Bisnis.com, PADANG - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) beri tenggat waktu selama 4 bulan bagi Pemerintah Kabupaten Solok, Sumatra Barat, untuk membongkar reklamasi Danau Singkarak.
Hal ini menyikapi kembali dilakukannya reklamasi Danau Singkarak setelah dihentikan pada tahun 2016 lalu. KPK telah menyoroti kegiatan tersebut, karena dinilai menyalahi aturan dan menyebabkan kerugian negara.
Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang mengatakan dari rapat yang digelar bersama KPK dan Pemprov Sumbar di Padang pada Jumat (28/1), telah sepakat bahwa Danau Singkarak harus diselamatkan.
"Telah kami putuskan, reklamasi Danau Singkarak dihentikan secara permanen. Kami memberi tenggat waktu selama 4 bulan bagi Pemkab Solok untuk membongkar kembali reklamasi itu dari kawasan danau," tegasnya, Jumat (28/1/2022).
Dia meminta setelah nantinya dilakukan pembongkaran, Pemkab Solok harus memulihkan kondisi kawasan bekas reklamasi tersebut. Sehingga tidak ada lagi terlihat bekas reklamasi, berupa material, bangunan dan hal lainnya yang berada di kawasan tersebut.
"Saya berharap Pemkab Solok berkomitmen. Kalau tidak selesai, maka sesuai UU Cipta Kerja, Pemprov Sumbar harus mengambil alih untuk melakukan pembongkaran itu," kata Budi.
Menurut Budi dengan adanya langkah tegas ini merupakan bukti bahwa negara tidak absen dan pemerintah ingin menyelamatkan 15 danau prioritas nasional yang dua diantaranya berada di Sumbar, seperti Danau Singkarak.
"Hal ini bahkan menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo dengan terbitnya Perpres No. 60 Tahun 2021. Danau sebagai objek vital perlu kita selamatkan," sebutnya.
Salah satu peran yang bisa dilakukan kepala daerah menurut Budi adalah dengan menetapkan instrumen pengendalian danau dalam rencana tata ruang tata wilayah (RTRW) masing-masing daerah.
“Pemanfaatan ruang mesti kita kendalikan, bupati memegang peran utama. Kita ingin instrumen pengendalian dimasukkan dalam RTRW, sehingga tidak akan kejadian apa yang telah terjadi di banyak daerah, danau dan situ yang hilang akibat reklamasi dan pemukiman,” tambah Budi.
Bupati Solok Epyardi Asda mengatakan akan melaksanakan perintah dari Kementerian ATR/BPN tersebut. Dia berharap ada dukungan dari pemerintah pusat dalam upaya pembongkaran reklamasi Danau Singkarak tersebut.
“Kami memohon kepada bapak untuk memberikan dukungan dan moril kepada kami semua dengan komitmen Kabupaten Solok siap melaksanakan arahan dari bapak semua dan siap untuk melakukan bersama demi maju dan revitalisasi," ujar Epyardi.
"Mudah- mudahan dengan adanya bantuan dan arahan dari bapak termasuk dari bapak Gubernur bisa kita revitalisasi Danau Singkarak,” sambungnya.
Direktur Sumber Daya Air, Kementerian PUPR, Jarot Widyoko memaparkan daerah sempadan danau harus berjarak 100 meter dari dari danau atau minimal 50 meter.
Dikatakannya hal itu dilakukan untuk mengantisipasi daya rusak air. Lalu, untuk pembangunan yang dibolehkan di daerah sempadan danau hanya bangunan untuk pengelolaan sumber daya air, bangunan ketenagalistrikan, jalur pipa gas dan air minum, bentangan kabel listrik dan komunikasi serta prasarana pariwisata, olahraga dan keagamaan.
“Semua itu diperbolehkan dengan catatan asal ada izin. Sedangkan untuk bangunan yang sudah terlanjur ada sebelum terbitnya PP 60 tahun 2021, statusnya status quo. Artinya dibiarkan saja, tidak boleh direhab dan izin tidak diberikan lagi,” sebutnya.
Deputi Koordinasi dan Supervisi KPK Yudhiawan Wibisono menjelaskan kehadiran KPK dalam persoalan danau ini adalah bagian dari tugas pokok KPK dari sisi pencegahan.
“Kami hadir karena tugas pokok kami untuk sisi pencegahan. Salah satunya manajemen aset. KPK ingin memastikan jangan sampai aset itu rusak atau hilang," katanya.
"Jika tidak bisa dicegah, akan ditindak. Target kami, tahun 2024, semua aset negara sudah harus bersertifikat, termasuk danau,” tegas Yudhiawan.