Bisnis.com, PALEMBANG — Harga komoditas karet, yang menjadi andalan Sumatra Selatan, diproyeksi menurun hingga ke US$1,23 per kilogram pada tahun 2023 seiring adanya ancaman resesi yang membuat penurunan permintaan terhadap karet alam.
Kepala Kelompok Peneliti Pemuliaan Pusat Penelitian Karet Fetrina Oktavia mengatakan penurunan harga karet TSR 20 diprediksi hingga September 2023.
“Harga karet per September 2022 senilai US$1,33. Harga karet alam ini baru akan meningkat pada tahun 2025,” katanya, baru-baru ini.
Menurut Fetrina, hasil proyeksi menunjukkan akan terjadi defisit produksi pada tahun 2030 yang akan melambungkan harga karet, sehingga produktivitas karet tetap perlu ditingkatkan.
“Oleh karena itu diperlukan dukungan pemerintah dalam hal penyediaan dana untuk akselerasi peremajaan menggunakan klon-klon produksi tinggi tahan penyakit,” katanya.
Dia menambahkan pemerintah juga perlu memberikan dukungan kebijakan terhadap penguatan industri hilir dan peningkatan serapan pasar domestik.
Fetrina mengatakan upaya peningkatan konsumsi karet alam domestik telah ditempuh melalui pengembangan produk inovasi berbasis NR, diantaranya produk aditif aspal karet, bantalan jembatan, LRB, telapak ban forklift, canal bloking doc fender, dan alat-alat kesehatan.
“Penggunaan karet alam sebagai bahan baku alat-alat Kesehatan diharapkan dapat meningkatkan nilai TKDN dan kemandirian industri alat kesehatan di dalam negeri,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) Sumatera Selatan, Jumirin, mengatakan harga karet terus turun dalam beberapa tahun terakhir.
Saat ini, di tingkat petani, harga karet mencapai Rp5.000 per kg untuk mereka yang menjualnya kepada tengkulak dan Rp 9.400 per kg untuk petani karet yang menjual hasil karetnya ke UPPB yang dijual dengan sistem lelang.
"Harga tersebut masih jauh dari ideal karena harga karet seharusnya Rp 10.000 per kg," kata Jumirin.