Bisnis.com, PEKANBARU-- Tidak terbayangkan oleh pria ini, bila sekarang dirinya memiliki usaha peternakan sapi dari keberaniannya mengolah kotoran hewan itu, dan tetap konsisten meski sempat diragukan oleh tetangga dan para peternak lainnya.
Setelah 10 tahun sudah berlalu. Sudarman mengenang usahanya itu dimulai dari 2 ekor sapi pada 2013 silam, hingga jumlah sapinya terus bertambah setiap tahun. Selain beternak, dia juga mengangon atau ikut menggembalakan sapi warga lainnya, hingga pernah mencapai sebanyak 17 ekor sapi yang dipegang.
Karena sapi sudah banyak, mulailah dibikinkan kendang agar lebih mudah dalam mengelola hewan tersebut di peternakan yang terletak di Desa Mukti Sari, Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar. Selain beternak, dia juga melakukan jual beli sapi dan berhasil membangun rumahnya di kampung dari hasil usaha, dan kini masih tersisa 9 ekor yang diternaknya.
“Dari ternak sapi ini ada kotoran padat serta cair. Untuk sebagian orang ini adalah limbah dan kerap diabaikan saja. Padahal limbah ini bisa dimanfaatkan dan diolah menjadi sumber energi bersih, bisa dipakai untuk menyalakan kompor lewat biogas yang berasal dari kotoran sapi,” ungkapnya Rabu (2/11/2023).
Memang langkahnya itu tidak semulus yang dibayangkan. Tetangga ada yang menyebut gas dari kotoran sapi itu tidak sehat dan kemungkinan bisa menularkan bakteri ke makanan yang dimasak memakai biogas itu.
Namun Sudarman bergeming. Dia tetap konsisten menjalankan upayanya itu, dan tidak hanya menjadi biogas, kotoran padat dan cair juga diolah lagi menjadi pupuk kompos dan pupuk cair yang ramah lingkungan dan memang terbukti membuat tanaman petani menjadi lebih subur.
Baca Juga
Dari hitungan kasarnya, setiap bulan bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp1 jutaan dari pupuk padat, dan juga Rp1 jutaan dari pupuk cair. Semua kegiatan peternakan ini tidak dikerjakannya sendiri, tetapi Bersama dengan kelompok tani di kampungnya yakni Poktan Bina Muktisari. Kini ada sekitar 10 orang anggota poktan tersebut, dan masing-masing punya tugas berbeda, mulai dari mencari dan memberi pakan, mengambil limbah dan mengolahnya menjadi pupuk siap jual.
Sejak 2022 lalu, upaya Sudarman ini dilirik oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), dan dirinya bersama Poktan Bina Muktisari mendapatkan dukungan berupa pembangunan reaktor Biogas yang memudahkan dirinya menyimpan limbah kotoran sapi untuk kemudian diolah menjadi biogas. Selanjutnya dari reaktor tersebut dialirkan ke rumahnya sehingga bisa digunakan untuk memasak, atau untuk menerangi lampu petromak.
Lewat dukungan ini juga, dia sudah tidak perlu lagi membeli gas elpiji untuk memasak, sebab setiap hari sudah memakai biogas dari limbah ternak untuk menyajikan makanan bagi keluarganya.
Kepala Desa Muktisari, Waryono mengakui kalau reaktor biogas dari bahan limbah ternak sapi ini sangat membantu daerahnya menjadi Desa Energi Berdikari. Bagaimana tidak, bila setiap rumah tangga sudah bisa menikmati energi bersih itu, tidak perlu lagi membeli pupuk dan juga membeli gas untuk memasak, yang tentunya membuat pengeluaran warga desa ditekan dan disaat bersamaan penghasilannya terus meningkat.
“Kami sangat senang dengan program reaktor biogas, karena dulu sebelumnya diminati orang ramai, ada sebagian yang punya pemikiran biogas ini kotor karena bahannya dari limbah ternak. Tapi setelah edukasi dan penggunanya juga aman, sudah tidak ada lagi yang berpikir demikian,” ujarnya.
Dari catatannya, desa itu memiliki sekitar 830 kepala keluarga yang tersebar di tiga dusun, kemudian ada sebanyak 22 peternak sapi dengan satu peternak bisa memiliki sampai 30 ekor sapi.
Waryono menyebutkan setelah adanya bantuan reaktor biogas bagi peternakan, dia berharap reaktor juga bisa mulai dibangun di pasar rakyat dan juga pesantren, karena dengan adanya reaktor tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dari pengelolaan sampah di kedua tempat tersebut.
Harapan tersebut diamini oleh Senior Analyst CSR PHR, Deli Paramita. Dia menyebutkan memang program ini telah dimulai dari tahun lalu dengan membangun sebanyak 9 reaktor gas di Desa Mukti Sari Kampar, dan satu reaktor di Palas, Rumbai Pekanbaru. Tahun ini direncanakan jumlah reaktor akan ditambah 12 unit lainnya sehingga diperkirakan bisa mencapai total 20 reaktor biogas di desa tersebut.
“Memang desa ini punya potensi peternakan sapi yang besar, dan lokasinya juga memang berada di ring 1 operasional PHR dan dekat dengan gathering station kami. Selain kami membangun reaktor, para peternak juga diberikan pelatihan bagaimana mengelola dan mengolah biogas ini,” ujarnya.
Selain diolah menjadi biogas serta pupuk padat dan cair, kedepannya limbah ternak sapi itu akan dijadikan pupuk bioslurry, yang merupakan limbah terakhir dari pengolahan biogas. Nantinya pupuk itu bisa dimanfaatkan untuk tanaman kelapa sawit dan juga papaya.
Lewat berbagai upaya inilah, harapan PHR agar Desa Mukti Sari menjadi Desa Energi Berdikari dapat terwujud. Karena selain didukung dengan puluhan reaktor biogas, setelah para peternak serta warga menjadi mandiri, nantinya bisa menularkan semangat itu di sektor lainnya dan sama-sama merasakan manfaat lebih dari hadirnya kotoran yang sempat dicurigai membawa penyakit, ternyata telah menjadi berkah dan manfaat selangit. Semoga.
Caption: Proses mengolah kotoran sapi menjadi biogas di Desa Mukti Sari, Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau. Istimewa