Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peningkatan Permintaan Listrik Setelah Pandemi Harus Diantisipasi

Ketersediaan energi listrik dinilai banyak kalangan, krusial untuk mengantisipasi peningkatan investasi dan laju ekonomi tersebut. Namun, diyakini sektor industri akan tumbuh kembali positif (rebound) segera pandemi usai.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi Sarulla, Sumatra Utara. Pembangkit berkapasitas 3x110 megawatt ini dikelola Medco Power Indonesia bersama Inpex, Itochu, Ormat and Kyushu Electric./Medco Power
Pembangkit listrik tenaga panas bumi Sarulla, Sumatra Utara. Pembangkit berkapasitas 3x110 megawatt ini dikelola Medco Power Indonesia bersama Inpex, Itochu, Ormat and Kyushu Electric./Medco Power

Bisnis.com, JAKARTA – Ketersediaan energi listrik dinilai banyak kalangan, krusial untuk mengantisipasi peningkatan investasi dan laju ekonomi tersebut. Namun, diyakini sektor industri akan tumbuh kembali positif (rebound) segera pandemi usai.

Sebagaimana diketahui, salah satu dasar pembangunan pembangkit listrik dalam proyek nasional penyediaan energi listrik 35.000 MW adalah asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 6% ke atas. Pandemi kemudian menghempaskan pertumbuhan itu. 

“Jika pandemi usai, industri tumbuh, aktivitas masyarakat pulih, konsumsi listrik pasti dengan cepat akan pulih dan bahkan naik,” kata Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro dalam keterangan resmi, Jumat  (29/1/2021).

Dia menyarankan pemerintah untuk merampungkan pelaksanaan proyek 35.000 MW, demi menjaga ketersediaan listrik nantinya. Adanya penurunan permintaan listrik, lebih disebabkan pandemi dan pembatasan yang berimbas terhadap banyak sektor ekonomi.

Adanya kondisi dunia usaha yang membaik usai vaksinisasi di tahun ini, menuntut ketersediaan listrik cukup. Rencana pemerintah yang ingin menghentikan pembangunan PLTU dengan total daya 15,5 GW pada RUPTL 2021-2030, dinilai harus dikoreksi secara moderat.

Kementerian Perindustrian mengamini ada tren perbaikan investasi dan proyeksi lonjakan pascapandemi.

Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Iklim Usaha dan Investasi Imam Haryono mengakui, sepanjang 2020 pertumbuhan sektor industri masih terkontraksi. Tetapi, dia menegaskan bahwa tren perbaikan tetap ada. Sepanjang tahun lalu, pertumbuhan diperkirakan terkontraksi sebesar -2,22%.

“Dari sisi persepsi pelaku industri, ada indikator penting yaitu PMI,” ujarnya.

Purchasing Managers' Index (PMI) adalah indikator ekonomi yang dibuat dengan melakukan survei terhadap sejumlah purchasing manager di berbagai sektor bisnis. Makin tinggi angka PMI, makin menunjukkan optimisme pelaku sektor bisnis tersebut terhadap prospek perekonomian ke depan. 

Indeks PMI Indonesia memang terus membaik sejak September. Di Desember, PMI naik signifikan menjadi 51,3.

Imam menyebutkan tren ekspansi sektor industri dan peningkatan nilai PMI adalah modal penting dalam menggenjot pertumbuhan sektor industri di tahun 2021. “Pada 2021, diproyeksikan semua subsektor industri mampu tumbuh positif,” imbuh Imam.

Kondisi pandemi covid-19 yang menekan pertumbuhan sektor manufaktur nampaknya tidak banyak memengaruhi sisi investasi di sektor ini. Kontraksi investasi di Indonesia cukup rendah bila dibandingkan negara Asean lainnya di tengah pandemi. Terdapat rencana relokasi beberapa pabrik dari China yang membuktikan bahwa Indonesia menjadi salah satu destinasi investasi pasca pandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdiyan
Editor : Herdiyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper