Bisnis.com, PALEMBANG – Seluas 14.900 hektare kebun sawit di Sumatra Selatan tercatat bakal mendapat peremajaan atau replanting tahun ini dari pusat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit atu BPDKS.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian, mengatakan belasan ribu hektare lahan sawit itu sudah berusia tua yakni di atas 25 tahun.
“Sebetulnya Sumsel mengajukan usulan peremajaan sawit seluas 23.027 ha namun yang disetujui 14.900 ha dengan total anggaran Rp372,5 miliar,” katanya, Rabu (24/7/2019).
Dia menjelaskan dalam program peremajaan sawit rakyat (PSR) itu petani akan mendapatkan bantuan Rp25 juta per ha dengan maksimal lahan yang direplanting seluas 4 ha.
Rudi mengemukakan dana tersebut akan dicairkan sesuai dengan kebutuhan petani dalam melakukan peremajaan.
Oleh karena itu, penerima bantuan diharapkan segera menyiapkan berkas persyaratan administrasi berupa KTP, legalitas lahan, serta proposal replanting tanaman sawit.
Baca Juga
“Setelah proposal disetujui, dana peremajaan ini akan langsung ditransfer ke rekening petani melalui kelompok tani,” katanya.
Program peremajaan lahan sawit yang dicanangkan Presiden Jokowi pada Oktober 2017 sebelumnya masih rendah realisasinya karena dihadapkan sejumlah persoalan.
Berdasarkan data BPDPKS diketahui dari target 185.000 hektare hanya terealisasi 12.622 hektare pada 2018.
Sebelumnya, Direktur Pengimpunan Dana BPDPKS Hendrajat Natawijaya dalam mengatakan terdapat dua poin yang menjadi kendala penyerapan dana peremajaan lahan sawit itu.
Dua poin itu, legalitas lahan dan adanya dana pendampingan yang harus disiapkan petani sendiri melalui pinjaman perbankan (KUR/kredit komersial) atau tabungan pribadi, mengingat untuk meremajakan lahan sawit dibutuhkan dana sekitar Rp45 juta.
“Semua pihak terkait seharusnya mempelajari mengapa hal ini bisa tersendat, agar penyerapan di 2019 jadi lebih baik mengingat ditargetkan 200.000 ha,” katanya beberapa waktu lalu.
Biaya Rp25 juta per ha itu ditanggung oleh BPDPKS dengan syarat lahan harus berserfikat, memiliki dana pendampingan, lahan yang tidak produktif yakni kurang dari 10 ton/hektare per tahunnya dan kurang dari 4 ha.