Bisnis.com, PADANG - Bulan Ramadan tidak hanya menjadi sebuah momen bahagia bagi umat muslim, tapi juga menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh para pedagang se-nusantara.
Karena pada setiap Ramadan itu, usaha super mikro banyak bermunculan. Kini kendati pandemi Covid-19 telah berangsur membaik, pedagang pun masih dilema, akibat mahalnya harga minyak goreng.
Seperti yang dikatakan oleh seorang pedagang gorengan di Kota Padang, Widya (35), minyak goreng adalah kebutuhan terpenting untuk menjalankan usahanya itu.
"Saya memang sudah setiap hari berjualan gorengan. Tapi setiap momen Ramadan itu, saya menambah jumlah gorengan yang saya buat. Bahkan jumlahnya itu bertambah menjadi 10 kali lipat dibandingkan hari-hari biasa," katanya kepada Bisnis, Minggu (27/3/2022).
Menurutnya semenjak persoalan minyak goreng dirasakan di Kota Padang, Sumatra Barat, pedagang gorengan memilih untuk mengurangi ukuran gorengan, seperti untuk bakwan, tahu isi, pisang molen, tempe, risoles, dan ubi kayu beserta ubi jalar.
"Harga minyak gorengnya mahal kali, yang curah juga begitu, apalagi yang kemasan, makin gila harganya. Saya harus berupaya agar usaha ini tetap jalan. Ya caranya, ukuran gorengan itu harus saya kurangi, agar masih bisa memperoleh untung," ujarnya.
Kini Widya pun mulai dilema kondisi harga minyak goreng yang masih belum terkendali hingga sepekan jelang Ramadan 2022 ini.
Melihat pada momen Ramadan sebelumnya, dia menaikkan jumlah yang hendak digoreng menjadi 10 kali lipat. Nantinya gorengannya itu tidak hanya di jual dari lapak di pinggiran jalan saja, tapi juga menitipkan gorengan ke sejumlah toko atau lapak PKL penjual makanan untuk berbuka puasa.
"Kalau sekarang masih ragu saya, apakah bisa saya terapkan seperti Ramadan tahun lalu atau tidak. Dari segi bahan dan membuatnya tidak sulit, sanggup saya. Cuma minyak gorengnya itu yang lagi mahal. Bila banyak yang ingin saya goreng, tentu minyak goreng yang dibutuhkan jumlah banyak pula," sebutnya.
Dia berharap sepekan jelang Ramadan ini ada kabar baik dari pemerintah, baik itu untuk minyak goreng curah maupun yang kemasan. Minimal dipatok dengan harga yang wajar dan ekonomis, terutama bagi pedagang kecil seperti dirinya.
Sementara itu, salah seorang warga yang menjadi pedagang musiman, Wiwin (38) mengakui bahwa, biasanya setiap momen Ramadan di tempat-tempat Pasar Pabukoaan (pasar jual makanan untuk berbuka) yang sudah menjadi agenda tahunan pemerintah setempat, dirinya selalu mendapat jatah lokasi untuk berdagang di Pasar Pabukoan itu.
"Saya itu setiap Ramadan banyak menjual makanan untuk berbuka puasa, seperti ayam goreng, ikan goreng, dan berapa makanan lainnya. Ya makanan untuk lauk pauk berbuka puasa itu," ujarnya.
Akan tetapi, dalam kondisi saat ini Wiwin menyatakan akan berpikir seribu kali untuk menjalani usaha yang sama pada tahun lalu.
Menurutnya berdasarkan hitung-hitungan ekonomi, memang sulit untuk melakukan pengembangan usaha dalam kondisi naiknya harga minyak goreng ini.
Menanggapi kondisi itu, Kepala Bidang Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumbar Ridonal mengatakan secara umum untuk kebutuhan pokok di Sumbar masih terbilang cukup terkendali.
"Memang ada beberapa bahan pokok yang terasa naik, yakni cabe merah, bawang merah, cabe rawit, dan daging sapi. Kalau minyak goreng, memang saat ini terbilang mahal," ujarnya.
Ridonal menjelaskan berbicara harga minyak goreng, hal itu tidak terlepas dari dicabutnya Permendag No.6 Tahun 2022 yang mengatur harga eceran tertinggi untuk minyak goreng curah dan kemasan.
Padahal dalam Permendag itu telah menentukan HET, tujuannya masyarakat pun tidak merasa keberatan dalam membeli minyak goreng. Tapi persoalan yang muncul adalah langka minyak goreng di pasaran.
"Kini Permendag 6/2022 itu sudah dicabut, diganti dengan Permendag 11/2022 tapi hanya mengatur harga untuk minyak goreng curah, yang kemasan tidak termasuk diatur harganya," tegasnya.
Akibat yang terjadi pasaran ini, harga minyak goreng kemasan dijual bebas, bisa dikatakan tidak lagi langka. Namun kondisi yang terjadi, harga yang tinggi membuat daya beli masyarakat menurun.
"Padahal bisa saja beli ke curah, terutama yang pedagang. Tapi yang terjadi kini HET minyak goreng curah sesuai Permendag 11/2022 itu belum juga diterapkan," ungkapnya.
Sesuai Permendag 11/2022 itu, harga minyak goreng curah itu untuk yang per kilogram Rp14.000 dan untuk per liter Rp15.500.
Dari pantuan di pasar di Kota Padang, minyak goreng curah dijual Rp18.000 per kilogram.
"Disperindag melihat memang agak sulit bertegas-tegas dalam mengatur harga minyak goreng ini. Seperti halnya minyak goreng kemasan, saat diatur harganya, malah langka. Pas tidak diatur, eh banyak ditemukan di pasar," sebut Ridonal.
Dia menjelaskan di Sumbar ini kebutuhan minyak goreng kemasan lebih tinggi dibandingkan minyak goreng curah.
"Kalau yang kemasan itu kan lebih higienis, dan tidak membuat masyarakat repot bila ingin menyimpannya. Kalau yang curah, paling banyak digunakan oleh pedagang usaha mikro yakni penjual gorengan dan pedagang usaha makanan lainnya," sebut Ridonal.
Menurutnya kalau bicara kebutuhan, di Sumbar, kebutuhan minyak goreng nya mencapai 5.033 ton per bulan. Jumlah itu 75 persennya sudah dipasok oleh PT Incasi Raya. (k56)