Bisnis.com, PEKANBARU - Kualitas udara di Kota Pekanbaru saat ini berada di level aman. Beberapa faktor pendukung udara yang sehat diantaranya yaitu berkurangnya polusi udara dari kebakaran lahan, dan meningkatnya kesadaran masyarakat menggunakan BBM berkualitas dan tanpa timbal.
Laboratorium Udara Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pekanbaru, mencatat adanya peningkatan kualitas udara dari hasil pemantauan pada alat air quality monitoring system atau AQMS.
Untuk 2019, dari total 147 hari yang sudah direkapitulasi datanya, tercatat sebanyak 132 hari kualitas udara Pekanbaru berada pada level baik, 10 hari di level sedang, serta 5 hari tidak ada data.
Sementara sepanjang 2018 lalu dari total 365 hari, sebanyak 234 hari tercatat kualitas udara Pekanbaru di level baik, 74 hari di level sedang, serta 57 hari tidak ada data.
"Untuk penjelasan tidak ada data itu, karena alat ini sistem komputerisasi dan merekam udara 24 jam, jadi kalau ada dalam sehari itu mati lampu dan data terekam di bawah 75 persen, hasilnya alat itu menyimpulkan tidak ada data untuk hari tersebut," kata Syahrial, pegawai laboratorium udara Dinas LHK Pekanbaru.
Menurut dia, kualitas udara Pekanbaru sangat berkaitan erat dan kondisi udara di wilayah Sumatra, yaitu apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan yang tinggi, udara Pekanbaru akan cenderung ikut terdampak menjadi sedang, atau tidak sehat.
Melalui sistem AQMS, hasil data akan terangkum dalam indeks standar pencemaran udara atau ISPU, dengan lima kategori, yaitu bila angka indeks di rentang 1-50, kualitas udara berada di level baik. Untuk rentang 51-100, kualitas udara berada di level sedang. Di posisi ini kualitas udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia, hanya terdampak pada tumbuhan yang sensitif dan kurangnya nilai estetika.
Sementara tiga level lainnya yaitu rentang 101-199 yaitu kualitas udara tidak sehat, 200-299 kualitas udara sangat tidak sehat, dan di atas 300 kualitas udara berbahaya, di posisi itu kualitas udara membahayakan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan yang ada di wilayah tersebut.
Selain dari ISPU, Dinas LHK Pekanbaru juga melakukan uji emisi kendaraan bermotor khususnya roda empat milik pemerintah dan masyarakat. Tujuannya agar diketahui sisa pembakaran dari kendaraan apakah sudah memenuhi standar minimal atau melebihi ambang batas yang ditetapkan.
Dari uji emisi tahun lalu, Syahrial mengaku hampir 80 persen kendaraan yang diuji sudah lolos dan sisanya hanya 20 persen yang tidak lolos. Pengujian itu melihat kadar timbal, sulfur, karbon monoksida, dan kandungan lain yang dihasilkan oleh pembakaran mesin kendaraan bermotor.
"Sisanya yang 20 persen inipun masih bisa dikaji lagi, apakah dari segi perawatan kendaraannya dilakukan dengan baik atau tidak, sehingga gas buangnya sampai tidak lolos uji emisi," katanya.
Menurut Syahrial, hal ini mencerminkan kesadaran masyarakat Pekanbaru akan pentingnya merawat kendaraan dan menggunakan bahan bakar minyak berkualitas dan tanpa timbal. Sehingga gas buang yang dihasilkan kendaraan menjadi lebih aman untuk udara setempat.
Terlebih lagi saat ini mayoritas kendaraan yang digunakan masyarakat Pekanbaru menurutnya sudah bermesin injeksi dan cocok menggunakan bahan bakar beroktan tinggi seperti Pertalite dan Pertamax.
"Rata-rata kendaraan mobil itu yang injeksi sekarang sudah biasa pakai Pertalite dan Pertamax, tentu gas buangnya sudah jelas tanpa timbal," katanya.
Kedepan dia berharap kesadaran masyarakat untuk ikut mengambil peran dalam menjaga kualitas udara di Pekanbaru. Dimulai dari merawat kendaraan dengan rutin, dan memakai bahan bakar ramah lingkungan.