Bisnis.com, PAINAN - Hamparan sawah di Nagar/Desa Aur Duri Surantih, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, terancam gagal panen akibat mengering padahal baru ditanami padi.
Salah seorang petani, Debi mengatakan ada sekitar ratusan hektare sawah mengalami kekeringan. Penyebab utamanya adalah rusaknya irigasi dan membuat hamparan sawah menjadi tadah hujan.
"Sebenarnya sudah lama kami tidak mulai tanam padi, terakhir panen Februari 2024 lalu. Dikarenakan hujan mulai turun pada September 2024 kemarin, petani di desa ini sepakat mulai tanam padi," katanya, Selasa (29/10/2024).
Dia menjelaskan pada September 2024 itu, membajak sawah pun dimulai karena sudah digenangi air, sembari menyiapkan benih padi. Sehingga padi baru bisa ditanam pada pekan pertama dan kedua bulan Oktober.
"Seharusnya sekarang ini sudah mulai dipupuk, dikarenakan mengering, kami tidak tebar pupuk. Nah, ini lah kondisi yang dikhawatirkan, jika tidak bisa dipupuk juga, nanti buah padinya kecil-kecil tangkainya," jelas dia.
Melihat kondisi itu, satu-satunya harapan adalah disegerakan datang hujan dan berakhirlah musim panas ini. Karena sudah satu bulan lebih ini cuaca panas.
Baca Juga
"Kalau soal irigasi rusak, sudah sering kami laporkan ke pemerintah, entah dimanalah tersangkutnya laporan itu, sehingga belum ada tindaklanjut dari pemerintah," ujar Debi.
Marni, petani lainnya juga mengalami nasib yang sama, benih padi yang telah memasuki usia tanam, ternyata tidak didukung kondisi sawah. Dimana lumpur di sawah mengering dan sudah mengeras, dan sangat tidak memungkinkan lagi ditanami padi.
"Tinggal ditanami saja, tapi sawah sudah kering dan mengeras. Mau tidak mau, benih padi itu mati begitu saja, karena cuaca memang lagi panas pula," sebutnya.
Menurutnya kondisi yang dihadapi petani di desa itu hampir sama, persoalan tidak bisa memupuk padi, hingga gagal menanam padi. Persoalan perbaikan irigasi adalah solusi, namun belum ada tindak lanjut dari pemerintah.
"Saya lihat Presiden Prabowo punya perhatian yang besar untuk pertanian. Seharusnya pemerintah daerah lebih semangat lagi. Tapi buktinya, irigasi yang rusak menahun ini belum ada direspon lagi," tegas Marni.
Sementara itu, terkait lahan sawah tadah hujan, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar mencatat luas lahan sawah tadah hujan di wilayah itu mencapai 30.000 hektare.
"Ada tersebar di sejumlah daerah, di Kabupaten Pesisir Selatan daerah yang paling luas sawah tadah hujannya, setelah itu tersebar di Solok dan Pasaman," kata Sekretaris Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin.
Menurutnya adanya sawah tadah hujan itu karena cukup luasnya sawah yang berada di perbukitan, dan kawasan yang benar-benar tidak memiliki irigasi yang memadai untuk pengairan.
Dia menyebutkan sawah tadah hujan itu bisa dikatakan hanya bisa digarap dua kali dalam satu tahun. Pertama menjelang akhir tahun dan kedua di saat awal tahun. Karena dua momen itu Sumbar dominan dilanda hujan.
Biasanya setelah panen di awal tahun itu, petani kembali turun ke sawah untuk membajak sawah kembali. Hal tersebut dilakukan agar musim hujan masih bertemu oleh petani.
"Bila memasuki musim kemarau, sawah tadah hujan itu tidak bisa apa-apain. Ada yang bertanam jagung itupun cuma sebagian kecilnya saja," jelasnya.
Dia menyebutkan bila 30.000 hektare itu panen dengan kondisi yang baik, maka produksi padi bisa didongkrak sekitar 120.000 ton.
Dimana per hektar nya itu produksi padi dihitung rata-rata sebanyak 4 ton padi. Adanya produksi padi dari sawah tadah hujan itu, memberikan peran dalam target padi di Sumbar.
"Posisi Oktober 2024 capaian produksi padi di Sumbar sudah di angka 1,2 juta ton padi. Kami berharap target 1,4 juta bisa tercapai hingga penutupan tahun 2024 ini," sebutnya.
Di Sumbar secara keseluruhan luas lahan sawah lebih dari 200.000 hektare dan beras yang dihasilkan itu sebagian besar adalah beras premium.