Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemprov Sumbar Siapkan Regulasi untuk Penetapan Harga TBS Petani Swadaya

Pemprov Sumbar akan mempersiapkan sebuah regulasi atau payung hukum untuk penetapan harga tandan buah segar (TBS) bagi petani swadaya atau rakyat.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat akan mempersiapkan sebuah regulasi atau payung hukum untuk penetapan harga tandan buah segar (TBS) bagi petani swadaya atau rakyat.

Sekretaris Daerah Provinsi Sumbar Arry Yuswandi mengatakan pemerintah daerah bersama sejumlah pihak secara rutin per pekannya melakukan rapat penetapan harga TBS, dan harga sawit yang ditetapkan itu diperuntukan bagi perkebunan sawit yang bermitra dengan perusahaan, sementara sawit swadaya atau rakyat tidak memiliki acuan dalam penetapan harganya.

“Saya bersama Apkasindo (asosiasi petani sawit indonesia) telah bertemu membahas untuk memperjuangkan petani swadaya ini. Langkah selanjutnya akan ada pembahasan khusus terkait hal itu, sebagai bentuk tindak lanjut dari pertemuan dengan Apkasindo,” katanya, Selasa (29/7/2025).

Dia menyebutkan dari pertemuan dengan Apkasindo lebih membahas terkait dilema yang dihadapi petani swadaya, terutama tentang tidak bisa menikmati harga TBS yang berpedoman kepada penetapan harga TBS oleh pemerintah, melalui mekanisme rapat bersama sejumlah pihak.

Kondisi yang terjadi saat ini adalah harga sawit yang diterima petani swadaya tidak mengikuti harga TBS, melainkan mengikuti harga yang ditetapkan oleh pengepul. Hal ini membuat harga sawit yang diterima petani swadaya berbeda hampir 50% dari harga yang diterima petani bermitra dengan perusahaan.

“Harga TBS di Sumbar pada pekan ini Rp3.498 per kilogram, dan harga sawit ini tertinggi di Indonesia. Kalau harga sawit di tingkat pengepul itu sekitar lebih sedikit dari Rp2.000 per kilogram,” jelasnya.

Oleh karena itu, Arry menyatakan melihat dengan adanya pengusulan dari Apkasindo, agar Pemprov Sumbar membuat regulasi atau payung hukum, yang bertujuan untuk memperjuangkan nasib petani swadaya, dia menanggapi hal tersebut merupakan sebuah upaya yang patut dilakukan.

“Untuk payung hukumnya tentu kami butuh regulasinya. Perlu diperjuangkan, karena mereka juga warga negara Indonesia dan masyarakat Sumbar,” tegasnya.

Terlebih lagi, sawit merupakan komoditas ekspor unggulan di Sumbar dan cukup banyak masyarakat di Sumbar yang menggantungkan perekonomian dari bertani sawit. Makanya penting bagi pemerintah daerah untuk memperjuangkan nasib petani sawit swadaya khususnya, yang kini dilema menghadapi kondisi harga yang tak menentu.

Ketua Apkasindo Sumbar Jufri Nur mengatakan dalam penetapan harga TBS yakni terdiri dari berbagai unsur termasuk pemerintah, yang bisa menikmati harga TBS yang ditetapkan per pekannya itu, hanya petani yang bermitra dengan perusahaan.

“Kondisi yang dialami petani swadaya kini, sangat dan sangat membutuhkan kebijakan pemerintah, terutama dari pemerintah daerah,” katanya.

Dia berharap pemerintah daerah untuk bisa membuat kebijakan serta regulasi hukum, dimana harga TBS yang telah ditetapkan juga bisa dinikmati oleh petani swadaya.

“Saya memperkirakan masih banyak petani sawit swadaya di Sumbar ini,” tegasnya.

Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar mencatat luas lahan perkebunan kelapa sawit di Sumbar yang mencapai 420 hektare. Dari luas lahan itu, terdiri dari perkebunan swadaya/rakyat seluas 250.000 hektare dan perkebunan perusahaan sekitar 180.000 hektare. 

Dari luas perkebunan sawit itu, sebaran lahan sawit tersebar di sejumlah daerah di Sumbar yang penghasil sawit terbesar, yakni mulai dari Kabupaten Pasaman Barat, Dharmasraya, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Sijunjung, hingga Kabupaten Agam.

“Kami dari Apkasindo tentu akan turut memperjuangkan petani sawit swadaya itu, karena memang ada rencana untuk membahas kondisi itu dengan Pemprov Sumbar,” sebutnya.

Salah seorang petani swadaya di Pesisir Selatan, Dodi mengatakan saat ini harga sawit yang dijual petani ke pengepul tidak sampai Rp2.000 per kilogram. Padahal jika melihat pada harga TBS yang telah ditetapkan pemerintah lebih dari Rp3.000 per kilogram.

“Hampir 50% beda harga panen yang dinikmati petani sawit swadaya dengan petani yang bermitra dengan perusahaan,” ujarnya.

Dodi menyampaikan harga sawit swadaya yang terkadang sampai Rp2.000 dan terkadang bisa lebih dari nilai tersebut per kilogramnya, bukanlah harga yang ideal diterima petani. Hal ini dikarenakan dari hasil panen itu, petani harus menyisihkan hampir 50% dari penghasilan yang didapatkan untuk keperluan membeli pupuk tanaman kelapa sawit.

“Kalau hasil panen bisa dapat satu juta rupiah, maka hampir 500 ribu rupiah nya disimpan untuk membeli pupuk. Karena sawit yang sudah dipanen dua kali sebulan itu, harus dipupuk kembali, agar buah sawit tetap dalam kualitas yang bagus,” jelasnya.

Menurutnya dari sisi lain petani swadaya merasa iri dengan petani yang telah bermitra dengan perusahaan itu, karena harganya telah ditetapkan pemerintah, sehingga nilai rupiah yang diterima sangatlah bagus. Sedangkan petani swadaya, masih menjaga asa dan semangat untuk bisa mendapatkan hasil panen yang banyak.

“Kalau pun seandainya pemerintah tidak bisa memasukan petani swadaya untuk bisa menikmati harga TBS yang telah ditetapkan itu, setidaknya pemerintah bisa punya aturan yang menyediakan bantuan pupuk untuk petani sawit swadaya ini,” harapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro