Bisnis.com, PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat melalui Dinas Koperasi dan UKM tengah membentuk sebuah koperasi yang anggotanya merupakan petani gambir. Langkah ini dilakukan untuk mengangkat harga komoditas ekspor tersebut.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumbar Nazwir mengatakan pembentukan koperasi gambir itu merupakan tindak lanjut dari kunjungan Gubernur Sumbar ke perkebunan gambir di Nagari/Desa Galugua, Kabupaten Limapuluh Kota, pada pekan lalu.
Di Galugua itu, ditemukan kondisi petani gambir yang memprihatinkan, akibat anjloknya harga komoditas gambir yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini.
"Gubernur telah melihat langsung, kualitas gambir memang perlu diperbaiki. Bahkan ada yang dicampur pupuk, dan itu ternyata disengaja, kata petani ada permintaan dari pasar," katanya, Minggu (17/7/2022).
Selain adanya persoalan kualitas, gubernur juga menginginkan ada langkah yang jitu dari pemerintah, agar perekonomian petani gambir di Sumbar ini benar-benar di taraf sejahtera.
Menurutnya setelah berpikir cukup panjang, terkait persoalan harga komoditas gambir ini, membentuk koperasi gambir adalah cara yang tepat.
Apalagi di Sumbar ini ada dua daerah yang memiliki perkebunan gambir yang luas, yakni Kabupaten Limapuluh Kota dan Pesisir Selatan.
"Konsep koperasi gambir ini yang tengah saya rancang bersama petani. Mulai dari memperbaiki kualitas produksi, mengumpulkan/menampung seluruh produksi gambir, dan koperasi menjual langsung ke eksportir," ujarnya.
Nazwir menjelaskan, lokasi pembentukan koperasi gambir itu dimulai di petani gambir yang ada di Pangkalan, Kabupaten Limapuluh Kota.
Petani gambir di Pangkalan itu, secara bertahap akan diberikan pelatihan dan bimbingan soal memproduksi gambir yang berkualitas.
Karena sesuai dengan selera eksportir, yang mereka cari itu adalah gambir yang memiliki katekin dan tanin menilai 90 persen. Untuk mendapatkan katekin yang banyak itu, maka gambir yang diproduksi itu harus murni, tidak dicampur pupuk, tanah, ada benda campuran lainnya.
Selain itu cara mengekstrak daun gambir itu, juga harus dengan alat yang tidak karatan alias menggunakan alat tempat merebus daun gambir dari besi stenlis dan bukan drum bekas.
"Inilah yang akan kita siapkan di koperasi gambir itu. Jadi tidak sekedar jadi koperasi gambir, tapi menjadikan petani yang berkomitmen untuk memproduksi gambir yang berkualitas," tegasnya.
Tidak hanya memperbaiki dari sisi produksi, nantinya koperasi gambir akan menjadi penampung seluruh produksi gambir anggota, dengan catatan harus memiliki katekin yang tinggi. Bila ini terwujud, maka tinggal mencari pasarnya.
Dengan demikian, para petani gambir tidak lagi berurusan dengan para pengepul, tapi bisa langsung membawa produksi gambir dari koperasi ke pabrik eksportir.
"Jadi cara ini bisa memutus rantai penjualan. Koperasi bisa langsung ke eksportirnya berurusan, tidak lagi dengan pengepul. Kalau selama ini sama pengepul," jelasnya.
Namun sejauh ini, Nazwir mengaku, soal penjualan atau pasar ini memang belum ada kepastian. Karena masih dalam tahap pembahasan dengan salah satu eksportir.
Untuk itu, dia tidak mau terburu-buru untuk membentuk koperasi gambir itu, dan memilih untuk dilakukan cara bertahap. Seperti halnya kini dimulai dengan melakukan pelatihan dan bimbingan bagi petani gambir yang ada di Pangkalan.
"Dalam menjalani bisnis ini, pasar adalah hal utama. Kalau pasar belum jelas. Kepada siapa gambir ini akan kita jual, karena konsepnya koperasi langsung ke eksportir, tidak lagi ke pengepul," sebutnya.
Terkait pasar ini, Pemprov Sumbar akan terus berupaya agar ada salah satu dari delapan eksportir gambir yang ada di Sumbar, yang menjadi mitra koperasi gambir nantinya.
"Pembicaraan sejauh ini soal kesepakatan harga, karena kita akan menjamin kualitas gambir yang kita jual yakni 90 persen katekin nya. Kalau eksportir bisa memberikan harga bagus, maka sah, koperasi gambir punya pasar. Nah, sekarang hal itu belum ada kesepakatan," ungkapnya.
Bahkan Nazwir juga sempat berbicara soal pabrik katekin. Artinya gambir yang dijual itu dalam bentuk katekin nya, bukan lagi seperti gambir biasanya itu.
Tapi terkait hal itu, juga belum ada pasar yang sepakat dengan harga. "Eksportir pernah menawarkan dengan adanya kandungan 1 persen katekin harganya Rp1.000. Saya menolak, saya ingin 1 persen katekin itu dibeli Rp1.500. Eksportir pun masih mikir. Jadi belum ada keputusan yang pasti," jelasnya.
Harga Rp1.500 untuk 1 persen kandungan katekin, dinilai dapat menaikan harga, serta juga dianggap berada di taraf petani untung, dan eksportir pun bisa untung. Karena untuk menghasilkan katekin itu, butuh bahan daun gambir yang lebih banyak.
Untuk itu, seiring masih dalam tahap jelang kesepakatan antara Pemprov Sumbar dengan para eksportir gambir, hal yang dilakukan adalah memberikan edukasi kepada petani, agar memproduksi gambir yang bagus.
Sehingga bila koperasi gambir di Pangkalan berhasil, maka direncanakan akan mendirikan koperasi gambir lainnya, baik di desa-desa yang ada Kabupaten Limapuluh Kota, maupun desa-desa yang ada petani gambir di Kabupaten Pesisir Selatan.
"Bapak gubernur juga berpesan, agar Sumbar serius soal gambir ini. Karena 85 persen ekspor gambir di Indonesia itu, berasal dari Sumbar, sisanya dari Sumut dan daerah lainnya," ucap Nazwir.
Akan rugi rasanya, jika komoditas gambir ini tidak diselamatkan dari anjlok harganya. Karena cukup banyak masyarakat di Sumbar yang menggantungkan hidup dari hasil penjualan gambir.
"Saya tidak melihat sisi monopoli atau kartel soal pasar gambir di Sumbar ini. Tapi bagaimana kita perbaiki dulu kualitasnya, jika harganya masih anjlok, nah ini perlu dipertanyakan. Kalau selama ini, kualitas yang dipermasalahkan oleh eksportir," kata dia.
Selama ini harga gambir di Sumbar berkisar Rp35.000 hingga Rp45.000 per kilogram. Harga itu berada di tingkat eksportir. Sementara harga yang ditawar pengepul bagi petani di antara Rp18.000 hingga Rp25.0000 per kilogram.
Berbeda pada awal komoditas gambir tumbuh di Sumbar, harganya mencapai Rp100.000 per kilogram. Pernah harganya turun, tapi paling rendah hanya di Rp75.000 per kilogram. (k56)