Bisnis.com, PALEMBANG--Pelabuhan Boom Baru Palembang telah menjadi urat nadi perekonomian Sumatra Selatan yang cikal bakalnya sudah dikenal sejak abad ke-7, tepatnya pada zaman keemasan kerajaan Sriwijaya.
Terletak di Sungai Musi dengan jarak sekitar 108 kilometer dari muara sungai yang membelah Kota Palembang, pelabuhan tersebut menjadi gerbang utama kegiatan ekspor-impor di Sumsel.
Menjadi pelabuhan saat zaman Kerajaan Sriwijaya yang merupakan pusat perdagangan antarbangsa berabad-abad silam dengan saat ini tentu sudah banyak perubahan di Boom Baru.
Di era baru pelabuhan, sesuai tuntutan zaman, pelabuhan yang dikelola PT Pelindo II (Persero) itu terus meningkatkan pelayanan bagi pengguna jasanya, salah satunya melalui pemanfaatan teknologi dan sistem daring.
General Manager PT Pelindo II (Persero)/ IPC Cabang Palembang, Sabar Hariono Wibowo, mengatakan sejak satu tahun belakangan pihaknya sudah menerapkan digitalisasi layanan untuk mendukung percepatan layanan.
“Kami sudah terapkan layanan serba online mulai dari tempat penimbunan sementara (TPS) online, auto tally system dan auto gate system sejak 2017. Tujuannya tidak lain untuk percepatan bongkar-muat yang berujung pada low cost logistic,” katanya kepada Bisnis.com, Jumat (23/11/2018).
Baca Juga
TPS online merupakan solusi digital untuk melakukan pertukaran data elektronik (PDE) kontainer antara sistem IPC di Terminal Peti Kemas dengan sistem Bea Cukai di pelabuhan.
Dengan kemudahan yang diberikan aplikasi digital itu diharapkan pelayanan dari kedua lembaga kepada pelanggan lebih optimal.
Sabar mengatakan pelabuhan bukanlah sebuah tempat akhir arus barang, melainkan tempat transit. Sehingga, kecepatan dan kelancaran menjadi kunci utama yang diinginkan pengguna maupun penyedia jasa pelabuhan.
Oleh karena itu, kata dia, perseroan berupaya menerapkan teknologi digital di semua lini untuk mendukung percepatan bongkar-muat.
Sabar mencontohkan dengan auto gate pass system, truk yang melewati auto gate telah memiliki truck identification yang sudah terkoneksi dengan sistem bongkar muat Pelabuhan Boom Baru.
Sehingga, kata dia, supir truk sudah mendapat jadwal dan pengaturan sejak awal untuk meletakkan muatannya.
Pembayaran jasa pelabuhan di auto gate Boom Baru juga wajib nontunai dengan menggunakan uang elektronik (e-money). Dengan demikian, kata dia, transaksi elektronik itu dapat mendukung transparansi biaya yang riskan tercederai manakala menggunakan transaksi tunai
“TPS online, auto gate dan auto tally system ini merupakan kesatuan yang saling melengkapi. Coba bayangkan sekarang pencatatan kontainer tidak perlu lagi pakai tenaga SDM melainkan otomatis terpantau CCTV yang lebih akurat sehingga kesalahan catat bisa dikurangi,” katanya.
Sabar mengklaim penerapan digitalisasi layanan itu telah menuai dampak positif terhadap waktu tunggu pelayanan kapal dan barang di Boom Baru, dari semula 5 hari—6 hari menjadi 3 hari –3,5 hari.
Bahkan, kata dia, berdasarkan survey kepuasan pelanggan yang dilakukan perseroan pada 2017 tercatat mendapat skor 4,25 atau di atas target sebesar 4,15.
“Artinya pelanggan sudah nyaman dan itu berujung pula pada loyalitas pelanggan kami di mana hasil survey cukup tinggi sebesar 4,35 dari target 4,25,” katanya.
Dia melanjutkan, sebagai pelabuhan yang terletak di tengah Kota Palembang yang terus berkembang dan padat, maka pihaknya dituntut memiliki fasilitas yang mempermudah kegiatan bongkar-muat barang.
Tambah Alat
Oleh karena itu, Pelindo II telah melengkapi Pelabuhan Boom Baru dengan berbagai fasilitas dan peralatan, seperti 2 container crane, 4 jib crane, 4 unit rel mounted gantry crane, 21 unit forklift, 19 head truck, 19 unit chasis, 3 unit side loader, 4 unit reach stacker dan 3 unit weigh bridge.
“Penambahan alat juga jadi perhatian kami, makanya rencananya tahun depan akan ada tambahan reach stacker, sekarang lagi proses pengadaan,” katanya.
Tak hanya itu, pihaknya juga berencana melakukan modernisasi alat dengan menggunakan energi listrik yang dinilai lebih ramah lingkungan ketimbang bahan bakar minyak (BBM) pada semua alat, salah satunya gantry crane.
“Kami ingin Boom Baru ini menjadi green port. Caranya dengan mengurangi polusi dari alat kami, makanya mau dimodernisasi semua,” katanya.
Sabar mengemukakan dengan letak Boom Baru yang berada di pusat kota, perluasan pelabuhan bukanlah pilihan utama sehingga peningkatan kualitas pelabuhan berasal dari fasilitas.
Diketahui, luas lahan Pelabuhan Boom Baru tercatat 24 hektare dan yang dimanfaatkan sekitar 18,5 ha. Pelabuhan ini juga dilengkapi areal pergudangan sebanyak 6 unit dengan luasan total 6.775 meter persegi.
Sebetulnya, Pelabuhan Boom Baru Palembang memiliki sub-pelabuhan yang cukup potensial untuk dikembangkan, yakni Pelabuhan Sungai Lais dengan luas lahan 200 ha. Dengan areal yang cukup luas itu, perseroan menilai, pelabuhan tersebut cocok untuk kegiatan industri pengolahan, salah satunya minyak sawit mentah (CPO).
Sementara itu, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Sumatra Selatan, Erika Bukhari, mengatakan penambahan jumlah alat bongkar muat untuk menghandle peti kemas yang keluar-masuk Boom Baru memang diperlukan.
“Ekspor dan impor Sumsel ini terus berkembang, agar tidak terjadi kepadatan akibat arus kapal dan peti maka perlu ada penambahan alat dan fasilitas,” katanya.
Manajer Operasi PT Pelindo II Cabang Palembang, Andi Purwanto, mengatakan arus peti kemas di Boom Baru mencapai sekitar 300 peti kemas per hari.
“Pengembangan alat seperti crane merupakan upaya kami untuk meningkatkan layanan kepada pelanggan,” katanya.
Terpisah, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat (APBMI) Sumsel menilai infrastruktur dan alat yang disediakan IPC di Boom Baru sudah sesuai harapan pengusaha.
Ketua APBMI Sumsel Rico Samin mengatakan era baru pelabuhan Boom Baru terasa sejak kehadiran jib crane dan gantry crane sejak 2011 lalu.
“Kalau dulu belum ada crane sendiri, jadi disuplai dari luar. Dermaganya juga campur antara kontainer dengan cargo break bulk, sekarang sudah dipisah,” katanya.
Rico yang telah mengenal Boom Baru sejak dia berkarir di industri bongkar muat 25 tahun lalu itu mengenang dulu proses bongkar muat hanya bisa 10 box sampai 20 box kontainer per jam karena keterbatasan alat.
Akan tetapi, sejak Pelindo II menambah fasilitas peralatannya pelaku usaha bisa melakukan proses bongkar muat menjadi 30 box kontainer per jam.
Tak hanya itu, kata dia, APBMI yang beranggotakan 46 perusahaan bongkar muat itu, merasa mulai memasuki era baru pelabuhan saat adanya sentuhan teknologi dan digitalisasi dalam layanan.
"Sekarang kan terminal peti kemas sudah pakai sistem OPUS, input data sudah online. Pembayaran-pembayaran sudah pakai e-money, jadi bayar apa saja tinggal tap. Tentu ini memudahkan kami dan lebih cepat dalam pemantauan, serta akurat,” paparnya.
APBMI berharap upaya yang dilakukan Pelindo pada akhirnya dapat berdampak pada penekanan biaya logistik, sesuai ungkapan yang seringkali terdengar di dunia logistik; semakin cepat maka semakin murah.