Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengendalian PMK di Sumut masih Terkendala SDM

Kepala Kelompok Tani dan Ternak Enggal Mukti Sugito menjelaskan kini kesadaran peternak untuk optimalisasi kondisi ternak masih minim.
Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung memasangkan eartag atau tanda pengenal pada telinga hewan ternak sapi yang telah disuntik vaksin untuk pencegahan penyakit mulut dan kuku (PMK) di kandang peternakan sapi di kawasan Babakan Ciparay, Bandung, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Bisnis/Rachman
Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung memasangkan eartag atau tanda pengenal pada telinga hewan ternak sapi yang telah disuntik vaksin untuk pencegahan penyakit mulut dan kuku (PMK) di kandang peternakan sapi di kawasan Babakan Ciparay, Bandung, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, MEDAN - Polemik penyakit mulut dan kuku (PMK) di Sumatra Utara tampaknya belum juga tuntas. Pasalnya, kendala untuk penurunan angka kasus masih terdapat dari sisi sumber daya manusia (SDM) atau peternak itu sendiri.

Kepala Kelompok Tani dan Ternak Enggal Mukti Sugito menjelaskan kini kesadaran peternak untuk optimalisasi kondisi ternak masih minim.

Sugito menceritakan ada kalanya saat tim Satuan Tugas (Satgas) datang untuk melakukan pendataan ataupun pemberian vaksin, terdapat kondisi-kondisi yang tidak mendukung dari sisi peternak lainnya.

"Jadi begitu petugas ada, lembu sudah diikatlah, atau apa (ada upaya), ini engga. Malah ditinggal kerja, dan lain-lain, begitu," ujar Sugito saat dihubungi Bisnis di Medan, Selasa (20/12/2022).

Sugito mengaku bahwa kerugian yang dialaminya dan peternak lainnya adalah suatu yang yang pasti. Ia menaksir akibat PMK, pendapatan yang seharusnya didapat selama bulan April cukup jauh dari ekspektasi.

"Yang jelas dari bulan puasa itu aja, lantaran terkontaminasi barang dari Aceh, itu spontan 8 ekor (terinfeksi) dari 4 anggota peternak. Yang jelas mutlak engga tertolong lah. Yang seharusnya kalau sehat itu bisa dapat Rp30 juta, dari 3 ekor, dengan kondisi (sapi) yang sakit, jadinya engga sampai Rp20 juta" ucapnya.

Dalam penanganan hewan yang terinfeksi, Sugito menuturkan jenis perawatan yang diberikan kepada ternak masih merupakan ramuan herbal hasil racikan. Bahan-bahan tradisonal seperti jahe, dan kunyit masih mendominasi sebagai andalan para peternak.

Sedangkan untuk penjagaan imunnya, bahan-bahan seperti air penyegar, air kelapa, hingga gula merah diberikan demi menjaga daya tahan tubuh hewan ternak agar tidak mudah terpapar penyakit.

"Dengan keawaman ilmu, sehari itu minum Lasegar yang besar itu aja udah Rp7.000. Kali 3, udah Rp21.000. Yang seharusnya kita engga beli gula merah untuk menjaga imun, kita harus beli. Dengan kepanikan peternak yang sudah dialami di Enggal Mukti, dia tidak akan ragu mengeluarkan uang, yang penting, lembunya sembuh," sambungnya.

Secara pribadi Sugito memiliki trik tersendiri dalam menangani jika ada hewan ternak miliknya yang terinfeksi PMK.

"Langkah yang dilakukan jika ada hewan ternak yang terkena PMK, yang pertama jangan panik. Kandang bersih, makan cukup, kandang diasapi biar jangan menular, ya tetap divaksin dan dijaga. Pastinya aman," sambungnya.

Dari sisi lain, Sugito menyampaikan bahwa pemerintah dalam hal ini telah beberapa kali datang untuk memberikan penawaran vaksin dan juga sosialisasi terkait bagaimana pencegahan PMK, namun beberapa peternak lain menganggap bahwa hewannya telah sembuh total sehingga menganggap hal tersebut tidak perlu dilakukan. Padahal kenyataan di lapangannya, lanjut Sugito, masih ada kemungkinan untuk kambuh lagi dalam kurun waktu 6 bulan.

Sebagai upaya dalam tindak pencegahan, Sugito menyebut ada hal-hal yang perlu dilakukan oleh peternak diantara lain dengan mengikuti aturan pemerintah, dengan membersihkan kandang secara rutin, melakukan pengasapan, pemberian vitamin dan juga vaksin.

"Harusnya sih harus gitu, sebenarnya. Tapi kadang merengkelnya peternak ini, maaf katanya, peternak ini hanya sampingan, bukan kebutuhan mutlak bisnis," keluh Sugito.

Karena kalau nanti PMK ini tidak tercegah sampai 70 persen, sambung Sugito, diperkirakan nantinya akan seperti kasus Covid 19.

"Kalau pencegahan ini tidak dilaksanakan, lembu tidak bisa keluar dari daerah. Kalau nanti bawa keluar daerah, harus nunjukin surat vaksinnya," ucap Sugito.

Ia berharap, pemerintah wajib berperan aktif dengan menekankan kepada peternak untuk sadar wajib vaksin bagi hewan ternaknya. Karena hingga ini, ia menilai tim satgas sekedar menjalankan tugas saja dengan datang, dan mendata.

"Contoh, ada berapa kelompok itu di kecamatan, wajib mengikuti sosialisasi pemahaman tentang PMK. Kalau hanya kelompok membawa 1 orang dari 1 desa, itu apa mencakup tanpa diperankan oleh pemerintah?" pungkasnya.

Menanggapi hal ini, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan upaya dalam rangka menekan meningkatnya angka infeksi PMK.

"Tetap kita tekan (peningkatan kasusnya) dan melakukan vaksin-vaksin. Yang saat ini semakin menipis (lembu yang terkena penyakit). Mudah-mudahan selesai," ucap Edy di Medan, Selasa (21/12).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ade Nurhaliza
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper