MEDAN -- PT Pertamina (Persero) memilih untuk menambah kapasitas kilang minyak sampai dengan delapan tahun mendatang guna memperkecil volume impor.
Corporate Secretary PT Pertamina (Persero) Syarial Mukhtar mengungkapkan, pihaknya telah memproyeksikan investasi sampai dengan 2025 untuk membiayai pengembangan infrastruktur, terutama penambahan kapasitas kilang.
"Sekitar US$115 miliar investasi sampai 2025. Untuk hulu di gas, hilir untuk kilang untuk menunjang distribusi BBM, " ungkapnya usai menghadiri seminar Migas di Universitas Sumatera Utara, Jumat (19/5).
Dipaparkannya, nilai investasi Pertamina selalu menyesuaikan lingkungan bisnis yang ada, seperti pergerakan harga minyak, serta kebutuhan dalam negeri. Misalnya, investasi tersebut juga untuk memenuhi kebutuhan kawasan ekonomi Sei Mangkat di Sumatra Utara.
Investasi juga akan diarahkan untuk meningkatkan produksi dan cadangan Migas. Namun, lanjutnya, penggunaan investasi terbesar salah satunya untuk penambahan kapasitas kilang.
Berdasarkan catatan bisnis, saat ini Pertamina mengoperasikan enam kilang, a.l. Refinery Unit(RU) II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, RU VI Balongan dan RU VII Kasim. Keenam kilang memiliki total kapasitas sebanyak 1,05 juta barel per hari meski dalam operasionalnya hanya sampai dengan 950 ribu barel.
Karena itu, Pertamina masih mengimpor minyak sebanyak 33 juta kiloliter setiap tahun karena sementara ini hanya mampu berkontribusi 39 kiloliter dari 72 kiloliter kebutuhan nasional. Rasio ketergantungan impor pun kian tinggi dan saat ini mencapai sampai dengan 44%.
Karena itu, Pertamina memilih untuk mengembangkan kapasitas sejumlah kilang, yakni RU V Balikpapan, RU VI Balongan, RU IV Cilacap dan RU II Dumai. Proyek ini dinamakan Refinery Development Master Plan.
Kemudian proyek NGRR (New Grass Root Refinery), yakni pembangunan kilang baru di Tuban dan Bontang. "Kita tidak ingin tergantung impor yang semakin besar karena itu kapasitas kita harus besar."
Kendati demikian, lanjutnya, penggunaan investasi tersebut akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan perseroan dan penjadwalan. Begitu juga dengan pembiayaannya, ada yang ditangani sendiri oleh Pertamina dan ada juga yang melalui pola kerja sama dengan pihak kedua.
Pembentukan Holding
Dalam sesi seminar yang dihadiri kalangan dunia usaha, praktisi Migas, akademisi dan mahasiswa tersebut pembentukan holding menjadi topik yang banyak diulas.
Forum seminar menyimpulkan bahwa pembentukan BUMN Migas merupakan strategi pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi sekaligus mempercepat penurunan impor yang selama ini menjadi persoalan krusial APBN.
Dalam hal kesiapan, BUMN Migas menjadi kebijakan yang paling mungkin dilakukan dalam waktu dekat mengingat hanya akan menyatukan dua entitas usaha, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tak (Persero). Keduanya masing-masing memiliki keunggulan dan dapat diarahkan untuk saling melengkapi.
Sebelumnya, Rhenald Kasali, Guru Besar FEB UI, dalam forum seminar menyampaikan, sampai saat ini banyak orang tidak sadar bahwa kalau hanya dikuasai saja, sumber daya alam Indonesia hanya menjadi potensi belaka.
"Sumber daya alam Indonesia tidak jadi apa-apa. Supaya bisa digunakan untuk memakmurkan bangsa, maka diperlukan manajemen yang solidaritas. Manajemen yang solidaritas akan mempertemukan potensi dengan pasar, dengan teknologi, proses, dan value creation, " tuturnya.