Bisnis.com, MEDAN – Intensitas curah hujan yang meningkat akibat fenomena La Nina membuat produksi komoditas karet di Sumatra Utara (Sumut) berkurang.
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansyah mengatakan, penurunan produksi karet akibat fenomena alam tersebut terjadi sejak Oktober 2020.
Hal ini menyebabkan pabrik pengolahan karet remah (crumb rubber) mengalami kesulitan memasok bahan baku, sehingga volume ekspor karet pun ikut anjlok.
Edy mencatat, ekspor karet Sumut pada Januari dan Februari 2021 mengalami penurunan 6,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Volume ekspor Januari-Februari 2021 mengalami penurunan 6,7 persen menjadi 64.974 ton dibandingkan periode yang sama pada tahun 2020," ungkapnya, Minggu (14/3/2021).
Gapkindo mencatat, pada bulan Februari 2021 volume ekspor karet Sumut juga mengalami penurunan 3,1 persen menjadi 31.975 ton dibandingkan bulan sebelumnya (mtm).
Baca Juga
Terdapat lima negara tujuan utama ekspor karet Sumut. Pertama, Jepang yang menyumbang 25,9 persen untuk total ekspor karet Sumut. Kedua, Amerika Serikat yang menyumbang 20,6 persen.
Negara tujuan utama ekspor ketiga adalah Brasil dengan andil 9,2 persen terhadap total volume ekspor karet Sumut. Keempat, China dengan 7,7 persen dan Turki sebesar 4,6 persen.
Bila diakumulasikan, pengiriman ke lima negara ini mencapai 68 persen dari total volume ekspor karet Sumut.
Sementara itu, rataaan harga karet TSR20 pada bulan Februari tahun 2021 sebesar 168.56 sen US per kilogaram. Per Jumat (12/3/2021), ada peningkatan harga sebesar 7,07 sen.
"Rataan harga karet TSR20 februrari 2021 sebesar 168.56 sen US per kg, mengalami meningkatan 7,07 sen dibandingkan rataan bulan ini sampai dengan 12 Maret sebesar 175,63 sen," imbuh Edy.
Peningkatan harga ini dipicu oleh berkurangnya pasokan bahan baku di Indonesia karena dampak fenomena La Nina yang terjadi sejak Oktober 2020.