Bisnis.com, PADANG - Pemerintah Kota Padang, Sumatra Barat, intens melakukan kesiapsiagaan bencana mulai dari memastikan kesiapan shelter hingga menghimbau masyarakat agar tetap tenang menanggapi ancaman gempa megathrust Mentawai.
Pj Wali Kota Padang Andree Algamar mengatakan bicara soal isu gempa megathrust sebenarnya sudah mencuat ke tengah publik sejak lama dan hal tersebut tidak harus disikapi secara berlebihan, namun upaya yang perlu dilakukan adalah mengajak masyarakat agar lebih meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.
"Mitigasi dan kesiapsiagaan merupakan upaya yang perlu ditingkatkan. Begitupun untuk shelter, kami berharap masyarakat bisa dapat menjaga fasilitas yang ada, agar bisa dimanfaatkan kedepannya," katanya, Minggu (8/9/2024).
Dia menjelaskan saat ini di Padang terdapat sejumlah shelter yang siap menampung warga ketika terjadi bencana tsunami. Seperti shelter Darussalam di Kelurahan Bungo Pasang, shelter Nurul Haq di Komplek Jondul 4 Parupuk Tabing, Koto Tangah, dan shelter Wisma Indah Warta Bunda di Ulak Karang Utara.
Selain mengajak warga untuk mengoptimalkan shelter yang ada, Pemko Padang juga telah memperbarui rambu-rambu jalur evakuasi, dan memasang sirine peringatan tsunami di berbagai titik strategis.
"Jadi hal ini dilakukan agar warga memahami dan tidak panik ketika bencana terjadi, karena sudah rambu-rambu jalur evakuasi dan juga shelter yang memadai," ujarnya.
Baca Juga
Selain meningkatkan kesiapsiagaan bencana alam, Pemkot Padang juga tengah mempersiapkan rencana memperingati bencana gempa 30 September yang pernah terjadi di sana dan telah merenggut ribuan nyawa.
Kalaksa BPBD Padang Hendri Zulviton menambahkan peringatan gempa tersebut dilaksanakan di Tugu Gempa, depan Museum Adityawarman, dan tahun 2024 ini merupakan peringatan bencana yang ke-15.
Dikatakannya kegiatan peringatan Gempa 30 September merupakan pengulangan sejarah yakni Kota Padang pernah luluh lantak akibat gempa besar pada 2009.
"Kegiatan itu disebut Peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana ]HKB]," sebutnya.
Hendri menyebutkan bahwa HKB bukan hanya sekadar peringatan saja, namun juga melatih dan mengingatkan warga melakukan simulasi, bagaimana masyarakat bersiap menghadapi bencana.
"Peringatan HKB dimaknai untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana yang bisa terjadi kapan saja," tegasnya.
Gempa Megathrust Tinggal Tunggu Waktu?
Pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru, sudah lama, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan bahwa munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar.
"Kita hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar [seismic gap] yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu," ujarnya dikutip dari laman resmi BMKG.
Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang.
Menariknya, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai.
Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).
Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh Lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya.
"Terkait rilis gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut 'tinggal menunggu waktu; yang kami sampaikan sebelumnya, hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat," ujar Daryono.
Dikatakan 'tinggal menunggu waktu' disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi.