Bisnis.com, BATAM – Sedikitnya 3 dari 11 usaha karaoke keluarga di Batam tutup dalam 6 bulan terahir karena kenaikan pajak dari 15% menjadi 35%. hingga kehilangan pelanggan 50% sementara beban biaya makin membengkak.
Tahun ini sejumlah bahan pokok dan upah pekerja naik, sehingga biaya operasional menjadi membengkak. Namun pengusaha belum bisa melakukan penyesuaian harga karena daya beli konsumen yang belum membaik.
Kondisi ini diperparah dengan kenaikan pajak yang dilakukan oleh pemerintah kota Batam sejak April silam, dari 15% menjadi 35%. Kondisi ini tentu mempengaruhi harga jual, karena pajak biasanya dibebankan kepada konsumen.
Namun jumlah konsumen mendadak berkurang drastis ketika dibebani pajak yang tinggi. Menurut perwakilan pengusaha karaoke keluarga Batam, Robin, penurunan jumlah konsumen mencapai 50 persen.
Kondisi ini memaksa pengusaha karaoke keluarga melakukan sejumlah manuver agar tak kehilangan pelanggan. Salah satunya adalah dengan mensubsidi besaran tarif pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah daerah melalui keuntungan yang didapat.
Cara ini tentu saja membebebani keuangan perusahaan. Apalagi karena biaya operasional sudah melambung sejak awal tahun karena kenaikan sejumlah bahan pokok dan gaji karyawan. Akibatnya, sejumlah perusahaan karaoke keluarga yang harus tutup karena merugi.
Sementara sisanya melakukan efisiensi besar-besaran. Mulai dari pengurangan karyawan, penutupan sejumlah ruangan yang dinilai tak produktif, hingga menghemat penggunaan listrik. Dengan kondisi seperti saat ini, perusahaan karaoke keluarga tinggal menunggu tutup.
“Jika kondisi tak membaik, dan tidak ada kebijakan menurunkan pajak kembali 15 persen, paling lama 2020 sebagian besar karaoke keluarga yang ada di Batam akan tutup. Kalau memang kami tak untung, lebih baik kami tutup dan pindah kota yang lebih menguntungkan,” papar Robin.
Pengusaha sudah menyurati Walikota Batam dan DPRD Kota Batam untuk meninjau ulang tarif pajak yang dibebankan kepada karaoke keluarga, SPA dan pijat keluarga. Salah satu poin penting dalam surat tersebut adalah meminta pemerintah membedakan tarif untuk karaoke kelurga, SPA dan pijat keluarga dengan karaoke, SPA dan pijat yang ada di tempat hiburan seperti diskotek.
Tarif di karaoke tempat hiburan malam seperti Diskotek atau pub diperkirakan 3 kali hingga 10 kali lebih mahal dibanding tarif yang ada di karaoke keluarga. Perbedaan harga yang sangat lebar tersebut memberikan gambaran yang jelas bahwa daya beli konsumen pada kedua jenis usaha ini sangat berbeda.
Menurutnya sejumlah daerah di Indonesia sudah membedakan trif untuk karaoke keluarga dan karaoke di tempat hiburan. Bebedapa diantaranya adalah Makasar dan Gresik. Tarif pajak karaoke keluarga di dua tempat tersebut lebih murah dibanding tarif pajak karaoke di tempat hiburan.
Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk menekankan, kenaikan pajak ini akan memukul industri pariwista kota Batam. Selama ini karaoke keluarga, spa dan pijat keluarga menjadi produk-produk pariwista yang selama ini menjadi daya tarik Batam.
“Dengan semakin mahalnya tarif akibat kenaikan pajak yang sangat tinggi akan mempengaruhi minat Wisman untuk menikmati fasiltias-fasilitas tersebut,” jelasnya.
Data yang dipaparkan Kadin menjelaskan, konsumen karaoke keluarga yang berasal dari kalangan wisatawan Mancanegara (Wisman) cukup mendominasi, yakni kisaran 40 persen hingga 50 persen. Sisanya adalah konsumen dari penduduk Batam dan wisatawan lokal.
Setelah kenaikan pajak, kunjungan Wisman ke tempat karaoke keluarga turun drastis. Karena tarif karaoke keluarga di negara asal mereka jadi jauh lebih murah ketimbang Batam. Seperti diketahui, pelanggan Wisman Karaoke keluarga di Batam mayoritas berasal dari Singapura dan Malaysia.
Di Singapura misalnya, tarifnya berkisar SGD 5 hingga SGD 6 perjam, atau sekitar Rp Rp 55 ribu hingga Rp 66 ribu per jam. Sementara pajak karaoke keluarga yang ditetapkan di Singapura hanya 7 persen. Di Malaysia tarif yang ditetapkan sedikit lebih murah.
Saat ini pajak karaoke keluarga yang ada di Batam sudah mencapai 35 persen. Kondisi ini akan membuat Wisman akan mempertimbangkan kunjungannya ke Batam, mengingat karaoke dan pijat keluarga di Batam adalah magnet yang cukup ampuh bagi Wisman asal Malaysia dan Singapura.
“Kami sudah melakukan perhitungan pelanggan. Konsumen Wisman di karaoke keluarga di Batam berkurang lebih banyak. Sekarang Cuma tinggal 10 persen dari pengunjung Wisman biasanya,” jelasnya.
Kadin Batam akan mengirimkan surat dan ketua DPRD untuk menunda kenaikan tarif pajak. Jika memungkinkan, Pemko Batam merevisi besaran dan sejumlah klasifikasi penentuan tarif di dalam Perda No 7 tahun 2017.
Jika Pemkot Batam bersikeras tidak meninjau ulang besaran tarif tersebut, maka Kadin Batam akan melakukan gugatan melalui jalur Hukum. “Bisa jadi kita melalui PTUN atau MA. Kita akan pelajari selanjutnya,” jelasnya.
Untuk meyakinkan Wisman untuk tetap datang ke Batam adalah dengan meminmalkan biaya-biaya beriwista ke Batam, termasuk tidak menerapkan tarif pajak yang memberatkan. Dengan tarif yang terlalu tinggi, Batam akan dikenal menjadi kota yang mahal.
“Kondisi ini akan memicu pelemahan ekonomi Batam. Di satu sisi konsumsi jasa karaoke dan pijat menurun, banyak usaha yang tutup, bertambahnya angka pengangguran, dan terakhir pendapatan pajak dari sektor ini menurun,”
Ketimbang menaikan pajak, pemerintah diminta memperaiki sistem pemungutan pajak dengan menggunakan sistem online. Dengan demikian, pungutan pajak daerah bisa dilakukan dengan efekti, efisien dan menekan angka kebocoran pajak akibat kecurangan perhitungan.
“Pemko sudah melakukan itu di hotel dan restoran. Lakukan juga di karaoke kelaurga, spa dan pijat keluarga. Saya yakin pendapatan Pemko akan meningkat,” jelasnya.