Bisnis.com, PEKANBARU-- Penertiban kebun sawit ilegal di kawasan hutan saat ini diperkirakan akan membawa dampak terhadap sektor perbankan, terutama pada kualitas kredit yang berkaitan dengan pembiayaan kebun kelapa sawit
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK Provinsi Riau, Triyoga Laksito menjelaskan pihaknya telah melakukan pemantauan langsung ke beberapa wilayah seperti Rokan Hulu (Rohul) dan Rokan Hilir (Rohil), daerah yang belakangan banyak terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dalam kunjungannya, Triyoga menerima langsung laporan dari kepala daerah setempat mengenai keresahan masyarakat terhadap penertiban kebun sawit di kawasan hutan.
“Bupati menyampaikan kekhawatiran masyarakat. Misalnya petani mengakui mereka takut kehilangan pekerjaan, kebunnya bisa hilang, bahkan khawatir akan terkena sanksi hukum. Ini menjadi keprihatinan kita bersama,” ujarnya dalam kegiatan media gathering, Senin (4/8/2025).
Dia mengakui ada permasalahan kompleks yang memicu masalah hadirnya kebun di kawasan hutan, di antaranya karena lemahnya pengawasan kehutanan di daerah akibat minimnya tenaga pengawas yang ada di dinas kehutanan tingkat kabupaten dan ada pula dugaan praktik penyimpangan oleh oknum tertentu yang memanfaatkan situasi.
“Lahan-lahan yang berpindah tangan, kalau ditelusuri ini juga berkaitan budaya penanaman berpindah dimana lahan hutan sudah ditanami sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu, kemudian setelah jadi kebun lalu dijual dan menjadi kebun sawit tanpa kejelasan legalitas. Ini menjadi masalah yang kompleks,” tambahnya.
Baca Juga
Terkait dengan dampaknya terhadap sektor perbankan, OJK Riau saat ini tengah mendalami potensi risiko kredit bermasalah (non performing loan/NPL), terutama yang berkaitan dengan pembiayaan kebun sawit atau kredit yang diajukan petani sawit yang berada di kawasan hutan.
Dia mengakui, data pasti mengenai nilai kredit terdampak saat ini belum tersedia, namun dirinya meminta perbankan segera mengambil langkah antisipatif.
“Bank harus mulai melakukan pencadangan terhadap potensi kredit bermasalah ini. Tentu saja ini akan memengaruhi permodalan mereka. Tapi bank-bank pemerintah relatif kuat dan bisa menahan tekanan ini,” ujarnya.
Namun, dirinya mengingatkan, potensi dampak yang lebih besar justru bisa terjadi di sektor perbankan skala kecil seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembangunan Daerah (BPD). Pasalnya, jika terjadi gagal bayar secara masif, bisa mengganggu likuiditas.
“Harapan kami dampaknya tidak terlalu dalam, jangan sampai ada bank yang kolaps. Untungnya, mayoritas kredit BPR dan BPD kita masih bersifat konsumtif, bukan produktif untuk pembiayaan sawit,” jelasnya.
OJK Riau akan terus memantau perkembangan ini dan berkoordinasi dengan seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah dan kementerian terkait, untuk memastikan stabilitas sektor keuangan tetap terjaga di tengah proses pemulihan dan penataan ulang kawasan hutan.