Bisnis.com, PADANG - Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menilai program studi yang ada di perguruan tinggi perlu diperbaharui sebagai upaya melahirkan lulusan sarjana yang dibutuhkan dunia kerja.
Dia mengatakan untuk mengetahui program studi apa yang perlu dibuat agar para sarjananya memiliki peluang yang besar di dunia kerja, pihak kampus perlu melakukan kajian, sehingga bisa mengetahui program studi apa yang bagus untuk menyiapkan lulusan yang siap ditampung di dunia kerja.
"Kepada para dosen dan pihak kampus, perlu dikaji juga. Apakah dunia kerja telah menampung lulusan sarjana dari salah satu program studi nya setelah tamat kuliah. Kalau banyak menganggur, berarti ada yang salah," katanya dalam kegiatan kuliah umum dalam rangka Studium Generale Seri #1Artificial Intelligence Soft Skills yang diselenggarakan Universitas Andalas, Padang, Jumat (10/1/2025).
Dia mencontohkan para lulusan perguruan tinggi ini ibarat sebuah produk. Kalau produknya tidak laku di pasaran, jangan disalahkan produknya. Namun, hal yang perlu dikaji adalah jenis produk yang dilahirkan itu, apakah produknya sudah sesuai selera konsumen dan dibutuhkan konsumen atau tidak.
"Begitupun untuk perguruan tinggi, bila ada lulusan sarjananya banyak yang menganggur, jangan sepenuhnya disalahkan kepada lulusan sarjana itu. Artinya, program studi itu kurang diminati bagi dunia usaha," tegas guru besar ITB ini.
Yassierli berharap dari perguruan tinggi bisa bekerjasama untuk menekan angka pengangguran ini, dengan cara menghadirkan program studi yang bisa lulusan sarjana yang benar dibutuhkan dunia kerja.
Baca Juga
Dia menjelaskan untuk jumlah angkatan kerja di Indonesia saat itu mengalami peningkatan yang signifikan selama beberapa tahun terakhir.
Data hingga penutupan tahun 2024, jumlahnya mencapai 4,4 juta. Sementara itu, rata-rata angkatan kerja di Indonesia mencapai 3,3 juta per tahun selama delapan tahun terakhir.
Menurutnya saat ini tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh pekerja di sektor informal dengan tingkat pendidikannya yang rendah yakni setara sekolah dasar hingga SMP.
Kemudian di sektor formal terdapat 55,10% kemudian 39,98% bekerja di sektor formal dan sisanya 4,91% terdata sebagai pengangguran.
"Melihat dari segi pendidikan, lulusan SD dan SMP masih mendominasi dengan kontribusi sebesar 52,33%, SMK/SMA sederajat 34,81% dan 12,86% dari lulusan universitas atau diploma," jelasnya.
Dia menyampaikan untuk jumlah pengangguran di Indonesia saat ini mencapai 7,5 juta jiwa, dan angka tersebut berkemungkinan akan terus bertambah apabila mahasiswa tidak kemampuan atau keahlian yang bisa mengantarkannya ke dunia kerja.
"Makanya saya berharap agar pihak kampus melakukan evaluasi dan pembaharuan di dalam melahirkan para lulusan sarjana,' ucapnya.
Dia berpendapat seandainya bisa menghasilkan sumber daya manusia yang siap bekerja, maka angkatan kerja bisa mendapatkan peluang kerja yang lebih baik.
Kemudian di satu sisi, Yassierli menyampaikan melihat dalam konteks human capital index Asean, posisi Indonesia juga tergolong rendah dengan skor 0,540.
"Di tingkat Asean, Indonesia belum bisa bersaing. Karena berada di bawah rata-rata ASEAN," tegasnya.
Dimana untuk posisi Indonesia masih tertinggal jauh dari Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand.
Pada kesempatan itu, Rektor Universitas Andalas Efa Yonnedi mengatakan banyak hal yang disampaikan Menaker, sehingga turut membuka cakrawala berpikir, tidak hanya kepada mahasiswa, tapi juga bagi perguruan tinggi yang ada di Sumbar khususnya.
"Kalau bicara untuk Unand, kami berupaya melahirkan sarjana yang handal dan siap bersaing di dunia kerja. Buktinya banyak alumni Unand yang bekerja, tidak hanya di Indonesia, tapi juga ada sampai ke luar negeri," ungkapnya.
Dikatannya sejalan dengan arahan dari Menaker itu, juga menjadi tujuan Unand dalam menggelar Studium Generale dengan tema Artificial Intelligence Softskill Mendukung Masa Depan Karir Lulusan di Pasar Kerja.
"Alasan tema Artificial Intelligence (AI) dibahas, karena AI merupakan hasil dari perkembangan teknologi yang membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kerja manusia," sebutnya.
Efa menyampaikan AI sudah menjadi mata kuliah wajib di beberapa pertemuan, karena Unand perlu secara strategi belajar bagaimana mengaplikasikan AI dalam kurikulum.
Untuk itu, Studium Generale ini menjadi bagian kegiatan yang terintegrasi dengan kurikulum pendidikan. Dengan demikian, bila mahasiswa memiliki pemahaman terkait AI, juga bisa menjadi nilai tambah dalam menghadapi dunia kerja di era sekarang.