Bisnis.com, MEDAN – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Utara mencatat ada 677 kejadian bencana melanda kawasan ini di sepanjang tahun 2024, sebanyak 237 diantaranya ialah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melahap hingga 2.638 hektare.
Kepala BPBD Sumut Tuahta Ramajaya Saragih mengatakan, beragam kejadian bencana yang terjadi telah menyebabkan kerusakan material dan bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Dia menyebut sepanjang tahun 2024 telah 63 jiwa meninggal dunia, 176 jiwa terluka, dan sebanyak 4.878 jiwa mengungsi akibat bencana yang terjadi. Kejadian bencana itu juga membuat lebih dari 297 ribu jiwa di Sumut menderita.
“Deliserdang, Tapanuli Selatan, Karo, Mandailing Natal, adalah wilayah yang terdampak bencana paling banyak,” kata Tuahta dalam acara Kaleidoskop Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sumatra Utara Tahun 2024 di Medan pada Rabu (8/1), dikutip Kamis (09/1/2025).
Selain karhutla, lanjutnya, Sumut juga diterjang banyak bencana lain seperti longsor, banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang pasang, kekeringan, epidemik, hingga wabah penyakit.
Kerusakan yang ditimbulkan mencakup sejumlah sektor, antara lain pemukiman, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum lain seperti jembatan.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan Hendro Nugroho menyampaikan kejadian bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang yang terjadi sepanjang tahun 2024 sebanyak 108 kejadian. Bulan Oktober adalah waktu terbanyak terjadi bencana.
“Secara umum bencana pada tahun 2024 disebabkan karena adanya konvergensi dan belokan angin, di Wilayah Sumatera Utara, serta adanya faktor global IOD negative dan faktor regional MJO yang berada di Samudera Hindia,” terangnya.
Hendro menjelaskan, IOD atau Indian Ocean Dipole merupakan fenomena interaksi antara atmosfer dan lautan yang terjadi di wilayah ekuator Samudera Hindia. Sedangkan MJO atau Madden Julian Oscillation merupakan suatu gelombang atau osilasi non seasonal yang terjadi di lapisan troposfer yang bergerak dari barat ke timur dengan periode kurang lebih 30-60 hari.
Meski curah hujan di tahun 2025 diprediksi mendekati kondisi normal, Hendro menegaskan bahwa ancaman bencana hidrometeorologi di Sumut tetap harus menjadi perhatian dan kewaspadaan semua pihak.
“Potensi banjir dan longsor perlu diwaspadai pada awal tahun 2025 dan akhir tahun 2025 yang merupakan periode musim hujan. Sedangkan potensi kekeringan yang akan berdampak pada pertanian dan kebakaran hutan perlu diwaspadai pada musim kemarau tahun 2025,” jelas Hendro.
Adapun pada tanggal 7-8 Januari 2025 pukul 08.00 WIB, Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) BPBD Sumut mencatat ada 3 (tiga) kejadian bencana hidrometeorologi di Sumut. Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan terjadi longsor di jalan antara Desa Barusjahe menuju Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo pada Selasa (7/1/2025) sekitar pukul 05.00 WIB.
Masih di hari yang sama, terjadi dua bencana lain di Sumut. Sekitar pukul 03.30 WIB, banjir melanda sejumlah desa di Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai akibat luapan Sungai Sibarau dan jebolnya sejumlah tanggul di daerah ini. Dari data yang dipublikasikan Pusdalops-PB Sumut, banjir itu merupakan “kiriman” dari Kabupaten Simalungun. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini, namun satu rumah warga dilaporkan rusak berat dan 429 KK (kepala keluarga) terdampak.
Kemudian, hujan yang terjadi terus menerus juga mengakibatkan tanah longsor di Kabupaten Samosir. Longsor sepanjang 15 meter pada badan jalan di Dusun 2 Pandiangan Desa Sitinjak menuju Desa Rinabolak Kecamatan Onan Runggu itu telah membuat arus lalu lintas terganggu.