Bisnis.com, BATAM - Potensi risiko tekanan inflasi diprediksi akan semakin meningkat jelang Ramadan di Kepulauan Riau (Kepri). Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kepri menyebut kenaikan harga beras serta sayur mayur dapat menjadi pemicu utamanya.
"Beberapa risiko tekanan inflasi antara lain kenaikan permintaan jelang Ramadan dan Idulfitri. Lalu kenaikan harga beras karena keterbatasan stok, serta kenaikan harga rokok," kata Wakil Ketua TPID Kepri Suryono, Rabu (6/3/2024) di Batam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri, perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kepri mencatatkan deflasi sebesar 0,22% (mtm) di Februari kemarin. Secara spasial, Batam, Tanjungpinang, dan Karimun mengalami inflasi masing-masing sebesar -0,30% (mtm), 0,08% (mtm), dan 0,13% (mtm).
"Dengan demikian, secara tahunan, IHK di Kepri mencatatkan inflasi sebesar 2,65% (yoy) atau berada dalam kisaran target inflasi 2,5±1%," ujar pria yang juga Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri ini.
Berdasarkan kelompok pengeluaran, deflasi di Kepri terutama disebabkan oleh penurunan harga kelompok makanan, minuman, dan tembakau seperti bayam, kangkung, sawi hijau dan kacang panjang karena pasokan yang mencukupi.
Penurunan harga juga terjadi pada kelompok transportasi khususnya angkutan udara akibat normalisasi permintaan. Di sisi lain komoditas utama penyumbang inflasi berasal dari aneka cabai, udang basah, daging dan telur ayam ras.
Baca Juga
Kenaikan harga aneka cabai disebabkan oleh menurunnya hasil panen petani akibat musim hujan yang menyebabkan cabai mudah membusuk. Sementara itu, harga beras meningkat sejalan dengan keterbatasan pasokan yang terjadi di seluruh wilayah di Indonesia akibat defisit produksi.
Menurut Suryono, tingkat inflasi di Kepri masih terkendali. Hingga bulan Februari 2024, TPID telah menggelar 60 kali operasi [asar yang tersebar di seluruh Kepri, serta penyaluran sembako bersubsidi sebanyak 64.000 paket di Batam.
"Sebagai langkah antisipasi lonjakan harga menjelang Ramadan 1445 H, operasi pasar dan Gerakan Pangan Murah (GPM) akan semakin gencar dilaksanakan," paparnya.
Selain itu, TPID juga akan mendorong peningkatan produksi pangan lokal terutama beras dan cabai, lalu optimalisasi kerja sama antar daerah, mendorong budi daya pertanian, serta implementasi smart greenhouse.
Sementara itu, Wali Kota Batam Muhammad Rudi juga mengatakan tingkat inflasi daerah masih terkendali.
Dari data BPS Batam, Batam pada Februari 2024 mengalami deflasi -0,30%. Sementara menurut angka tahun kalender 0,28% dan tahun ke tahun sebesar 2,77 persen.
Dari data yang sama, saat ini, inflasi Kepri tercatat -0,22%, dan inflasi Nasional tercatat 0,37%.
Penyumbang utama deflasi di bulan Februari 2024 adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil 0,23%. Penyumbang utama deflasi antara lain, bayam, kangkung,sawi hijau, kacang panjang, dan angkutan udara
Rudi mengaku pihaknya akan terus mengendalikan inflasi maupun deflasi di daerahnya. Pengendalian inflasi ini dinilai penting, pasalnya jika inflasi tinggi, maka daya beli masyarakat akan minim. Sebaliknya, deflasi akan tidak baik juga.
"Jadi, inflasi dan deflasi ini harus dikendalikan," imbuhnya.
Untuk mengendalikannya, Pemerintah Kota (Pemko) Batam sudah menggelar beberapa program bersama tim yang sudah dibentuk dalam pengendalian inflasi ini. Pada intinya, ia menekankan agar masyarakat Batam bisa mendapatkan kebutuhan bahan pokok dengan harga yang terjangkau.(K65)