Bisnis.com, MEDAN - Kejadian tidak lazim berlangsung di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (13/7/2017), dalam agenda sidang kasus Narkoba dengan terdakwa bernama Budi Santoso.
Ketidak laziman itu karena si terdakwa ternyata mengalami gangguan kejiwaan. Dalam Pasal 44 KUHPidana diatur bahwa secara hukum, orang mengalami gangguan jiwa tidak bisa dipindahkan dan secara otomatis gugur dari jerat hukum.
Kontan terdengar suara ribut dari arah para pengunjung yang tersebar di lingkungan Pengadilan Negeri medan, saat Budi turun dari mobil tahanan.
Ada pengunjung yang tampak terkejut dan menghindar, tertawa, berkomentar dan tidak sedikit yang mengungkapkan rasa keheranannya mengapa "orang gila" dihadapkan ke meja pengadilan.
Tidak sulit bagi pengunjung memiliki dugaan bahwa Budi mengalami gangguan jiwa. Sesaat setelah tiba di PN Medan, Budi berbicara sendiri dan meminta rokok kepada pengunjung.
Dia juga sempat berbicara bahwa seharusnya tahanan juga boleh dibawa ke pengadilan naik helikopter dan akan membajak helikopter di Lapangan Merdeka.
Budi menjadi salah satu penghuni Rumah Tahanan Klas IA Tanjung Gusta Medan, sejak 4 Mei 2017. Di dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat Budi dengan Pasal 114 ayat 2 Sub 112 ayat 2 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Kepala Seksi Bidang Administrasi/Perawat Rutan Klas IA Tanjung Gusta Medan Jaka Manurung mengatakan, Budi sudah mengalami gangguan jiwa saat masuk Rutan.
"Tetapi kami tidak tahu persis kapan Budi mengalami gangguan jiwa."
Dia juga mengatakan pihaknya tidak tahu mengapa laki-laki berusia 37 tahun itu tetap dihadapkan ke sidang pengadilan meski mengalami gangguan jiwa. Bahkan ini sudah ketiga kalinya Budi disidang.
Dia mengaku pihak Rutan sudah berulang kali mencoba mempertanyakan masalah ini kepada tim JPU yang dipimpin Sri Lastati, tetapi Sri tetap tidak bisa dihubungi.
Pada akhir sidang, Hakim memutuskan untuk melakukan penundaan. Hakim memutuskan sidang ditunda sampai pekan depan sekaligus meminta JPU mengurus penerbitan surat keterangan gangguan jiwa (surat merah) terhadap terdakwa.