Bisnis.com, PALEMBANG – PT Minamas Plantation, perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Sumatra Selatan, memastikan siap menghadapi musim kemarau yang berpotensi menimbulkan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di area perusahaan.
CEO Region Minamas Plantation, Kenneth Shreedharan, mengatakan pihaknya telah menerapkan kebijakan zero burning untuk mencegah terjadinya karhutla di area perkebunan mereka.
“Kebijakan ini tidak hanya kami terapkan di Sumsel melainkan juga di seluruh lokasi usaha kami baik di Kalimantan dan Sulawesi,” katanya di sela acara Buka Bersama di Palembang, Rabu (15/5/2019) petang.
Kenneth menjelaskan melalui komitmen zero burning, perusahaan berupaya menanggulangi kebakaran dengan membangun 72 menara api yang tersebar di seluruh perkebunan Minamas. Adapun ketinggian Menara api tersebut mencapai hingga 15 meter.
Dia menambahkan pihaknya juga memasang fire index berupa papan pengumuman di sekitar wilayah operasi perkebunan. “Kami ingin memastikan bahwa semua karyawan selalu waspada terhadap risiko terjadinya kebakaran lahan,” katanya.
Diketahui, Minamas memiliki 8 kebun yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumsel, dari total 69 kebun yang dikelola perusahaan di Tanah Air.
Kenneth menjelaskan setiap perkebunan melengkapai alat pemadam kebakaran di seluruh unit usaha yang dipersyaratkan pemerintah.
“Bahkan kami juga bekerjasama dengan pemerintah lokal untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat melalui masyarakat peduli api (MPA). Saat ini sudah ada 10 anggota MPA yang kami fasilitasi,” katanya.
Adapun total produksi dari seluruh perkebunan Minamas di 8 provinsi tercatat sebanyak 1,71 metrik ton tandan buah segar (TBS) atau sebanyak 360.823 metrik ton minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika atau BMKG menganalisa bahwa wilayah Sumatra Selatan sudah masuk musim kemarau yang ditandai aktifnya Angin Muson Timur.
Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Bandara SMB II Palembang, Bambang Beni Setiadji, mengatakan pihaknya mengimbau agar masyarakat tidak melakukan pembakaran lahan.
“Sebaiknya masyarakat waspada untuk tidak melakukan pembakaran lahan, meminimalkan aktivitas di luar ruangan pada siang hari dan menkonsumsi air minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi,” katanya.
Dia menjelaskan indikator kemarau terlihat dari arah angin permukaan yang terjadi umumnya dari tenggara, minimnya pasokan uap air dan kecepatan angin lapisan atas yang tinggi sehingga menghambat pertumbuhan awan.