Bisnis.com, PALEMBANG – Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, mencatat sektor perikanan di lahan rawa lebak telah menyumbang Rp7,1 miliar untuk penerimaan asli daerah.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten OKI Irawan mengatakan pendapatan tersebut berasal dari pengelolaan rawa lebak yang menggunakan sistem lelang.
“Hak usaha penangkapan ikan di rawa melalui sistem pelelangan yang diatur melalui peraturan daerah (perda),” katanya, Selasa (23/11/2021).
Irawan mengemukakan hasil pendapatan dari Lelang Lebak Lebung (L3) itu bahkan melebih target yang dipatok Pemkab OKI senilai Rp6,3 miliar.
Dia menerangkan lelang lebak dilakukan di 13 kecamatan, di mana lelang di Kecamatan Jejawi tercatat paling tinggi hingga Rp2,2 miliar.
Irawan, menjelaskan, lebak lebung merupakan istilah untuk kawasan lebak dalam yang menghasilkan produksi ikan secara alami.
Kabupaten dengan luas wilayah 19.000 kilomenter persegi itu memiliki bentangan rawa lebak hingga 146.279 ha atau atau58,96 persen dari luasan lebak yang ada di Provinsi Sumatra Selatan.
Dia mengemukakan terdapat 328 objek lelang yang tersebar di 15 kecamatan. Pada tahap pertama, telah terjual 239 objek.
“Sisanya 87 objek belum terjual. Nanti akan diajukan kembali pada pelelangan tahap II pada akhir bulan ini,” katanya.
Irawan mengatakan selain menjadi sumber pendapatan daerah, hasil lelang dikembalikan ke desa melalui mekanisme bagi hasil.
Selain itu juga digunakan untuk pelestarian rawa lebak dan ekosistemnya serta pengawasan pemanfaatan lebak.
“Memang jadi primadona PAD. Namun dari hasil tersebut, 50% dikembalikan ke desa sebagai sumber pendapatan desa, baik desa yang ada objek lelang maupun tidak menjadi objek lelang,” paparnya.
Sementara upaya menjaga kelestarian habitat ikan menjadi kewajiban budidaya (pembenihan) yang diserahkan kepada pemenang lelang (pengemin) menjelang akhir pengelolaan areal lelang, yakni 5% dari nilai objek.
“Pembenihan kembali (restocking) jadi kewajiban pemenang lelang menjelang hingga akhir pengelolaan,” katanya.
Diketahui, potensi lahan rawa lebak di OKI dikelola untuk kesejahteraan masyarakat sejak zaman dahulu. Bahkan pengelolaan rawa lebak ini diatur dalam Kitab Undang-undang Simbur Cahaya.
Pada masa kerajaan Palembang (1587-1659) sistem lelang diserahkan kepada pemimpin marga atau pesirah.
Sedangkan pada masa kolonial di tahun (1821-1942), Belanda mengubah beberapa aturan yang berpengaruh pada sistem pembagian hasil lelang.