Bisnis.com, PEKANBARU – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menyiapkan sekitar 17 ton garam untuk melaksanakan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk penanganan Siaga Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau.
Kepala BPPT, Hammam Riza di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Senin (4/3/2019), mengatakan pemanfaatan TMC atau dikenal dengan hujan buatan, merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk mencegah timbulnya jerebu atau asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
"Kami siapkan 17 ton garam," katanya.
BPPT berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta dukungan TNI AU, guna mengoptimalkan pemanfaatan teknologi hujan buatan untuk memadamkan titik api di wilayah Riau. Operasi TMC menggunakan satu pesawat Cassa 212 TNI AU.
Pesawat ini bisa menampung garam hingga 800 kilogram sekali terbang. Operasi TMC ini membantu Satgas darat dan udara, yang hingga kini berjibaku melakukan pemadaman Karhutla.
Tahap awal operasi TMC berlangsung selama bulan Februari sampai Maret.
Sejak Februari sudah sekitar lima ton garam yang digunakan untuk menyemai awan di Bengkalis dan Dumai. Untuk tahap selanjutnya akan fokus di Pelalawan dan Meranti.
BPPT berkoordinasi dengan BNPB dan didukung TNI AU, sejak akhir Februari kemarin terus melakukan penerbangan untuk menyemai awan guna membuat hujan buatan di atas langit Riau, ungkapnya.
Ia mengatakan, pantauan satelit Terra/Aqua dan SNPP sejak 1 Januari hingga 27 Februari 2019 menunjukan total titik panas dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen di Riau jumlahnya mencapai sebanyak 293 titik.
"Dengan memperhatikan kondisi hotspot tersebut, pemanfaatan TMC ini adalah salah satu langkah paling efektif dalam rangka siaga darurat kebakaran hutan dan lahan," ujarnya.
Kepala BPPT pun menegaskan bahwa penggunaan teknologi hujan buatan ini, harus dioptimalkan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang semakin meluas.
"Jadi ya hujan buatan ini juga dilakukan untuk mengoptimalkan potensi awan menjadi hujan untuk pembasahan lahan-lahan gambut dan pengisian embung-embung penampungan air untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang lebih luas dan tidak terkendali," terangnya.
Kepala BNPB Doni Monardo, menuturkan bahwa pemerintah berharap dengan adanya upaya modifikasi cuaca ini, dampak polusi jerebu yang diakibatkan oleh Karhutla di Riau bisa segera diatasi.
"Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak BPPT dan TNI Angkatan Udara melakukan modifikasi cuaca. Kami harap dukungan teknologi modifikasi cuaca ini mampu mengatasai kabut asap akibat Karhutla ini," ujarnya.
Ia meminta satu bulan sebelum kemarau, Tim Pentaheliks, yakni pemerintah dibantu unsur terkait mulai Manggala Agni, KLHK hingga akademisi, sukarelawan, TNI dan Polri harus sudah berkumpul.
Tujuannya untuk mencegah terjadinya Karhutla. Ia berharap Karhutla tahun ini tidak seperti bencana serupa tahun 2015 yang nilai kerugiannya sangat besar.
"Kerugian 2015 secara nasional kerugiannya melebihi bencana tsunami di Aceh, yakni 16,1 miliar dolar AS. Itu dua kali lipat dari kerugian di Aceh, pertanyaannya, apakah kita mau mengalaminya lagi?," kata Doni Monardo.
Gubernur Riau Syamsuar berharap ada langkah sinergi bersama untuk menyelesaikan persoalan karhutla Riau. Menurut dia, kebakaran sulit ditanggulangi karena kebakaran terjadi di lahan gambut yang digunakan oleh masyarakat untuk bercocok tanam.
"Dari Pemda akan siapkan lapangan penghidupan bagi masyarakat tanpa membakar (lahan) bisa hidup," katanya.
Riau kini berstatus Siaga Darurat Karhutla hingga akhir Oktober 2019. Kebakaran lahan gambut masih terjadi di daerah pesisir Riau seperti di Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Dumai dan Kepulauan Meranti.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan, luas Karhutla sudah lebih dari 1.300 hektare di Riau. Api di lahan gambut sulit dipadamkan total tanpa bantuan hujan.