Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Sawit di Tapanuli Selatan Rontok Rp500 per Kg, Petani Terpaksa Berhenti Panen

Ini merupakan harga TBS kelapa sawit terendah yang pernah terjadi di daerah tersebut.
Pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di salah satu tempat pengepul kelapa sawit di Jalan Mahir Mahar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (26/4/2022). Antara/Makna Zaezar
Pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di salah satu tempat pengepul kelapa sawit di Jalan Mahir Mahar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (26/4/2022). Antara/Makna Zaezar

Bisnis.com, MEDAN - Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani Kecamatan Sayur Matinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, merosot ke angka Rp500 per kilogram.

Terjadi penurunan senilai Rp200 per kilogram dari pekan lalu yang masih seharga Rp700 per kilogram. Ini merupakan harga TBS kelapa sawit terendah yang pernah terjadi di daerah tersebut.

Penurunan harga TBS kelapa sawit terjadi tatkala harga pupuk justru masih melambung tinggi.

Kondisi itu menyebabkan petani kebun kelapa sawit swadaya di daerah tersebut gigit jari dan terpaksa berhenti panen. Sebab, harga TBS tidak mampu mencukupi biaya operasional dan produksi.

"Terpaksa berhenti panen. Anggota kurang gaji, upah panen. Pupuk masih mahal sementara harga turun," ujar petani sawit asal Kabupaten Tapanuli Selatan Muhammad Iqbal Harahap kepada Bisnis, Rabu (13/7/2022).

Semasa normal, kata Iqbal, harga TBS kelapa sawit masih dihargai Rp2.500 - Rp3.000 per kilogram di tingkat petani. Namun sehari setelah pemerintah menerapkan larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) beberapa waktu lalu, harganya langsung rontok Rp1.500 per kilogram.

Menurut Iqbal, penurunan harga berdampak serius bagi mereka. Apalagi kala itu menjelang Lebaran Idulfitri 1443 Hijriah.

"Dua minggu sebelum Lebaran itu harganya masih Rp2.000-an per kilogram," kata Iqbal.

Tak sampai di situ, harga TBS kelapa sawit di Kabupaten Tapanuli Selatan terus merosot hingga akhirnya sampai Rp700 per kilogram. Kondisi ini berlangsung selepas Lebaran.

"Kami rugi sekali. Sebenarnya kalau dari hitungannya, paling tidak harganya harus Rp1.500 per kilogram, itu baru bisa. Kemudian kalau bisa harga pupuk jangan mahal kali," ujar Iqbal.

Sebelumnya, Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Pemprov Sumatra Utara Zulkifli Annoor Hasibuan mengungkapkan bahwa harga TBS kelapa sawit di Sumatra Utara sampai saat ini masih rendah dibanding harga normal sebelumnya.

TBS kelapa sawit di tingkat petani dihargai sekitar Rp600 - Rp1.000 per kilogram. Sedangkan di tingkat PKS harganya Rp1.200 - Rp1.600 per kilogram.

Harga TBS kepala sawit terendah ada di Kabupaten Tapanuli Selatan. Harganya bahkan sempat menyentuh Rp500 per kilogram di tingkat petani.

Sedangkan tertinggi di Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Labuhan Batu Utara. Harganya sekitar Rp1.000 - Rp1.200 per kilogram di tingkat petani.

"Sudah kurang lebih sebulan ini," kata Zulkifli.

Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatra Utara Alexander Maha, banyak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang tidak lagi menampung TBS dari perkebunan maupun petani lantaran stok CPO dalam tangki penuh. Kondisi ini juga dihadapkan dengan situasi dan dinamika perekonomian global.

Hal itu, katanya, tentu berdampak terhadap harga TBS kelapa sawit dalam negeri. Di sisi lain, kalangan eksportir juga mengeluhkan tarif yang ditetapkan pemerintah usai mencabut larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu.

Perusahaan yang tidak ikut dalam program Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dikenakan tiga tarif ekspor sekaligus.

Antara lain Bea Keluar senilai US$288 per ton CPO, pungutan ekspor US$200 per ton CPO dan tarif tambahan flush out senilai US$200 per ton CPO. Sehingga total biaya yang harus dikeluarkan pengusaha mencapai US$688 per ton.

Jika estimasi satu dolar seharga Rp15.000, maka dengan kata lain pengusaha mesti membayar total pungutan Rp10.000 per kilogram CPO.

"Beban-beban pungutan itu terlampau besar," kata Alexander kepada Bisnis.

Menurut Alexander, biaya ekspor CPO dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Namun tarifnya melonjak tajam pada tahun ini. Khususnya setelah dan sesudah pemerintah menerbitkan larangan ekspor baru-baru ini.

Pada Juli 2019, total tarif ekspor yang mesti dikeluarkan eksportir CPO dalam negeri hanya US$50 per ton. Sedangkan harga CPO dunia kala itu masih US$453 per ton.

Tarif ekspor kemudian meningkat pada Juli 2020 menjadi US$55 per ton dengan harga CPO dunia US$523 per ton. Pada Juli 2021, tarif ekspor kembali meningkat menjadi US$291 per ton dengan harga CPO US$723 per ton.

Lonjakan tinggi terjadi pada Juli 2022. Tarif ekspor CPO menjadi US$688 per ton dan harga CPO US$535 per ton.

"Artinya pada tahun ini banyak kali dikutip pemerintah," kata Alexander.

Lebih lanjut, Alexander memprediksi target pemerintah menstabilkan harga TBS ke angka Rp1.600 per kilogram sukar tercapai. Bahkan menurutnya mustahil bila melihat kondisi saat ini.

"Memang mustahil itu harga Rp1.600. Tidak mungkin karena stok minyak (CPO) penuh dan pasar terbatas. Jadi usulan kita, sementara lepas dulu semua aturan itu, pajak dikurangi. Setelah terjadi keseimbangan baru, maka ditata lagi pelan-pelan," kata Alexander.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper