Bisnis.com, PADANG - Salah satu komoditas unggulan Provinsi Sumatra Barat yakni gambir masih belum mampu membangun citra yang baik bagi para eksportir, padahal Sumbar merupakan produksi gambir terbesar di Indonesia.
Direktur PT Rajdular Brothers (eksportir asal India) Punit Kumar mengatakan kondisi mutu gambir di Sumbar dari waktu ke waktu mengalami penurunan. Hal ini diketahui dari setiap menerima penjualan hasil panen gambir di Sumbar.
"Kita sebagai eksportir tentu ingin agar mutu gambir yang bagus, sehingga harga jual ke India bisa lebih bagus pula. Tapi yang saya lihat, dari tahun ke tahun, mutu tak kunjung terlihat ada perbaikan," katanya, Senin (6/3/2023).
Dia menyebutkan seharusnya soal mutu ini pemerintah bisa turut turun ke perkebunan gambir, karena jika tidak ada sentuhan dari pemerintah, maka amat disayangkan mutu gambir yang tak ada perubahan.
Padahal gambir di Sumbar merupakan pemasok terbesar ke India, selain ada sedikit dari Sumatra Utara. Artinya di negara lain tidak ada ditemukan gambir, dan hanya ada di Indonesia, dan itu di Sumbar dan Sumut.
"Kalau di Sumbar ada Kabupaten Limapuluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan. Dua daerah ini memiliki mutu yang berbeda, yang parah itu mutu dari Limapuluh Kota," ujarnya.
Punit menjelaskan akibat mutu yang kurang bagus itu, eksportir pun tidak bisa memberikan harga yang bagus. Saat ini harga beli gambir di dua daerah di Sumbar itu, memiliki nilai yang berbeda.
Sepert di Kabupaten Limapuluh Kota saat ini harga gambir mulai dari Rp50.000 hingga Rp65.000 per kilogram, dan di Kabupaten Pesisir Selatan mulai dari Rp65.000 hingga Rp75.000 per kilogram. Harga tergolong cukup baik, bila dibandingkan pertengahan tahun 2022 lalu, dimana harga jual gambir masih di bawah Rp50.000 per kilogram.
"Harga itu sudah tiba di gudang ya, dan ada kemungkinan di tingkat petani turun sedikit harganya," ujar dia.
Diakuinya kondisi keluhan mutu gambir di Sumbar yang menurun itu, tidak hanya dirasakan oleh PT Rajdular Brothers saja, tapi sejumlah perusahaan eksportir lainnya juga merasakan hal yang sama.
Punit menyampaikan sepanjang perusahaan PT Rajdular Brothers berdiri di Nagari/Desa Kasang, Kabupaten Padang Pariaman, tersebut, saat ini kondisi mutu gambir dapat dikatakan dititip yang tidak baik.
"Kami sudah ada di sini sekitar tahun 2000-an lah. Dulu harga gambir bisa Rp100.000 per kilogram. Nah itu dikarenakan mutu gambir di Sumbar sangat bagus, kami senang membelinya. Tapi entah kenapa, akhir-akhir ini malah ditemukan dicampur dengan pupuk dan tanah juga," ujarnya.
Gambir Diolah Jadi Permen
Punit menjelaskan di India, gambir Sumbar diolah menjadi permen yang dikenal dengan Gutkha. Dia menjelaskan gutkha itu permen yang berfungsi untuk mengurangi seseorang untuk menghisap rokok, dan permen tersebut sudah lama ada di India.
"Nah gambir itu kita makan di India. Sementara ada petani di Sumbar yang malah campur dengan pupuk dan tanah. Untuk kesehatan hal itu jelas tidak baik," sebutnya.
Artinya, cukup banyak perusahaan di India yang memproduksi gutkha tersebut, dimana bahan baku yakni gambirnya itu datang dari Sumbar dan Sumut, Indonesia.
Menurutnya kebutuhan gambir di India dapat dikatakan tidak akan habis, karena di India sendiri saat ini tidak ada lagi perkebunan gambir, serta tidak adanya pabrik gambir, yang ada cuma perusahaan pengolahan gambir jadi permen.
"Kan sangat disayangkan, jika gambir di Sumbar ini malah menurun produksinya. Mutu yang terpenting, pemerintah diharapkan bisa bantu petani untuk memproduksi gambir dengan mutu yang bagus," harap Punit.