pelaku usaha penggilingan, pedagang besar, agen, subagen, hingga pengecer. Alhasil, Syarkawi menyebutkan harga beras di tingkat konsumen bisa menyentuh Rp10.500 per kilogram hingga di atas Rp20.000/kg. Padahal, gabah petani hanya dihargai Rp4.000/kg.
Syarkawi menginginkan ada langkah konkret untuk memperpendek rantai distribusi beras. Salah satu caranya dengan merevitalisasi peran Bulog seperi era Orde Baru dan mengaktifkan kembali koperasi-koperasi penyerap gabah.
“Kepada para middleman tidak perlu takut. Tetapi beraktivitas saja seperti biasa,” ucapnya di tempat yang sama.
Uji Lab
Sementara itu, terkait perkembangan dugaan pengoplosan beras di gudang Bulog Subdivre Lahat, Polda Sumsel belum menetapkan tersangka karena masih menunggu hasil uji laboratorium forensik.
Sejak penggerebekan pada Sabtu (22/7/2017), Polda Sumsel telah memeriksa delapan orang saksi terdiri dari lima pegawai Bulog dan tiga warga. Saat ini sampel-sampel beras oplosan tengah diuji di Laboratorium Forensik Polri, Labfor Polda Sumsel, Kementerian Pertanian, dan PT Sucofindo (Persero).
“Diperiksa di lab secara bersamaan. Hasilnya kalau bisa secepatnya untuk mengetahui apakah beras oplosan itu berbahaya atau tidak,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel Kombes Pol. Irawan David Syah.
Dalam penggerebekan di Lahat, polisi berhasil mengamankan barang bukti utama 2.622 karung beras berbobot total 39 ton dan sejumlah alat bukti lain. Beras yang diduga telah dioplos itu merupakan pencampuran dari alokasi Beras Sejahtera (Restra) pengadaan 2016 dan 2017.
Jika uji lab membuktikan beras tak layak konsumsi maka polisi akan mengganjar pelaku dengan pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) huruf (a) UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Irawan memastikan terdapat indikasi kuat bahwa beras oplosan sebagai hasil perbuatan pidana. Secara kasat mata, menurut dia, beras tidak layak konsumsi bisa dinilai dari bentuk, bau, warna, dan rasa. Inilah alasan mengapa warga menolak beras Rastra dan melapor ke polisi.
Setyo Wasisto menambahkan kepolisian tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam kasus tersebut. Berdasarkan keterangan Bulog, mereka berdalih pencampuran ulang beras biasa dilakukan.
Untuk itu, tambah Setyo, kepolisian juga akan menggali keterangan ahli perlindungan konsumen dan pangan apakah pencampuran beras tersebut memenuhi syarat. Jika hasil uji lab dan keterangan ahli menunjukkan beras memang tidak layak konsumsi maka polisi langsung menetapkan tersangka.
“Kalau memang nanti hasilnya memang layak, tentu kami akan mengambil keputusan bijak,” ucapnya.