Bisnis.com, PADANG - Bencana banjir bandang yang melanda wilayah Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, pada Kamis (7/3) malam lalu menyisakan duka bagi masyarakat yang tinggal di kampung Gantiang.
Di perkampungan itu memang merupakan daerah rawan banjir, karena berada dekat sepanjang daerah aliran sungai. Namun bila terjadi banjir, ketinggian air telah pernah mencapai lutut orang dewasa.
Berbeda dengan kondisi yang terjadi pada Kamis (7/3) lalu itu, banjir yang datang begitu cepat dan air yang mengalir begitu deras.
Baca Juga
Hanya hitungan menit, warga yang ketika itu panik berhamburan keluar dari rumah dan mencari tempat ketinggian, menyaksikan betul terjadi kondisi banjir bandang yang begitu dahsyat.
"Saat magrib sudah mulai terlihat air mulai naik ke pemukiman, kami acuh saja. Pas masuk waktu isya, tanpa ada aba-aba apapun air dengan cepat naik ke pemukiman penduduk, kami panik, dan hanya memikir nyawa, barang-barang di rumah ditinggalkan saja," kata Isal, warga Gantiang kepada Bisnis, Senin (11/3/2024).
Kondisi di malam hari itu sangat mencengkam, di dalam kondisi gelap dan dengan penerangan seadanya, serta debit air dari sungai terus naik, warga pun berupaya melakukan evakuasi secara mandiri.
"Hanya nyawa yang kami pikirkan, harta benda dibiarkan saja. Alhamdulillah, tidak ada korban jiwa di kampung Gantiang ini," ujarnya.
Melalui malam yang begitu panjang, suara gemuruh air yang begitu deras terdengar, menjadi momen yang tidak terlupakan oleh masyarakat di Gantiang tersebut.
Bahkan warga setempat bilang bencana banjir bandang yang terjadi itu merupakan banjir yang terparah.
"Nenek saya yang sudah berusia 80 tahun menyebutkan belum pernah mengalami banjir sehebat itu sepanjang hidupnya. Apalagi saya yang saat ini berusia 40 tahun dan besar di kampung ini," sebutnya.
Malam berlalu, dan pada esoknya banjir pun mulai surut. Hal yang paling mengejutkan adalah ketika melihat kondisi rumah yang roboh dan bahkan ada yang sudah rata dengan tanah.
Lumpur yang masuk ke dalam rumah tidak bisa dianggap enteng untuk membersihkannya, karena ketebalannya diperkirakan mencapai setinggi betis orang dewasa.
"Hingga hari keempat pasca terjadi banjir ini, warga masih membersihkan rumah mereka. Bagi yang hanya rusak ringan, sibuk dengan membersihkan lumpur yang masuk, dan bagi rumah yang seperti rumah saya ini, tidak ada yang dibersihkan lagi, karena cuma tinggal lantai dan pondasinya saja," ujar Isal.
Kini dia bersama empat kepala keluarga lainnya terpaksa tinggal di tenda pengungsian, yang merupakan bantuan dari Kementerian Sosial.
Dia bersama istri dan anaknya serta keluarga yang lainnya tetap tinggal di titik tempat rumah yang hancur itu, dengan cara mendirikan tenda di atas rumah lantai rumah yang hanya kini beratapkan langit tersebut.
"Dari pagi sampai magrib kami tinggal di dalam tenda, pakaian dan stok makanan yang dikumpulkan dari bantuan orang yang singgah di simpan di dalam tenda Kemensos itu. Sedangkan dimalam hari ini, anak dan istrinya diungsikan ke rumah warga yang tidak terdampak banjir," kata dia lagi.
Menurutnya kondisi yang dihadapi saat ini, merupakan ujian yang berat, karena untuk membangun rumah yang telah rata dengan tanah itu, butuh waktu bertahun-tahun dengan biaya yang cukup besar. Sementara banjir dengan mudah menghancurkan bangunan rumah dalam waktu hitungan menit saja.
Dalam kondisi yang terjadi itu, Isal berharap agar pemerintah segera datang melihat langsung kondisi warga yang terdampak bencana banjir bandang tersebut.
"Sampai sekarang saya belum melihat Bupati Pesisir Selatan. Saya ingin bupati melihat langsung, bahwa kami sedang tidak baik-baik saja," tegasnya.
Selain berharap adanya bantuan pemerintah untuk membangun rumahnya yang telah hancur itu, Isal mengatakan keperluan yang mendesak saat ini adalah beras dan pakaian yang layak dan bersih.
"Beras yang kami punya sudah hanyut, pakaian kami terkubur lumpur. Jadi yang punya di badan ini, ada yang dibantu warga dekat sini, dan ada kami coba bersihkan pakaian-pakaian yang rasanya masih bisa dibersihkan," ungkapnya.
Sementara itu, Sihen yang juga warga setempat berkeinginan agar pemerintah mendirikan dapur umum di satu titik kawasan pemukiman penduduk yang terdampak bencana banjir bandang tersebut.
"Sampai sekarang belum ada dapur umum di sini. Padahal kami butuh makan nasi juga, karena beberapa hari ini makan mie instan saja," ujarnya.
Menurutnya seharusnya pemerintah menyegerakan mendirikan dapur umum, mengingat sudah memasuki 1 Ramadan dan artinya kebutuhan sahur dan berbuka puasa merupakan hal yang harus ada.
"Kondisi sekarang, mau puasa atau tidak puasa pun, kami tidak makan. Kasihan anak-anak juga, mereka kelaparan," jelas Sihen.
Terpisah, Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar mengklaim telah mendirikan 14 dapur umum di 14 titik terjadi bencana banjir dan longsor di wilayah Pesisir Selatan.
"Dapur umum sudah kami dirikan, jumlahnya 14 dapur umum," sebutnya.
Sementara untuk bantuan logistik berupa beras dan keperluan lainnya, bupati menyatakan saat ini Dinas Sosial Pesisir Selatan telah mulai melakukan pendistribusian bantuan, dengan sistem secara bertahap.
"Bantuan diberikan secara bertahap, dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Karena dampak bencana banjir dan longsor kali ini, hampir merata di seluruh daerah di Pesisir Selatan. Makanya pendistribusian haris bertahap," katanya.
Menanggapi soal klaim telah didirikannya dapur umum ini, Anggota DPR RI Lisda Hendrajoni mengaku telah mendatangi hampir seluruh titik terjadi dampak bencana banjir dan longsor.
Bahkan di setiap peninjauan itu, dia juga menyempatkan memberikan bantuan kepada warga yang terdampak bencana.
"Pemerintah daerahnya lamban dalam melakukan penanganan bencana ini, saya sudah keliling sambil kasih bantuan. Tidak ada terlihat adanya dapur umum," tegasnya.
Lisda mengingatkan kepada pemerintah daerah agar bergerak cepat dan serius dalam melakukan penanganan dan penanggulangan bencana ini, dan jangan sampai ada warga jatuh sakit akibat kelaparan.
"Logistik adalah hal yang penting saat ini, apapun caranya, harus segera didistribusikan secara merata dan adil. Bantuan yang saya bawa saja, tidak cukup untuk masyarakat yang terdampak. Saya kasihan melihat masyarakat berebut bantuan," kata Lisda.
Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, dampak bencana banjir dan longsor di Pesisir Selatan ini terjadi 15 kecamatan.
Ada sebanyak 28.000 warga yang terdampak dan data terbaru ada 29 orang yang menjadi korban dan yang telah ditemukan sebanyak 20 orang dalam keadaan meninggal dunia.
Selain itu terdapat tanah longsor dan jalan ambles di sejumlah titik jalan lintas Sumatra yang masih berada di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan.