Bisnis.com, PALEMBANG -- Pengelola stadion sepak bola dinilai perlu untuk menyediakan tribun khusus kaum perempuan dan anak merujuk pada tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan beberapa waktu lalu.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Indonesia Seluruh Indonesia (Perbasi) Nirmala Dewi, di Palembang, Selasa (4/10/2022).
“Saya sedih dan prihatin sekali atas kejadian di Stadion Kanjuruan. Apalagi mendengar ada seorang ibu meninggal karena berupaya mencari anak dan suaminya saat kejadian,” kata dia.
Nirmala yang pernah menjabat sebagai Direktur Marketing perusahaan pengelola Sriwijaya FC tahun 2013-2018 itu mengaku berduka atas tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuran Malang, Jawa Timur.
Tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan terjadi setelah laga Liga 1 antara tuan rumah Arema FC dan tim tamu Persebaya Surabaya rampung digelar pada Sabtu (1/10/2022) malam WIB.
Setelah pertandingan tuntas dengan skor 3-2 untuk kemenangan tim tamu, sejumlah oknum suporter Arema FC dilaporkan turun ke lapangan. Para oknum suporter Arema FC turun ke lapangan karena tidak puas dengan hasil akhir pertandingan.
Sebanyak 125 orang meninggal dunia dan belasan orang diantaranya yakni anak-anak usia dibawah 12 tahun.
Oleh karena itu, sebagai penggiat olahraga, Nirmala mendesak pemerintah membuat regulasi yang didalamnya mengatur mengenai pemberian tempat khusus untuk anak-anak dan perempuan.
"Jangan sampai kejadian ini menimbulkan dampak buruk sehingga memunculkan ketakutan para ibu untuk menonton pertandingan sepak bola, kata dia.
Padahal dalam pertandingan olahraga itu banyak hal baik yang dapat dicontoh seperti sportivitas, semangat juang pantang menyerah dan solidaritas. Ini sangat baik untuk pembentukan karakter anak.
Menurut Nirmala Dewi, hingga kini belum ada kiat ampuh untuk mencegah konflik antarkelompok suporter.
Adanya militansi berlebihan terhadap klub menjadi pemicu utama konflik sering terjadi, apalagi jika tim kesayangan mengalami kekalahan.
Nirmala mengaku sempat juga dihadapkan pada perseteruan antarsuporter saat menjadi bagian manajemen Sriwijaya FC asal Sumatra Selatan.
“Bedanya di Sriwijaya FC itu konfliknya bersifat internal karena ada tiga kelompok suporter,” kata dia.
Menurutnya, sudah ada program klub untuk mengedukasi para suporter. Namun disayangkan, program tersebut tidak berjalan dengan konsisten atau hanya bersifat spontan setelah adanya kerusuhan. Untuk itu, program edukasi kepada supporter sebaiknya dilakukan secara konsisten.
"Jangan pada saat setelah kejadian saja agar mereka merasa dilibatkan, lalu mengenai pengaturan posisi duduk untuk perempuan dan anak sehingga jika terjadi hal darurat dapat mengurangi resiko korban terhadap perempuan dan anak-anak," kata dia.