Bisnis.com, PALEMBANG – Kenaikan harga komoditas kedelai menjadi alarm bagi semua pihak baik pemerintah untuk menjaga inflasi maupun bagi pengrajin tempe dan tahu untuk mempertahankan usahanya.
Deputi Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) Nurcahyo Heru Prasetyo mengatakan tren naiknya harga kedelai patut diperhatikan karena dikhawatirkan berdampak pada laju inflasi di sisa dua bulan tahun ini.
Dia memetakan dari tiga komoditas yang diproyeksi mempengaruhi inflasi pada November dan Desember di Palembang, salah satunya yakni volatile food tempe dan tahu.
“Tahu dan tempe ini perlu diwaspadai kenaikan harganya karena harga impor kedelai cukup tinggi,” ungkap Nurcahyo, dikutip Selasa (28/11/2023).
Kenaikan kedelai itu memang telah dirasakan oleh para pengrajin tempe dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir.
Perajin tempe di Plaju, Kota Palembang, Joko mengatakan harga kedelai saat ini berada di angka Rp13.000 per kilogram atau mengalami kenaikan dari sebelumnya di kisaran harga Rp10.700 per kilogram.
Baca Juga
Menurutnya, terjadi kenaikan sekitar Rp2.300 per kilogram dan berlangsung secara bertahap. “Jadi itu (kenaikan) tidak langsung, Rp500 kemudian Rp500 lagi terus sampai sekarang ini Rp13.000 an,” ungkapnya kepada Bisnis.
Meski tidak berpengaruh pada jumlah produksi, namun Joko mengakui kenaikan tersebut menyebabkan adanya penambahan biaya untuk modal produksi.
Untuk menyiasati kondisi itu, imbuhnya, biasanya pengrajin tempe akan mengecilkan ukuran tempe atau mengurangi isi, alih-alih menaikan harga jualnya. “Mengurangi isi biasanya kami kurangi sekitar setengah ons atau 50 gram,” jelasnya.