Bisnis.com, PALEMBANG — Tragedi kecelakaan tragis bus Sriwijaya yang telah merenggut puluhan nyawa di liku Lematang Desa Palang Kenidai, Kecamatan Dempo Tengah, Kota Pagaralam, mengingatkan kembali betapa pentingnya proyek Jembatan Lematang Indah.
Anggota DPRD Sumatra Selatan Daerah Pemilihan Pagaralam, Lahat dan Empat Lawang, Alfrenzi Panggarbesi, mengatakan jika Jembatan Lematang Indah tersebut bisa terwujud pada 2017 lalu, mungkin kecelakaan tidak akan terjadi separah ini.
"Rasanya tidak berlebihan jika kita mengingatkan kembali betapa pentingnya proyek Jembatan Lematang Indah untuk mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas di kawasan tempat terjadinya kecelakaan Bus Sriwijaya yang menewaskan 27 korban meninggal dunia," katanya, Kamis (26/12/2019).
Menurut dia, jalan yang berliku, sempit dengan jurang di kanan kiri yang terjal, cukup rawan terjadi kecelakaan lalu lintas. Artinya, keberadaan Jembatan Lematang Indah dapat menjadi alternatif, selain untuk mengurangi angka kecelakaan, juga dapat memperlancar arus angkutan barang dan penumpang.
Untuk itu, ia sangat berharap proyek jembatan lematang indah yang konon dananya menelan sekitar Rp400 miliar tersebut tidaklah terlalu sulit untuk diwujudkan, mengingat sebelumnya Pemerintah Kota Pagaralam sudah menyelesaikan detail engineering design (DED) dan sebagian ganti rugi lahannya.
Bahkan kabarnya proyek ini sudah selesai ditenderkan pada 2017 lalu, namun kala itu pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR belum jadi melaksanakan karena masalah pembiayaan.
"Mungkin belum dianggap sebagai proyek strategis nasional. Kita dari DPRD Provinsi Sumsel akan coba melalui Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru, untuk kembali mendorong proyek ini agar dapat direalisasikan," tuturnya.
Anggota DPRD Sumsel Alfrenzi Panggarbesi./Istimewa
Pria yang akrab disapa Oji ini berharap, kiranya dapat dijadikan momentum bagi Wali Kota Pagaralam, Gubernur Sumsel, DPRD Sumsel dan DPRD Pagaralam agar duduk bersama untuk kembali membahas dan mengusulkan lagi kepada Presiden agar proyek Jembatan Lematang Indah secepatnya diwujudkan.
"Semoga ini bisa segera terwujud, apalagi keberadaan jembatan ini akan memperpendek jarak dari 3.5 km menjadi hanya 300 meter saja dan keberadaan jembatan ini akan menjadi ikon baru dan membangkitkan pariwisata di Sumsel serta kota Pagaralam," katanya.
Perluas Pencarian
Dalam perkembangan lain, Basarnas Palembang bersama tim gabungan akan melaksanakan pencarian korban bus masuk jurang di Liku Lematang Pagaralam, Sumatera Selatan dan akan difokuskan di lokasi yang berjarak sekitar enam kilometer dari tempat kejadian perkara.
Dalam evakuasi hari ketiga ini tim akan menyisir arus sungai dengan rafting yang akan difokuskan sejauh enam kilometer dari tempat kejadian perkara, sebagaimana dalam keterangan resmi dari Basarnas Palembang, Kamis (26/12/2019).
Secara total tim telah mengevakuasi 48 orang dari kecelakaan. Sebanyak 35 orang yang meninggal dan sebanyak 13 orang selamat, kata Kepala Subseksi Operasi dan Siaga Kantor SAR Palembang Benteng Telau.
Bus Sriwijaya dari Bengkulu menuju Palembang masuk ke jurang di Liku Lematang, Desa Perahu Dempo, Kota Pagaralam, Sumsel, Senin (23/12/2019) malam pukul 23.15 WIB.
Petugas gabungan dari SAR Pagaralam, TNI, Polri, BPBD dan Tagana melakukan evakuasi Bus Sriwijaya rute Bengkulu - Palembang yang mengalami kecelakaan di Liku Sungai Lematang, Prahu Dipo, Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, Rabu (25/12/2019). Hasil evakuasi dan pencarian korban pada hari kedua tercatat total jumlah korban meninggal sebanyak 35 orang dan korban selamat sebanyak 13 orang./Antara-Basarnas Palembang
Pengawasan Lemah
Adapun Kakorlantas Polri Irjen Polisi Istiono menilai lemahnya kontrol dari Perusahaan Otobus Sriwijaya mengakibatkan kecelakaan maut Bus Sriwijaya di Sungai Lematang, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, hingga menewaskan sedikitnya 35 orang.
Pertama, kata Irjen Pol. Istiono melalui siaran pers, Rabu (25/12/2019), faktor PO bus mempekerjakan sopir bus tanpa SIM, mengalihkan/menugaskan sopir ke jalur lain, kapasitas tempat duduk sesuai perizinan untuk 25 seat namun dipaksakan untuk 48 seat.
Selain itu, manajemen kontrol yang lemah atau membiarkan busnya dioperasionalkan tidak sesuai dengan standar keselamatan.
Berdasarkan penyelidikan, kata Istiono, bus tersebut sebetulnya tidak layak jalan.
Kedua, lanjut dia, faktor kendaraan. Bus buatan tahun 1999 sudah dioperasionalkan selama 20 tahun. Kondisinya tidak terkontrol. Terjadi rem blong saat dioperasionalkan menunjukkan standar keamanan bus tidak terpenuhi atau kondisi tidak layak operasional.
"Ban belakang vulkanisir dan aus sehingga tidak berfungsi sebagai penahan saat dilakukan pengereman atau menyebabkan kendaraan meluncur los," katanya menjelaskan.
Hal tersebut diperparah oleh ruas jalan yang berliku tanpa dilengkapi rambu-rambu dan pengaman pembatas jalan.