Bisnis.com, MEDAN - Para petani kelapa sawit di beberapa daerah Sumatra Utara menaruh harapan besar terhadap kebijakan baru pemerintah menghapus sementara pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Kebijakan itu diharapkan mampu mendongkrak harga Tandan Buah Segar atau TBS kelapa sawit hingga kembali normal. Paling tidak, petani bisa kembali panen setelah sempat beberapa pekan berhenti.
"Ya harapannya kalau bisa naik lah harganya," ungkap Ade Wira, petani kelapa sawit asal Mosa Julu, Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, kepada Bisnis, Senin (18/7/2022).
Sejak harga TBS kelapa sawit anjlok Rp500 - Rp600 per kilogram beberapa waktu lalu, hingga kini Ade belum kembali memanen kebun sawitnya. Selama ini, Ade dibantu sekitar lima orang pemanen. Kondisi membuat mereka terpaksa berhenti bekerja.
"Setahu saya ini yang paling murah. Sebelumnya tidak pernah sampai Rp500 per kilogram," kata Ade.
Menurut Ade, harta TBS kelapa sawit di tingkat petani sempat menyentuh Rp3.600 per kilogram. Tepatnya sebelum Ramadan 1443 hijriah. Namun harganya merosot setelah pemerintah menerapkan larangan ekspor CPO.
Baca Juga
Walau larangan itu sudah dicabut, harga TBS kelapa sawit justru tetap merosot hingga Rp700 per kilogram. Tragisnya, harga tersebut masih tetap turun bahkan Rp500 per kilogram.
"Kalau harganya terus-terusan seperti ini, masyarakat nanti tidak punya penghasilan. Untuk kebutuhan sehari-hari, untuk sekolah anak," katanya.
Menurut petani asal Kecamatan Sayur Matinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, Muhammad Iqbal Harahap, kebijakan pemerintah menghapus sementara pungutan CPO belum memberi dampak berarti bagi harga TBS kelapa sawit di daerah tersebut. Saat ini, harganya masih sekitar Rp700 per kilogram.
"Belum naik harganya," katanya kepada Bisnis.
Menurut petani asal Kecamatan Ujung Batu, Kabupaten Padang Lawas Utara Hotmatua Purnama Harahap, harga TBS kelapa sawit di daerahnya kini berkisar Rp1.050 per kilogram. Padahal sekitar tiga bulan lalu harganya nyaris Rp3.000 per kilogram. Tepatnya Rp2.800 per kilogram.
"Ini turunnya sedikit demi sedikit. Ini katanya memang ada naik sedikit Rp30 per kilohram. Seminggu lalu itu harganya Rp1.050 per kilogram," katanya.
Meski tak sampai berhenti panen, Hotmatua mengungkapkan bahwa harga TBS kelapa sawit kini terbilang cukup menyulitkan. Apalagi kondisi ini terjadi tatkala harga pupuk justru melambung tinggi. Bahkan mencapai Rp600.000 per zak.
Selama ini, Hotmatua memperkerjakan empat orang pemanen. Mereka diupah Rp300 per kilogram. Jika harga TBS kelapa sawit saat ini Rp1.050 per kilogram, maka Hotmatua memeroleh keuntungan Rp750 per kilogram.
Oleh sebab itu, Hotmatua berharap kebijakan baru pemerintah soal pungutan ekspor ini mampu membuat harga TBS kelapa sawit kembali normal.
"Harapannya kalau bisa balik seperti kemarin, Rp2.800 per kilogram," katanya.
Petani asal Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara Hendrawan alias Singsing mengatakan, harga TBS kelapa sawit di daerah tersebut kini Rp1.080 per kilogram. Harganya naik tipis dari pekan lalu yang hanya Rp1.050 per kilogram. Bahkan, menurutnya, harga TBS kelapa sawit sempat anjlok Rp800 per kilogram.
Menurut Singsing, anjloknya harga sawit dibarengi dengan melambungnya harga pupuk. Hal ini menyebabkan keuntungan hasil panen tidak mampu menutup biaya produksi. Saat ini, harga pupuk jenis NPK di daerah tersebut dijual Rp800 ribu per zak
"Kalau tadi harga sawit Rp3.000 per kilogram, kemudian harga pupuk Rp800 ribu, masih oke lah. Kalau harga pupuk Rp200 ribu per zak, harga sawit Rp1.500 per kilogram saja, itu sudah oke," katanya kepada Bisnis.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan RI menyatakan bakal menghapus pungutan ekspor CPO dan produk turunannya untuk sementara. Kebijakan tersebut akan berlaku hingga 31 Agustus 2022. Pada periode itu, tarif pungutan ekspor CPO akan kembali diberlakukan secara progresif.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Sebelumnya, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatra Utara Alexander Maha mengeluhkan tarif yang ditetapkan pemerintah usai mencabut larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu.
Perusahaan yang tidak ikut dalam program Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dikenakan tiga tarif ekspor sekaligus.
Antara lain Bea Keluar senilai US$288 per ton CPO, pungutan ekspor US$200 per ton CPO dan tarif tambahan flush out senilai US$200 per ton CPO. Sehingga total biaya yang harus dikeluarkan pengusaha mencapai US$688 per ton.
Jika estimasi satu dolar seharga Rp15.000, maka dengan kata lain pengusaha mesti membayar total pungutan Rp10.000 per kilogram CPO.
"Beban-beban pungutan itu terlampau besar," kata Alexander kepada Bisnis.
Menurut Alexander, biaya ekspor CPO dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Namun tarifnya melonjak tajam pada tahun ini. Khususnya setelah dan sesudah pemerintah menerbitkan larangan ekspor baru-baru ini.
Pada Juli 2019, total tarif ekspor yang mesti dikeluarkan eksportir CPO dalam negeri hanya US$50 per ton. Sedangkan harga CPO dunia kala itu masih US$453 per ton.
Tarif ekspor kemudian meningkat pada Juli 2020 menjadi US$55 per ton dengan harga CPO dunia US$523 per ton. Pada Juli 2021, tarif ekspor kembali meningkat menjadi US$291 per ton dengan harga CPO US$723 per ton.
Lonjakan tinggi terjadi pada Juli 2022. Tarif ekspor CPO menjadi US$688 per ton dan harga CPO US$535 per ton.
"Artinya pada tahun ini banyak kali dikutip pemerintah," kata Alexander.