Bisnis.com, BATAM - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap penyebab mengapa harga tiket feri Batam-Singapura mahal.
Seperti yang diketahui, harga tiket saat ini melonjak hingga Rp760.000 pulang pergi (PP) dari yang sebelumnya Rp280.000 sebelum pandemi Covid-19.
"Sebab utamanya yakni biaya operasional naik, dan dari bahan bakar minyak (BBM) jadi penyumbang terbesar. Selain itu, para operator feri menetapkan harga tinggi untuk tutupi kerugian tidak beroperasi selama dua tahun selama pandemi kemarin," kata Anggota Komisioner KPPU Eugenia Mardanugraha usai Focus Group Discussion (FGD) dengan pelaku usaha dan operator feri di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Rabu (12/6/2024).
Eugenia menjelaskan harga BBM di Singapura mengacu pada satuan harga internasional, sehingga harganya lebih mahal daripada di Indonesia. "Selain itu, kenaikan seaport tax di Singapura dan Batam juga ikut berpengaruh pada penentuan harga tiket," ungkapnya.
Di Singapura, seaport tax naik dari SG$7 menjadi SG$10. Di Batam, seaport tax naik dari Rp65.000 menjadi Rp100.000. Komponen lainnya yang mengalami kenaikan yakni biaya agen pelayaran dari Rp50.000 naik menjadi Rp60.000.
KPPU sudah melakukan survey ke tiga pelabuhan yakni Pelabuhan Feri Batam Centre, Pelabuhan Tanah Merah dan Harbour Front di Singapura.
Baca Juga
"Jadi konsumen di tiga pelabuhan mengatakan harga Rp760 ribu itu sangat mahal. Dulu sebelum Covid-19, masih Rp280 ribu. Tapi kembali ke harga itu tidak mungkin, jadi survey mengenai harga yang wajar itu berada di kisaran Rp500-600 ribu PP," jelasnya.
Setelah FGD ini, Eugenia menjelaskan pihaknya akan memberikan surat saran ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar persoalan ini bisa segera terselesaikan.
"Sebenarnya Kemenhub mungkin bisa tentukan regulasi terkait harga batas atas dan batas bawah. Tapi pemerintah juga harus punya hitungan bagaimana perusahaan masih dapat laba. Jadi tidak bisa langsung tetapkan saja, butuh diskusi panjang, agar bisa tetapkan harga yang sesuai," jelasnya.
Mengenai dugaan adanya kartel yang jadi penyebab tingginya harga tiket feri, Eugenia menyebut KPPU masih dalam tahap penyelidikan.
"Mengenai penyelidikan dugaan kartel, sudah masuk dari dua tahun lalu. Ada empat perusahaan feri dari Singapura yang diselidiki, apakah ada praktik monopoli dan persaingan tidak sehat," tuturnya.
Di tempat yang sama, Kepala Kantor Wilayah I KPPU, Ridho Pamungkas mengatakan empat operator feri yang diselidiki yakni Batamfast, Horizon, Sindo Fery dan Majestic.
"Kami masih proses pengumpulan alat bukti, karena dikhawatirkan ada kesepakatan pengaturan harga antara keempat operator itu, sehingga harga jadi tinggi dan tidak ada persaingan," terangnya.
Ia juga melihat alasan operator feri menaikkan harga tiket karena untuk menutupi kerugian selama pandemi juga tidak relevan lagi untuk saat ini, karena arus mobilitas di pelabuhan juga sudah kembali normal.
"Persoalan mereka selama dua tahun ini tidak operasi karena pandemi, jadi harus balikkan kerugian. Hal itu tidak cocok karena sudah lama, dan sekarang sudah normal. Di tempat yang sama, pelaku pariwisata lain juga mengalami hal yang sama," ujarnya.
Pihaknya juga akan segera koordinasi dengan KPPU-nya Singapura, Competition Commission of Singapore. "Kesulitan KPPU ini terkendala dari jarak, karena kami di Medan. Operator feri juga tidak kooperatif, karena principalnya ada di Singapura, harganya ditetapkan dari sana. Jadi kami koordinasi dengan KPPU-ya Singapura. Mereka juga melakukan kajian karena pelaku usaha serta wisatawan disana keberatan dengan harga tiket mahal ini," jelasnya.
Agen operator kapal Majestic, Victor mengatakan penyesuaian tarif kapal feri Batam-Singapura berlaku usai pandemi Covid-19.
"Komponen biaya operasional saat ini dan biaya lainnya yang membentuk tarif kapal saat ini. "Bisnis ini juga tidak bisa dibilang menguntungkan," paparnya.
Ia pun mengakui memang terjadi penurunan okupansi yang cukup signifikan karena tiket mahal ini. "Penurunannya bisa sampai 50%," imbuhnya.
BP Batam juga ikut menanggapi kisruh tiket feri ini. Sebagai pemilik pelabuhan, BP Batam melihat hal ini dapat mengganggu sektor pariwisata Batam.
Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam Dendi Gustinandar mengatakan pihaknya telah berkomunikasi dengan Pertamina terkait pasokan BBM khusus untuk kapal feri yang melayani rute Batam-Singapura.
Menurut Dendi, salah satu faktor yang memengaruhi harga tiket feri yakni adanya keharusan pengisian BBM di Singapura. "Hal itu terjadi karena Indonesia belum punya sistem pengisian BBM yang ditujukan untuk kapal feri komersial internasional," ungkapnya.
Hingga saat ini, belum ada rencana antara BP Batam dan Pertamina untuk menyediakan layanan tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Guntur Sakti mengatakan polemik tiket feri ini berdampak pada sektor pariwisata.
"Kenaikan harga tiket feri ini membuat wisatawan yang ingin datang merasa harga tiket tidak terjangkau. Di sisi keimigrasian, sudah tersedia jenis visa singkat untuk Kepri, tapi tarifnya masih tinggi. Ini yang membuat pariwisata di Kepri terkendala," ungkapnya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam Jadi Rajagukguk mengatakan persoalan tiket feri mahal ini sudah berlarut-larut sejak usai pandemi.
Kadin Batam sering mengundang stakeholder terkait untuk membahas ini dalam diskusi terbuka. Beberapa alasan yang ditemukan mengapa tiket feri mahal, antara lain karena operator feri menggunakan BBM yang dibeli di Singapura untuk operasional. Dengan harga yang lebih tinggi, maka operator terpaksa menaikkan harga tiket untuk menutupi kegiatan operasional.
Jadi memberikan solusi bahwa sebenarnya persoalan ini bisa diselesaikan jika Badan Pengusahaan (BP) Batam mau mengeluarkan kebijakan terkait penetapan tarif atas dan tarif bawah untuk harga tiket ferry Batam ke luar negeri, sehingga operator feri tidak berani sembarangan menaikkan harga tiket.
Jadi menegaskan hal itu bisa dilakukan, karena semua pelabuhan di Batam termasuk pelabuhan feri penumpang berada di bawah naungan BP Batam.
Jika BP Batam bisa mengeluarkan peraturan mengenai tarif pelabuhan peti kemas di pelabuhan kontainer, seyogyanya BP Batam juga bisa mengeluarkan peraturan yang mengatur tarif bawah dan tarif atas tiket feri penumpang dalam dan luar negeri.
"Ada kurang lebih 50 juta orang asing baik yang permanent resident dan kunjungan turis, tinggal selangkah lagi ke Batam. Tapi harga tiket ditambah Visa on Arrival (VoA) menjadikan ongkos lebih mahal. Sehingga mereka mengalihkan pilihan ke lokasi yang lebih murah seperti Johor," pungkasnya. (K65)