Bisnis.com, BATAM - Tarif pengiriman kontainer dari Batam menuju Singapura merupakan salah satu persoalan klasik dunia usaha di Batam. Persoalan ini telah berlangsung sejak lama.
Saat masih menjabat sebagai Kepala BP Batam, Lukita Dinarsyah Tuwo (2017-2018) pernah menyebut bahwa tarif kontainer ukuran 20 feet dari Batam menuju Singapura yang hanya 22 kilometer, nilainya mencapai US$500. Sementara dari Jepang menuju Singapura, hanya US$280.
Adapun penyebab mahalnya tarif kontainer ini, yakni karena minimnya kapasitas Pelabuhan Batuampar. Imbasnya kapal-kapal besar seperti Super Panamax yang bertonase besar tidak bisa bersandar ke Batam.
Karena tidak bisa bersandar, maka kapal-kapal besar bersandar akan bersandar ke Pelabuhan Singapura, dan menggunakan kapal-kapal kecil yang dimonopoli perusahaan dari negeri jiran tersebut, untuk mengangkut sedikit demi sedikit kontainer menuju Batam. Ini yang membuat tarif kontainer Batam menuju Singapura menjadi selangit.
Setelah sampai di Batam, kontainer yaang berisi bahan baku atau barang setengah jadi itu diolah menjadi barang jadi. Lalu setelah itu, dimuati lagi ke dalam kapal-kapal kecil yang kemudian berangkat ke Singapura, untuk kemudian dipindahkan ke kapal besar, yang berangkat menuju negara tujuan ekspor utama, seperti China dan Amerika.
Saat itu, Badan Pengusahaan (BP) Batam juga telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan tarif logistik, dimulai dengan upaya perluasan pelabuhan, serta berkomunikasi dengan pihak terkait, untuk menelusuri tingginya tarif kontainer ini.
Dari hasil penelusuran tersebut, rantai birokasi yang panjang pun ditemukan dalam bisnis pengiriman kontainer ini. Cara pengelolaan manajemen logistik pun tidak tertata dengan baik.
Karena melalui pihak ketiga, maka ada kapal, forwarder, agen, dan lain-lain yang bukan dari tangan si pengirim langsung. Rantai logistik yang panjang itu pun, turut mendorong tingginya tarif logistik.
BP Batam pun sudah berhubungan langsung dengan shipper dari luar negeri, untuk mengangkut langsung barang-barang produksi Batam ke luar negeri. Kapal pun sudah disediakan, sehingga tarif diyakini bisa turun 40 persen.
Tapi, hingga saat ini pengusaha masih mempertanyakan tarif logistik yang masih mahal tersebut. Karena pada kenyataannya tarif logistik dari tahun ke tahun terus meningkat.
Faktor berikutnya yang menekan ongkos logistik di Batam, yakni ketiadaan fasilitas container yard (CY). Pasalnya pemilik kontainer tidak bisa menyimpan kontainernya di Batam, sehingga lebih memilih ke Singapura. Situasi ini memang benar-benar menguntungkan negeri jiran tersebut.
Selanjutnya, biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mahal. Pemangkasan biaya BBM diperlukan, karena biaya BBM ini menyita 40 persen dari biaya operasional kapal pengangkut kontainer. Apabila dilakukan secara berulang-ulang, seperti yang terjadi selama ini dari Singapura ke Batam dan sebaliknya, maka dipastikan biayanya semakin membengkak.
Di zaman kepemimpinan Edy Putra Irawadi (2018-2019), BP Batam sudah memulai pembangunan CY di atas lahan yang dulunya merupakan bekas Gudang Persero. CY merupakan tempat penyimpanan kontainer atau peti kemas kosong, tempat pembersihan, perbaikan kontainer, serta tempat untuk pelaksanaan survei kontainer pada saat kontainer masuk maupun keluar.
Fungsi CY adalah menyiapkan kontainer yang akan dipergunakan oleh para eksportir untuk kebutuhan ekspor barang dengan standar Institute of International Container Lessors (IICL).
CY memiliki peran penting dalam kegiatan perekonomian terutama kegiatan ekspor dan impor dalam memperlancar arus kontainer dan lalu lintas angkutan barang serta mengefisienkan jalur rantai pasok, atau biasa dikenal sebagaisupply chain, terutama dalam perdagangan internasional.
Peran CY dalam sistem logistik nasional adalah mendukung efisiensi tata kelola dan tata niaga. Hingga saat ini, pembangunan CY di Pelabuhan Batuampar masih berlanjut.
Mengutip salah satu pernyataan pejabat teras Batam, di salah satu grup whatsapp asosiasi pengusaha, ia mengungkapkan bahwa persoalan logistik di Batam ini melibatkan banyak sekali stakeholders terkait. Poin-poin utama yang menyangkut mengenai faktor tingginya tarif kontainer sudah dibahas semua, berikut implikasinya kepada dunia usaha di Batam, pada saat pertemuan di Hotel Marriot, akhir Februari lalu.
Namun, solusi “Lampu Aladin” tak kunjung ditemukan juga. Meskipun, BP Batam sudah berupaya menurunkan tarif kepelabuhanan lebih murah dibandingkan Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, tetapi tetap ada intervensi dan biaya yang bersifat business to business (B to B) yang pada akhirnya, menyebabkan kondisinya kembali seperti sedia kala. Hal seperti ini menuntut diplomasi bisnis terpadu ke pelaku usaha di Singapura, baik dari dunia usaha di Batam maupun dari pemerintahan.
Bahkan saat ini, tarif pengiriman kontaiuner terus mengalami kenaikan, dimana tarif kontainer 20 feet pada tahun 2021 sebesar US$470, lalu naik 6 persen menjadi US$500 pada 2022, dan terakhir naik 14 persen menjadi US$570 pada tahun ini.
Sementara itu untuk tarif kontainer 40 feet pada tahun 2021 sebesar US$665, lalu naik 8 persen menjadi US$720, dan terakhir naik 11 persen menjadi US$800 pada tahun ini. Tarif tersebut berasal dari perusahaan forwarder atau ekspedisi.
Di saat tarif kontainer mengalami kenaikan, BP Batam juga berencana melakukan penyesuaian tarif bongkar muat kontainer di Pelabuhan Batuampar. Sebagai contoh jasa Container Handling Charge (CHC) untun peti kemas Full Container Load (FCL) ukuran 20 Feet isi, sebelumnya dikenakan tarif sebesar Rp384.300 per boks akan dilakukan penyesuaian tarif menjadi Rp603.000 per boks.
Melihat hal tersebut, dosen ekonomi Universitas Internasional Batam (UIB) Suyono Saputra mengatakan dampak kenaikan tarif pelayanan jasa penumpukan petikemas ini berpengaruh besar terhadap naiknya beban logistik. Imbas akhir tentu harga barang di konsumen juga bisa kian meningkat.
"Supply chain cost sampai bahan jadi itu ada proses produksi, harga barang bisa bisa naik. Nanti yang menjerit pasti customer akhir, orang yang membeli produk itu apa lagi kaitannya dengan bahan pangan," katanya Selasa (4/7/2023) di UIB.
Ia melihat bahwa semua barang yang menggunakan alat transportasi kontainer akan terdampak, hal ini karena salah satu dari komponen supply chain cost itu naik, tentu akan terdorong ke proses berikutnya.
"Biasanya pengusaha sudah menghitung seminimal untuk mengurangi cost logistik. Pasalnya tidak hanya dari kenaikan tarif jasa penumpukan petikemas. Tapi perusahaan logistik saat ini masih beban cost lainnya seperti mandatori tunjangan lainya, belum lagi tarif kelancaran LoLo (Lift On Lift Off) bagi kontainer," ungkapnya.
Menurut Suyono, sebaiknya untuk membuat situasi yang adil bagi stakeholder terkait, serta untuk menjaga kondusifitas sistem transportasi logistik ekonomi kepelabuhanan dalam sektor maritim khususnya Batam dianjurkan untuk mengadakan forum pembiayaan tarif kontainer di Pelabuhan Batu Ampar.
Kenaikan tarif logistik tentu akan berdampak kepada supply and demand, sehingga bagi pengusaha angkutan yang sudah menjalani kontrak angkutan sebelumnya akan sangat berdampak.
"Dari sektor produksi akan berdampak secara positif dari raw material, secara tidak disadari maka domino effect akibat kenaikan tarif pelayanan kontainer akan berpengaruh terhadap konsumen. Sehingga perlu adanya penyesuaian untuk kesepakatan bersama," pungkasnya. (K65)