Bisnis.com, MEDAN - Pascapandemi, badai inflasi perlahan menjajak seluruh dunia dan menyebabkan krisis ekonomi global. Masing-masing negara, termasuk Indonesia, dengan segala strateginya mencoba bertahan di tengah ancaman resesi dan inflasi (reflasi) agar tidak tumbang. Tak terkecuali Provinsi Sumatra Utara (Sumut).
Pemerintah pusat sempat memberikan catatan merah terhadap daerah dengan tingkat inflasi yang tinggi serta berbagai arahan dalam hal mengendalikan inflasi agar tak terus menanjak.
Kepala Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Sumut Naslindo Sirait mengatakan secara keseluruhan wilayah Sumut, selama November 2022, inflasi Month to Month (MTM) adalah sebesar -0,13 persen. Sedangkan dari sisi tahunan atau Year on Year (YOY) telah terjadi penurunan kurva inflasi sebesar 5,03 persen.
Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi YOY pada November 2022, antara lain bensin, angkutan udara, rokok kretek filter, beras, angkutan dalam kota, bahan bakar rumah tangga, ikan dencis, sewa rumah, telur ayam ras, upah asisten rumah tangga, nasi dengan lauk, rokok putih, sabun mandi, shampo, rokok kretek, bawang merah, dan bedak.
Sementara itu, komoditas yang memberikan andil deflasi YOY antara lain adalah cabai merah, minyak goreng, bawang putih, cabai rawit, tauge/kecambah, daging babi, bayam, dan brokoli.
Kemudian, beberapa komoditas yang dominan memberikan andil inflasi MTM pada November 2022 yaitu daging ayam ras, minyak goreng, rokok kretek filter, sawi hijau, telur ayam ras, jeruk, emas perhiasan, bayam, kacang panjang, tomat, sabun detergen bubuk/cair, sabun cair/cuci piring, pasta gigi, beras, dan sabun mandi cair. Sementara komoditas yang memberikan andil deflasi mtm, antara lain cabai merah, bawang merah, ikan dencis, angkutan udara, ikan tongkol/ambu-ambu, cabai rawit, dan cabai hijau.
Dalam hal ini, guna menekan laju inflasi daerah Pemrov Sumut pun mengupayakan berbagai cara tambahan yang salah satu diantaranya dengan melakukan pemantauan harga barang kebutuhan pokok.
Pemantauan dilakukan setiap hari oleh Pemprov Sumut serta pemimpin daerah di 33 kabupaten dan kota. Tindakan pemantauan harga pun dimanfaatkan sebagai bahan early warning system untuk mengambil kebijakan yang diperlukan dan untuk melihat disparitas harga antar kabupaten/kota, supaya dapat dilakukan kebijakan mengurangi disparitas harga. Lalu upaya selanjutnya adalah dengan diadakannya sidak pasar oleh Satgas Pangan bersama dengan Polda Sumut.
Di sisi lain, dengan adanya inflasi pertumbuhan ekonomi pun juga dapat dipastikan ikut tersorot karena saling keterkaitan dan keterikatan antar dua entitas tersebut. Upaya-upaya penekanan laju inflasi diharapkan akan mampu menaikkan kurva pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut Naslindo menilai bahwa pertumbuhan ekonomi di Sumatera utara juga tidak terlepas dengan kondisi nasional ataupun global. Yang mana kondisi pertumbuhan ekonomi global saat ini tengah mengalami penurunan.
Yang artinya, lanjut Naslindo, di beberapa negara juga sedang mengalami perlambatan, seperti di Amerika Serikat, Tiongkok, dan India. Sementara negara-negara tersebut merupakan mitra dalam perdagangan antar negara. Sehingga perlambatan ekonomi global itu pasti akan mempengaruhi ekonomi nasional dan tentu juga ekonomi Sumut.
"Kita tahu kondisi global juga mengalami penurunan ya. Untuk akhir tahun ini saja diperkirakan ekonomi global itu awalnya diproyeksikan tumbuh 4,9 persen sekarang dikoreksi menjadi 3,2 persen di tahun 2022 ini," kata Naslindo kepada Bisnis, Senin (12/12/2022).
Naslindo mengungkapkan bahwa situasi inflasi di dunia juga menggerek Bank Sentral Amerika dengan menaikkan suku bunga. Dan tentu saja kenaikan ini ikut diterapkan oleh Bank Sentral Indonesia, dalam hal ini Bank Indonesia, guna meredam angka inflasi dan menjaga tidak terjadinya Capital Outflow karena kuatnya dolar hari ini.
"Kalau bicara pertumbuhan ekonomi, yang pertama adalah konsumsi. Konsumsi itu kalau misalkan konsumsi kita banyak, selain konsumsi sehari-hari kan ada juga untuk konsumsi perumahan, motor, mobil. Nah yang kredit-kredit ini kedepan pasti akan turun. Karena tadi, suku bunga naik. Dari sisi konsumsi, pertumbuhan ekonomi itu akan tertekan," ujarnya.
Yang kedua, dari sisi ekspor. Naslindo memproyeksikan sumber pertumbuhan ekonomi Sumut dari ekspor juga akan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan negara rekanan ekspor Crude Palm Oil (CPO)/minyak sawit Sumut seperti Tiongkok dan India juga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, sehingga tentu akan berpengaruh dengan tingkat ekspor yang akan ikut menurun.
Selanjutnya dari sisi investasi, lanjut Naslindo, dengan tingginya suku bunga ditambah ketidakpastian global, tentu investor akan menahan untuk berinvestasi. Dengan ini, dari sisi investasi pun diproyeksikan juga akan mengalami penurunan.
"Nah yang terakhir itu adalah konsumsi pemerintah. Inilah yang mungkin bisa tumbuh dan diharapkan. Bapak Edy Rahmayadi sudah mencanangkan kami harus melakukan tender dini di bulan Desember ini untuk proyek 2023, sehingga bulan Januari nanti proyek-proyek sudah bisa dijalankan dan realisasi anggaran sudah bisa cepat terserap dilapangan sehingga inilah yang menjadi sumber pertumbuhan. Jadi ke depan, tahun 2023 itu ekonomi kami perkirakan tumbuh antara 3,7 persen sampai 4,9 persen untuk Sumatera Utara," ujar Naslindo lagi.
Artinya, penurunan pertumbuhan ekonomi tidak dapat dihindari, namun sisi baiknya adalah Sumut diproyeksikan tidak akan sampai mengalami resesi.
Bukan tanpa sebab, hal ini dikarenakan konsumsi masyarakatnya yang masih kuat, walaupun untuk beberapa sektor seperti kredit properti dan kredit barang-barang tersier akan mengalami penurunan. Namun konsumsi sehari-hari untuk makanan, dapat dipastikan mengalami peningkatan.
Selanjutnya dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian dan perikanan diprediksi akan bertumbuh. Tanaman-tanaman pangan hortikultura dinilai juga berpotensi untuk ditingkatkan jika negara lain mengalami krisis pangan, tentu hal itu dapat dimanfaatkan dan nilai ekspornya juga akan ikut naik.
"Keunggulan Sumut itu kan CPO, karet dan kopi. Sebenarnya dengan dolar naik ini, tinggi, ada juga sisi positifnya. Untuk ekspor, ya tentu itu akan meningkatkan nilai ekspornya. Volume ekspor tadi memang mengalami penurunan, tapi nilai ekspornya pasti akan meningkat, karena dolar naik," jelasnya.
Tidak sebatas itu saja, Naslindo menegaskan Permprov juga akan mendorong CPO dan karet tak hanya dari sisi peningkatan nilai tambah. Dalam hal ini, bukan sekedar berfokus pada ekspor CPO ataupun minyak gorengnya saja, tetapi lebih kepada hilirisasi. Sehingga nanti memungkinkan naiknya investasi pencipta lapangan kerja lokal.