Bisnis.com, MEDAN - Belakangan ini, PT Perkebunan Sumatera Utara menjadi sorotan. Selain sejumlah oknum di jajaran manajemen hingga direksi terseret kasus korupsi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Sumatra Utara tersebut juga sering merugi.
Setahun terakhir, perusahaan itu sempat tercatat merangkak dan mulai memberi laba, walau belum signifikan.
Dengan mempertimbangkan beberapa catatan, Pemprov Sumatra Utara menawarkan dua atau pilihan terhadap nasib PT Perkebunan Sumatera Utara.
Tawaran pertama adalah meneruskan restrukturisasi perusahaan dan melakukan reformasi keuangan serta bisnis, sehingga kinerja kebun bisa lebih efisien dan akuntabel.
Pemprov Sumatra Utara akan meningkatkan pengawasan, investasi dan perbaikan manajerial. Termasuk melakukan peremajaan pohon kelapa sawit, memperbaiki Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan menjadi eksportir Crude Palm Oil (CPO)
"Peningkatan investasi kebun dengan melakukan peremajaan sawit dan perbaikan PKS dengan mendorong BUMD ini menjadi eksportir CPO, mengingat harga CPO terus membaik," kata Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Pemprov Sumatra Utara Naslindo Sirait, Senin (17/1/2022).
Pilihan kedua adalah menempuh Kerja Sama Operasional (KSO) dengan pihak ketiga, baik dengan pihak swasta lokal maupun perusahaan asing.
Menurut Naslindo, cara ini akan menyebabkan transformasi manajemen, pola kerja, teknologi dan kinerja keuangan.
Saat ini, kebun yang dimiliki PT Perkebunan Sumatera Utara sudah membutuhkan peremajaan. Kemudian juga masih terdapat lahan yang belum ditanami pohon kelapa sawit.
Melalui konsep cost sharing dengan pihak ketiga, maka laba akan dibagi berdasar masing kontribusi pembiayaan.
"Saat ini sudah dilakukan penjajakan kepada calon mitra untuk dilakukan kerja sama, baik perkebunan nasional maupun PMA," kata Naslindo.
Selain tiga tawaran tersebut, lanjut Naslindo, juga masih terbuka pilihan untuk menjual kebun yang dimiliki PT Perkebunan Sumatera Utara.
"Pilihan menjual kebun juga terbuka, apabila opsi pertama dan opsi kedua tidak tercapai. Tentu hal ini akan dikaji dan dikomunikasikan dengan DPRD Sumatra Utara," kata Naslindo.
Pada 2020 lalu, PT Perkebunan Sumatera Utara merupakan satu di antara tiga BUMD yang mengalami kerugian. Nilainya mencapai Rp13 miliar.
Dengan berbagai cara, perusahaan itu akhirnya merangkak naik pada 2021 dan mulai menghasilkan laba meski tidak signifikan. Yakni sebesar Rp1,9 miliar pada 2021. Peningkatannya tercatat 114,34 persen.
Di sisi lain, Pemprov Sumatra Utara juga menempuh cara merger atau penggabungan tiga BUMD menjadi satu. Kinerja tiga BUMD ini sebelumnya juga jadi sorotan karena tidak berkontribusi maksimal.
Ketiga BUMD Sumatra Utara yang digabung adalah PT Dirga Surya, PT. Pembangunan Prasarana Sumatera Utara dan PD Aneka Industri dan Jasa.
Pada 2020, PT Dirga Surya mengalami kerugian sekitar Rp762 juta dan kembali merugi senilai Rp572 juta pada 2021. Sedangkan PD Aneka Industri dan Jasa tercatat rugi sebanyak Rp995 juta pada 2020 dan menghasilkan laba senilai Rp185,59 juta pada 2021.
Dibanding kedua BUMD tersebut, kinerja keuangan PT Pembangunan Prasarana Sumatera Utara relatif lebih baik meski belum optimal.
Ketiga BUMD yang dimerger ini akan menjadi BUMD Pangan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Utara Baskami Ginting meminta Pemprov Sumatra Utara mengambil tindakan terhadap sejumlah BUMD yang selama ini tidak berkontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Selain tidak menyumbang PAD, sejumlah BUMD justru membebani anggaran daerah karena terus-menerus mendapat penyertaan modal alias suntikan dana.
Menurut Baskami, satu di antara faktor kinerja BUMD yang buruk adalah manajemen atau sistem pengelolaannya.
"BUMD-BUMD ini tidak berkontribusi bisa karena manajemennya yang kurang beres. Contoh PT Perkebunan Sumatera Utara. Saat ini sawit harganya tinggi, tapi mengapa tidak banyak berkontribusi, sementara perusahaan lain untung terus. Kami lihat manajemennya yang tidak bagus," kata Baskami kepada Bisnis, Minggu (16/1/2022).
Baskami menyarankan agar manajemen seluruh BUMD yang tidak berkontribusi signifikan terhadap PAD agar dievaluasi. Penggabungan BUMD tertentu juga dapat dijadikan solusi sementara. Jika tetap merugi, maka Baskami sepakat jika badan usaha tersebut dijual kepada swasta.
"Sehingga saya rasa dievaluasi dulu mereka. Sementara di-merger dulu ke perusahaan yang ada. Jadi kalau tetap tidak ada sama sekali kontribusinya, ya sebaiknya kita jual," kata Baskami.
Sementara itu, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi mengaku sedang mengevaluasi sejumlah BUMD yang tidak berperan penting ke PAD. Di antaranya PT Perkebunan Sumatera Utara.
"Ini sedang saya evaluasi ini. Kalau PT Perkebunan Sumatera Utara tidak bisa lagi diatur, nanti saya akan laporkan ke DPRD Sumatra Utara, kita jual saja. Nanti kalau ada yang mau, silakan," kata Edy di rumah dinasnya, Medan, Jumat (14/1/2022).
Edy mengingatkan bahwa BUMD dibentuk memberi kontribusi kepada pendapatan daerah. Sehingga pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, Edy memilih menjual BUMD-BUMD tersebut jika justru merugikan daerah.
"Perkebunan ini gunanya untuk kesejahteraan rakyat, karena berdampak pada pendapatan daerah. Sehingga memberi kesejahteraan kepada rakyat kita. Kalau ini tidak tercapai, untuk apa dipelihara lama-lama," katanya.
Selama ini, terdapat enam BUMD milik Pemprov Sumatra Utara. Yaitu PT Bank Sumut, PDAM Tirtanadi, PT Aneka Industri dan Jasa, PT Pembangunan Sarana dan Prasarana Sumatra Utara, PT Dhirga Surya dan PT Perkebunan Sumatra Utara.
Pada tahun anggaran 2021 lalu, Pemprov Sumatra Utara mengucurkan penyertaan modal senilai total Rp207 miliar.
Di antaranya Rp80 miliar untuk PT Perkebunan Sumatra Utara, Rp10 miliar untuk PT Dhirga Surya, Rp6 miliar untuk PT Aneka Industri dan Jasa, Rp11 miliar untuk PDAM Tirtanadi dan Rp100 miliar untuk PT Bank Sumut.
Meski demikian, hanya beberapa BUMD yang menyumbang PAD secara signifikan. Yakni PT Bank Sumut dan PDAM Tirtanadi.
Selain tidak berkontribusi besar, beberapa manajemen BUMD juga kerap terlibat perkara korupsi. Teranyar dialami PT Perkebunan Sumatra Utara. Terdapat mantan direktur serta manajer yang ditahan karena terseret kasus korupsi senilai Rp109 miliar.